Teknologi

Saingan Diskon ala Marketplace Makin Panas, Pemerintah Turun Tangan

Ridwan Achmad — Asumsi.co

featured image
Getty via Forbes

Kementerian Perdagangan (Kemendag) berencana menertibkan aturan soal pemberian diskon pada platform e-commerce. Tujuan penertiban ini adalah untuk mencegah adanya predatory pricing pada perdagangan digital. Predatory pricing adalah strategi penjualan dengan mematok harga yang sangat rendah sehingga menarik pembeli, tujuannya untuk menyingkirkan pesaing dari pasar dan mencegah pelaku usaha lain masuk ke pasar yang sama.

“Masalah harga itu adalah kesepakatan penjual dan pembeli, tetapi untuk urusan diskon ini kita akan regulasi,” ungkap Menteri Perdagangan M. Lutfhi dalam konferensi  pers virtualnya, Kamis (4/3/2021).

Nantinya, kata Lutfhi, platform e-commerce tidak bisa sembarang lagi dalam memberikan diskon atau banting-bantingan harga yang sangat rendah. Aturan tersebut kini tengah dipersiapkan dan ditargetkan selesai pada Maret ini.

Direktur Riset CORE Indonesia, Piter Abdullah mengatakan, imbas dari predatory pricing ini adalah jika risiko yang besar untuk bisnis e-commerce di Indonesia. Artinya adalah ketika ada perusahaan yang tidak siap dengan praktik ini, maka akan berjatuhan satu persatu. Maka, hanya perusahaan-perusahaan e-commerce yang memiliki kapital besar yang mampu bersaing di sektor ini.

Tak terelakan bila ada potensi praktik monopoli nantinya. Saat kompetitor bertumbangan, maka perusahaan besar akan menaikkan harga dan mendapatkan keuntungan jauh lebih besar.

“Dengan demikian mereka bisa menjual barang mereka sedemikian rendah untuk mematikan pesaingnya,” kata dia.

Hal senada juga diutarakan oleh Ignatius Untung, pengamat e-commerce. Mantan Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) ini mengatakan pernah mendiskusikan potensi predatory pricing kepada para menteri terkait ketika masih menjabat sebagai Ketua Umum idEA. Tetapi tidak respons.

“Karena dampaknya belum terlihat dan yang sudah terlihat adalah peningkatan volume transaksi maka pemerintah tampak tidak bergeming,” jelas dia.

Menurutnya, predatory pricing dan berbagai bentuk promo potongan harga akan menyeret market menjadi semakin price sensitive market. Konsumen cenderung mencari yang lebih murah dan kurang menghargai kualitas.

“Di sisi lain produsen dengan minimnya margin akan kekurangan biaya untuk pengembangan produk. Akhirnya produk yang akan diciptakan lebih berorientasi pada murah ketimbang berkualitas. Persaingan model ini juga jadi berbahaya ketika pasar dikuasai oleh pemain yang paling punya modal besar untuk dibakar. Ini akan terus dipertahankan hingga akhirnya semua pemain tumbang. Akhirnya ketika pasar dikangkangi sendiri maka terjadi monopoli, dan pemain ini bebas menentukan harga. Termasuk harga yang tidak masuk akal,” jelasnya.

Peneliti Center of Innovation and Digital Economy Indef, Nailul Huda, pun berpendapat bahwa nantinya dalam praktik pengaturannya, pemerintah perlu berhati-hati. Apa pasal? Pengaturan terkait predatory pricing  sangat kompleks. Terdapat banyak jenis dan produk di dalam e-commerce. Di sisi lain, platform pun memang tengah bersaing dalam hal harga, lantaran mereka dituntut untuk bsia menaikan trafik.

“Untuk menarik minat masyarakat maka diberikanlah diskon-diskon seperti ongkir dan sebagainya. Sehingga trafik naik, nilai valuasi juga naik. Potensi pendanaan membesar. Tampaknya semua platform ecommerce juga melakukan promo yang serupa,” jelasnya.

Apa Kata KPPU?

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengusulkan adanya penyegaran UU nomor 5 tahun 199 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Anti Monopoli). Dengan melakukan revisi UU Anti monopoli, dirasa lebih efektif memberantas predatory pricing di e-commerce.

“Kami butuh amandemen UU Anti Monopoli. Dasar hukum yang sekarang sudah tidak cukup mengikuti perkembangan zaman. Dengan hati yang bersih rasanya amandemen itu akan cukup,” ujar Ketua KPPU Kodrat Wibowo dikutip dari Okezone.

Meski begitu, KPPU menyebutkan untuk siap membantu pemerintah bila ingin membuat regulasi baru terkait predatory pricing di sektor e-commerce. Menurutnya, di tengah zaman digitalisasi semua pelaku usaha sudah menggunakan teknologi digital. Setidaknya teknologi digital digunakan untuk pemasaran atau penentuan harga.

“Kami harus melakukan belajar lagi soal algoritma dan mengikuti perkembangan zaman,” katanya.

Share: Saingan Diskon ala Marketplace Makin Panas, Pemerintah Turun Tangan