Isu Terkini

Mahfud MD: Jakarta Tak Gelar Pilkada tapi Juara Kasus Corona

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengeluarkan pernyataan yang menyita perhatian. Ia bicara soal kaitan Pilkada Serentak 2020 dengan jumlah angka penularan COVID-19. Intinya, Mahfud menegaskan bahwa pilkada akan tetap berlangsung meski di tengah pandemi.

Mahfud menyebut justru ada penurunan jumlah daerah zona merah di wilayah yang menggelar Pilkada 2020. Mantan Ketua Mahkamah Konsitusi itu pun melihat hal menarik dari data perkembangan wilayah zona merah, oranye, kuning, dan hijau COVID-19.

“Di daerah-daerah yang ada pilkada, di 309 daerah itu, justru zona merah turun dari 45 menjadi 29,” kata Mahfud dalam jumpa pers “Rapat Analisa dan Evaluasi Pilkada Serentak Tahun 2020” di Kemendagri, Jakarta, Jumat (2/10/20).

Sementara itu, lanjut Mahfud, di kabupaten/kota yang tak menggelar pilkada, justru ada peningkatan jumlah zona merah. Menurut Mahfud, dari yang semula ada 25 wilayah kini meningkat menjadi 33 kabupaten/kota dalam seminggu terakhir.

Misalnya saja, Mahfud mengungkapkan kasus penularan COVID-19 di Provinsi DKI Jakarta selalu tinggi meski tak menggelar Pilkada 2020. “Di DKI dan Aceh tidak ada pilkada, justru angka infeksinya tinggi. Di Aceh naik, di DKI selalu menjadi juara satu tertinggi penularannya,” ujarnya.

Menurut Mahfud, berdasarkan hasil evaluasi pemerintah, risiko penularan virus Corona tak berkaitan dengan apakah suatu daerah mengadakan pilkada atau tidak. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu berkata kerawanan COVID-19 justru tergantung kedisiplinan di masing-masing daerah dalam menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

“Protokol kesehatan harus dijalankan secara ketat. Dari hasil evaluasi hari pertama, kerawanan itu tidak terletak pada daerah itu ada pilkada atau tidak, tapi pada kedisiplinan dalam melaksanakan protokol kesehatan,” ucapnya.

Mahfud: Mungkin Corona akan Selamanya Bersama Kita

Sebelumnya, Mahfud juga melontarkan pernyataan yang menyita perhatian. Dalam sebuah video yang ditayangkan dalam diskusi yang digelar Mappilu PWI dengan tema “Mewujudkan Pilkada Serentak 2020 yang Sehat dan Berbudaya”, Kamis (1/10), Mahfud menegaskan tak ada alasan menunda pilkada meski pandemi COVID-19 masih berlangsung.

Mahfud mengatakan tak ada yang tahu kapan pandemi COVID-19 akan berakhir. Bahkan, bisa saja COVID-19 akan hidup bersama manusia selamanya. “Kita tidak tahu ini akan berakhir kapan, mungkin Covid-19 akan selamanya bersama kita,” kata Mahfud.

Mahfud pun berpegang pada pernyataan badan kesehatan dunia (WHO) yang juga tak bisa memprediksi kapan pandemi COVID-19 akan berakhir. Yang jelas, lanjut Mahfud, yang harus dilakukan saat ini adalah menyesuaikan diri dengan wabah yang telah menyebar ke semua negara di dunia.

“Melakukan kegiatan yang diperlukan tapi juga sadar bahwa di hadapan kita, di samping kita, di belakang kita itu ada COVID-19,” ucapnya. Menurut Mahfud, situasi itu pula lah yang jadi pertimbangan pemerintah dan semua pemangku kepentingan tetap menggelar Pilkada Serentak 2020, pada 9 Desember nanti.

Menurut Mahfud, penundaan tak bisa lagi dilakukan karena tak ada yang tahu kapan pandemi berakhir. Jika pun ditunda, tetap saja tak ada waktu pasti sampai kapan pilkada akan ditunda. Oleh sebab itu, lanjutnya, kegiatan dilaksanakan normal tapi dengan mengutamakan penjagaan kesehatan kepada semua, yakni rakyat pemilih, penyelenggara, pengawas, pengaman dan sebagainya.

“Bagi pemerintah sendiri alasannya begini. Kalau kita ikuti pendapat sebagian warga masyarakat Pilkada dilaksanakan sesudah pandemi berakhir, itu juga sulit diterima karena tidak ada satu pun orang yang bisa ramalkan kapan COVID-19 itu berakhir.”

Sebelumnya, berbagai pihak mendesak agar Pilkada Serentak 2020 ditunda seiring terus meningkatnya kasus per hari COVID-19 di tanah air. Di antaranya adalah LSM kepemiluan, seperti Perludem, Netgrit, dan Kode Inisiatif. Hal yang sama juga didorong oleh ormas-ormas besar, seperti PP Muhammadiyah, PBNU, dan MUI.

Menurut mereka, menggelar pilkada sama saja dengan bunuh diri massal, dan mengancam hidup manusia. Belum lagi bicara banyaknya pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan ratusan calon pasangan serta para pendukungnya pada masa pendaftaran.

Mirisnya, tak ada hukuman tegas bagi para pelanggar protokol kesehatan tersebut. Presiden Joko Widodo tetap akan menggelar pilkada dengan alasan yang sama: menurutnya, belum ada satu pun negara yang mengetahui kapan pandemi akan berakhir.

Share: Mahfud MD: Jakarta Tak Gelar Pilkada tapi Juara Kasus Corona