Adele, penyanyi yang dicintai karena mengiringi patah hati jutaan umat, kini tersandung kontroversi di dunia maya. Penyebabnya, belum lama ini, ia mengunggah fotonya mengenakan bikini bermotif bendera Jamaika dengan rambut yang diikat dengan gaya Bantu Knot khas Afrika. Kelar mengunggah foto tersebut, ia jadi sasaran hujatan netizen. Adele dituding melakukan apropriasi budaya.
Seiring dengan kian beragamnya percakapan terkait kesetaraan dan rasisme, topik apropriasi budaya menjadi bahan perbincangan yang rutin. Premisnya sederhana: seseorang dari ras yang diuntungkan secara struktural dianggap tak pantas “meminjam” elemen-elemen kebudayaan dari ras yang secara sejarah tertindas. Dalam kasus ini, Adele sebagai seorang kulit putih dinilai tak patut mendompleng gaya rambut Bantu Knot serta bikini bermotif Jamaika.
Persoalan gaya rambut mungkin terkesan tidak penting-penting amat bagi sebagian pihak, tetapi percakapan ini punya latar belakang sejarah yang kompleks. Di AS, misalnya, budak-budak yang diboyong dari Afrika dilarang mengenakan atribut-atribut budayanya–termasuk gaya rambut khas mereka.
Kini, berabad-abad kemudian, atribut kebudayaan tersebut menjadi simbol ketangguhan dan kebanggaan masyarakat kulit hitam. Melihat seorang kulit putih–keturunan para penindas–mengenakan simbol masyarakat kulit berwarna secara serampangan tanpa mengenali konteksnya jelas terkesan tidak patut dan tidak sensitif.
Karena itulah Adele masuk dalam barisan artis-artis kulit putih yang dinilai tak sensitif sebab mendompleng atribut budaya kulit hitam. Namun, jangan menyangka Adele sekadar jadi bulan-bulanan “SJW” kurang kerjaan. Persoalannya tentu lebih kompleks dan menarik dari itu. Setelah pertama mencuat dan jadi trending topic global di Twitter, kontroversi Adele justru mengkristal jadi perang antara netizen AS versus netizen negara-negara lain. Bahkan, politisi dan artis Inggris turun tangan membela sang biduan.
Penyebabnya adalah konteks. Adele mengunggah foto tersebut sebagai bentuk kerinduan terhadap Notting Hill Carnival, acara tahunan yang seharusnya diadakan pada 30-31 Agustus 2020 di London, Inggris. Sejak 1960-an, festival tersebut diadakan untuk mengurangi tensi antar ras di London serta merayakan budaya Afrika-Karibia–daerah asal kebanyakan imigran yang kala itu tengah membanjir ke Inggris.
Meski terkesan ganjil bagi orang luar–lebih lagi kulit hitam AS–salah satu tradisi festival tersebut adalah mengenakan baju serta atribut budaya kulit hitam. Tepatnya, atribut budaya Afrika-Karibia. Karena itulah David Lammy, seorang anggota Parlemen Inggris, menganggap kritik terhadap Adele “omong kosong” dan “tidak memahami konteks Notting Hill Carnival serta tradisi memakai kostum dari budaya lain.”
Claudia Webbe, anggota Parlemen lain, menjelaskan bahwa karnival tersebut adalah “acara di mana tatanan budaya yang biasa digulingkan, diganggu, serta diutak-atik.” Dengan mengenakan gaya rambut Bantu Knot dan bikini Jamaika, Adele justru selaras dengan semangat Notting Hill Carnival.
Berhubung Webbe dan Lammy berkulit hitam, sanggahan mereka punya bobot lebih. Kritik terhadap Adele melupakan bahwa konteks relasi antar ras di Inggris dan AS jauh berbeda. Dalam situasi biasa, tindakan Adele bakal dituduh apropriasi budaya yang tak patut. Dalam konteks Notting Hill Carnival, tindakan Adele dianggap sebagai upaya untuk membaur dan menghargai budaya satu sama lain.
Tak heran bila respons netizen AS yang mengkritik Adele dengan artis serta netizen Inggris begitu kontras. Naomi Campbell, model asal Inggris yang keturunan Jamaika, terang-terangan memuji penampilan Adele. Begitu pula Popcaan, seorang musisi kulit hitam asal Jamaika yang banyak bekerja di Inggris. Sebaliknya, jurnalis Jemele Hill dan bintang televisi Marc Lamont Hill–keduanya berasal dari AS–merasa penampilan Adele tak pantas.
Kenyataannya tentu tidak hitam-putih. Dalam podcast The Spill, komentator budaya Kee Reece menyatakan bahwa kedua belah pihak punya argumen yang sama-sama kuat. “Ada konteks berbeda dari Notting Hill Carnival, karena semangatnya adalah agar berbagai budaya berbaur dengan satu sama lain,” ucap Kee. “Namun di sisi lain, ada sejarah yang panjang yang rumit terkait gaya rambut tersebut. Sehingga mau tidak mau, persoalan ini memang layak diperdebatkan secara sehat.”
Adele sendiri belum memberikan pernyataan resmi untuk menanggapi ingar-bingar ini. Dugaan kami, ia sedang mempersiapkan album baru bergaya Jamaika, supaya Ruhut, kawan kita semua, dapat sungguh-sungguh menangis semalam suntuk sambil mendengarkan lagu-lagu reggae.