Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menyapaikan permintaan maafnya terkait kisruh Program Organisasi Penggerak (POP) secara resmi melalui kanal YouTube Resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) pada Selasa (28/7/2020).
Permintaan maaf ini ia tujukan kepada Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang sebelumnya menarik diri dari POP, program turunan dari visi “Merdeka Belajar” yang dicanangkan Menteri Pendidikan Kabinet Indonesia Maju itu.
“Dengan penuh rendah hati saya mohon maaf atas segala keprihatinan yang timbul dan berharap tokoh dan pimpinan NU, Muhammadiyah, dan PGRI bersedia untuk memberikan bimbingan dalam proses pelaksanaan program yang kami sadari betul masih belum sempurna,” ujar Nadiem lewat siaran.
Organisasi-organisasi tersebut undur diri karena penunjukan Tanoto Foundation dan Sampoerna Foundation sebagai penerima biaya program dengan kategori ‘gajah’. Rencana Nadiem, organisasi yang menerima biaya dengan kategori tersebut akan mendapat uang maksimal Rp20 miliar per tahun dan bakal bertanggung jawab menjalankan program POP pada lebih dari 100 sekolah.
Adapun kategori lain penerima biaya yakni ‘macan’ sebesar Rp5 miliar per tahun untuk menjalankan program di 21 hingga 100 sekolah, dan ‘kijang’ sebesar Rp1 miliar per tahun untuk 5 hingga 20 sekolah.
Secara keseluruhan, Kemdikbud mengalokasikan Rp567 miliar per tahun untuk program ini. Uang ini diberikan kepada organisasi terpilih untuk membiayai pelatihan atau kegiatan lain yang sesuai dengan visi program. Melalui situs resminya, program ini ditargetkan dapat meningkatkan kompetensi 50 ribu guru di 5.000 sekolah hingga tingkat SMP dalam kurun waktu 2020-2022
Pihak-pihak yang mengundurkan diri memaparkan adanya kejanggalan dari program ini. Pihak LP Ma’arif NU mengatakan banyak sekali organisasi atau yayasan yang tidak jelas ditetapkan sebagai penerima POP, pemberitahuan pengumpulan proposal yang mepet dengan syarat yang cukup banyak, serta tetap diikutsertakan pada rapat koordinasi meski situs resmi POP menyatakan proposal mereka ditolak.
Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah mengatakan POP tidak mampu membedakan lembaga CSR dengan ormas yang berhak mendapatkan bantuan dari pemerintah. Ia menyebut Tanoto Foundation dan Sampoerna Foundation sepatutnya membantu dana pendidikan, bukan malah mendapat bantuan.
Sementara itu, PGRI merasa POP bukan program yang semestinya diprioritaskan. Menurut perwakilan lembaga tersebut, akan lebih bermanfaat jika uang POP dialokasikan langsung untuk membantu siswa, guru, dan penyediaan infrastruktur terutama di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal). Apalagi saat ini sedang terjadi pandemi COVID-19 yang berimbas langsung pada kehidupan siswa, guru, dan orang tua. PGRI juga menekankan agar Kemdikbud lebih berhati-hati dan dapat mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran dengan benar.
Bersamaan dengan permintaan maafnya, Nadiem memutuskan penundaan sementara dan melakukan evaluasi lanjutan untuk program POP. Pihaknya juga menyepakati bahwa partisipasi Tanoto Foundation dan Putera Sampoerna Foundation dalam program tersebut tidak akan menggunakan dana APBN sepeser pun.
“Mereka akan mendanai sendiri aktivitas programnya tanpa anggaran pemerintah. Harapan kami, ini akan menjawab kecemasan masyarakat mengenai potensi konflik kepentingan dan isu kelayakan hibah yang sekarang dapat dialihkan ke organisasi yang lebih membutuhkan,” ujar mantan Direktur Gojek tersebut.