Politik

Inilah Beberapa Dualisme Parpol Indonesia Di Masa Lalu

Admin — Asumsi.co

featured image
asumsi.co

Ditunjuknya Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB Sumatera Utara direspon keras oleh Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyebut bahwa Moeldoko adalah ketum abal-abal versi KLB ilegal.

Kisruh internal Partai Demokrat ini berpotensi berujung pada dualisme kepengurusan partai politik. Tapi ini bukan pertama kalinya ada kepengurusan ganda di partai politik Indonesia usai konflik internal.

Inilah beberapa dualisme kepengurusan partai politik di Indonesia di masa lalu.

1. PDI (Partai Demokrasi Indonesia)

Dalam Kongres Luar Biasa PDI tahun 1993 di Surabaya, Megawati Soekarnoputri terpilih sebagai ketua umum. Namun pada Juni 1996, dalam kongres yang disinyalir penuh rekayasa rezim Orde Baru di Medan, Suryadi diangkat menjadi ketua umum. 

Sebulan kemudian, pendukung Suryadi menyerbu kantor pusat PDI yang masih diduduki oleh pendukung Megawati dalam peristiwa berdarah 27 Juli. Pemerintah Orde Baru hanya mengakui PDI versi Suryadi dan partai tersebut jadi peserta pemilu tahun 1997.

Walau secara praktis dikudeta Orde Baru sebagai ketum parpol, legitimasi politik Megawati meningkat drastis. Setelah Orde Baru tumbang, Megawati mendeklarasikan berdirinya PDI-Perjuangan yang menjadi partai yang kita kenal sekarang.

2. PKB (Partai Kebangkitan Bangsa)

Tercatat dua kali PKB mengalami pergolakan dualisme kepengurusan. Yang pertama pada tahun 2001 ketika Dewan Syuro PKB memberhentikan Matori Abdul Djalil akibat kehadiran dirinya dalam Sidang Istimewa MPR yang mencopot Gus Dur sebagai presiden. Muktamar Luar Biasa (MLB) PKB kemudian mengangkat Alwi Shihab sebagai ketua umum dan hal tersebut tidak diakui oleh kubu Matori dan pendukungnya. 

Yang kedua terjadi setelah dipecatnya Muhaimin Iskandar sebagai ketua umum PKB oleh Dewan Syuro yang diketuai Gus Dur jelang Pemilu 2009. Kedua kubu akhirnya menggelar MLB sendiri-sendiri di mana MLB kubu Muhaimin digelar di Ancol, sedang kubu Gus Dur di Parung, Bogor.  Putusan pengadilan akhirnya menetapkan bahwa kepengurusan yang sah adalah kepengurusan PKB hasil MLB Ancol yang mengembalikan Muhaimin sebagai ketua umum PKB. 

3. Golkar

Di akhir 2014, terjadi dualisme kepengurusan partai Golkar yang dipimpin oleh Aburizal Bakrie hasil munas Bali dan Agung Laksono hasil munas Jakarta. PTUN Jakarta menolak gugatan kubu Aburizal Bakrie dan memenangkan kubu Agung, tapi Mahkamah Agung memenangkan kasasi kubu Aburizal.

Dualisme berakhir setelah Golkar menggelar Munaslub di Bali pada tahun 2016 yang mengangkat Setya Novanto sebagai ketua umum partai beringin tersebut.

4. PPP (Partai Persatuan Pembangunan)

Di tahun 2014, terjadi dualisme di partai berlambang Ka’abah tersebut Suryadharma Ali dipecat sebagai ketua umum PPP oleh pengurus harian DPP PPP usai menjadi tersangka KPK. Kubu Romahurmuziy (Rommy) menggelar muktamar di Surabaya yang mengangkat Rommy sebagai Ketum

Tidak mau kalah, kubu Suryadharma Ali menggelar muktamar di Jakarta yang mengangkat Djan Faridz sebagai ketum. 

Kedua kubu selalu bertarung di ranah hukum sebelum akhirnya MA menetapkan bahwa kepengurusan yang sah adalah hasil muktamar Jakarta dengan Rommy sebagai ketua umum. 

5. Partai Berkarya

Partai yang didirikan oleh Tommy Soeharto ini mengalami dualisme kepengurusan usai Munaslub yang digelar tahun 2020 oleh Presidium Penyelamat Partai. Munaslub tersebut menjadikan Muchdi PR sebagai ketua umum partai sedang Tommy menjadi ketua dewan pembina. Sebelumnya Tommy adalah ketua umum dengan Muchdi sebagai wakil ketua dewan pembina.

Di bawah kepemimpinan Muchdi, partai tersebut juga menyatakan dukungan pada pemerintahan Jokowi. Sebelumnya Berkarya mendukung Prabowo Subianto pada Pemilu 2019. Ketika Prabowo akhirnya bergabung dengan pemerintahan Jokowi, Partai Berkarya di bawah Tommy ketika itu masih menyatakan diri sebagai oposisi.

Share: Inilah Beberapa Dualisme Parpol Indonesia Di Masa Lalu