Nama Kim Yo-jong, adik dari penguasa Korea Utara Kim Jong-un, terus disebut-sebut dalam sepekan terakhir. Perempuan berusia 32 tahun itu dinilai bisa mengambil alih tampuk kekuasaan kalau Jong-un meninggal dunia. Siapa Yo-jong dan sejauh apa pengaruhnya dalam konstelasi politik Korut?
Beberapa hari terakhir beredar kabar simpang siur terkait kondisi kesehatan Jong-un. Ada yang menyebutkan kalau Jong-un sempat berada dalam kondisi kritis setelah menjalani prosedur kardiovaskular (jantung). Bahkan, tak sedikit pula yang menyebut pemimpin tertinggi Korut itu meninggal dunia.
Kabar burung mengenai kondisi kesehatan Jong-un itu muncul setelah ia tidak menghadiri acara perayaan ulang tahun sang kakek Kim Il Sung pada 15 April lalu, yang juga menjadi hari libur nasional di Korut.
Terkait spekulasi kondisi Jong-un, pihak Korea Selatan akhirnya buka suara. Kepada CNN, Senin (27/04), Moon Chung-in, penasihat kebijakan luar negeri Presiden Korea Selatan Moon Jae-in, mengatakan bahwa “Kim Jong-un masih hidup dan sehat. Dia telah tinggal di daerah Wonsan sejak 13 April. Sejauh ini tidak ada gerakan mencurigakan yang terdeteksi.”
Sebelumnya CNN juga melaporkan bahwa intelijen Amerika Serikat sedang memantau Jong-un, dan mengatakan ia “dalam bahaya besar setelah operasi,” menurut seorang pejabat AS. Pejabat AS lainnya mengatakan bahwa kondisi kesehatan Jong-un sulit untuk dikonfirmasi.
Namun, CNN menegaskan sulit untuk memverifikasi informasi valid secara independen, terutama terkait laporan-laporan yang beredar sejauh ini terkait kondisi Jong-un. Apalagi, berita mengenai kesehatan pemimpin Korut merupakan salah satu rahasia negara yang paling dijaga ketat, dan hanya diketahui segelintir elite Korut saja, ditambah lagi tak ada kebebasan pers di sana.
Bahkan Reuters sempat melaporkan bahwa Cina telah mengirim tim medis ke Korut. Namun dalam media briefing yang dilakukan Kementerian Luar Negeri Cina, Senin (27/04), Cina mengatakan tidak memiliki informasi apapun terkait Jong-un. Hal ini ditegaskan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina Geng Shuang saat ditanya oleh beberapa wartawan terkait kepentingan tim medis Cina berangkat ke Korut: apakah untuk menangani COVID-19 atau Jong-un?.
“Saya tidak tahu apa sumber Anda, dan saya tidak mengatakan apa-apa tentang itu,” kata Geng Shuang dalam kesempatan itu sebagaimana dimuat di website resmi pemerintah Cina www.fmprc.gov.cn
“Cina dan Korut adalah tetangga dekat dan kami akan bekerja sama untuk memajukan hubungan bilateral.”
Indikasi kalau Jong-un masih hidup sempat terlihat dari kabar terbaru yang disampaikan media milik pemerintah Korut KCNA. Pada Senin (27/04), KCNA melaporkan bahwa Jong-un mengirim pesan ucapan selamat kepada Presiden Matamela Cyril Ramaphosa, pada Hari Kemerdekaan Afrika Selatan.
Dalam kabar tersebut, Jong-un juga menyatakan keyakinannya bahwa persahabatan kedua negara akan terus tumbuh lebih kuat. Namun, sejauh ini, lagi-lagi informasi itu juga masih sulit untuk diverifikasi, apalagi kalau dihubungkan dengan kondisi kesehatan Jong-un.
Sementara kabar mengenai kondisi kesehatan Jong-un masih simpang siur, sorotan luas mengarah pada sosok adik kandungnya, Yo-jong. Spekulasi pun muncul bahwa perempuan kelahiran 26 September 1987 itu bakal meneruskan estafet kepemimpinan di Korut kalau saja Jong-un meninggal dunia.
Yo-jong merupakan anak kelima Kim Jong-il dari istri ketiganya Ko Yong-hui dan berstatus anak bungsu di keluarga penguasa Korut. Jika kondisi darurat terjadi, termasuk kemungkinan meninggalnya Jong-un, Yo-jong pun berpeluang mematahkan tradisi dengan menjadi “The Fourth Man” di Korut.
Sejak 1948, secara turun temurun, Korut memang dipimpin oleh tiga orang laki-laki, yang masing-masing terdiri dari pendiri, putra, dan cucunya. Mereka adalah Kim Il-sung, Kim Jong-il, dan Kim Jong-un. Akankah Yo-jong menjadi “The Fourth Man”?
“Jika sesuatu terjadi, Kim Yo-jong adalah penerus yang logis,” kata Sue Mi Terry, mantan analis Korea Utara untuk CIA, dikutip dari The New Yorker, Sabtu (25/04). “Ini adalah pertanyaan terbuka apakah elite Korea Utara akan menerima seorang wanita, tetapi mereka akan memiliki waktu yang lebih sulit kalau menerima seseorang di luar keluarga Kim.”
Yo-jong disebut-sebut menjadi sosok favorit ayahnya Jong-il, yang memimpin Korut dari 1994 hingga 2011. Namun, kalau dilihat lagi dari silsilah Dinasti Kim, memang ada beberapa pria dan wanita keturunan Kim, meski banyak pula yang diasingkan hingga disingkirkan seperti kasus dibunuhnya saudara tiri tertua Jong-un, Kim Jong-nam di Malaysia pada 2017 lalu.
Jong-il sendiri memiliki tujuh orang anak, di antaranya empat wanita. Yo-jong dan Jong-un dilahirkan dari ibu yang sama, dan menghabiskan setidaknya sebagian masa kecil mereka bersama dengan saudara lelaki lainnya di Kota Berne, Swiss.
Di sana, Yo-jong dan Jong-un menempati rumah milik Kim Jong-il yang dijaga oleh tim paspampres yang sama, seperti dilaporkan oleh situs North Korean Leadership Watch. Keduanya bersekolah di sekolah dengan kedok sebagai anak-anak seorang diplomat Korut.
Setelah menempuh pendidikan setara SD-SMP di Swiss, Yo-jong kembali ke Pyongyang pada tahun 2000. Lalu, ia menyelesaikan pendidikan di Kim Il-sung University di Pyongyang pada 2007, dengan gelar sarjana komputer. Ia memang tertarik dengan dunia politik, berbeda dengan dua kakak Kim Jong-un yang enggan terlibat pemerintahan.
Minat Yo-jong terhadap politik pernah disampaikan mendiang ayahnya sendiri, ketika menerima kunjungan delegasi internasional pada 2003. Dalam bincang-bincang santai, Jong-il pernah bilang pada tamu negara kalau anak bungsunya itu ingin berkarir dalam kancah politik Korut.
Perkataan Jong-il itu akhirnya terbukti. Setelah mendapatkan gelar sarjana, Yo-jong langsung menjadi kader Partai Buruh Korea, satu-satunya partai di Korut. Seiring waktu, ia tumbuh menjadi tangan kanan Jong-il dan selalu mendampingi sang ayah saat menderita gejala stroke parah beberapa kali sepanjang 2008.
Tak hanya itu, Yo-jong juga disebut-sebut punya andil dalam sebuah tim sukses yang mengantarkan sang kakak Jong-un melenggang mulus menjadi penguasa baru Korut pada 2011, setelah ayahnya meninggal. Seiring waktu, kiprah Yo-jong di hadapan publik pun terus diakui.
Selain loyal dengan mendiang ayahnya, Yo-jong juga loyal dengan sang kakak setelah mengambil alih tampuk kekuasaan sebagai pemimpin tertinggi. Di setiap acara kenegaraan hampir selalu ada Yo-jong dalam rombongan Jong-un.
Yo-jong juga sering diminta sang kakak menghadiri acara-acara internasional. Misalnya ia sempat bertindak sebagai utusan kakaknya saat upacara pembukaan Olimpiade Musim Dingin Pyeongchang 2018. Langkah itu sekaligus menandai pemulihan hubungan diplomatik di negara-negara semenanjung Korea. Kunjungan ke Korsel itu disebut-sebut menjadi debut Yo-jong di panggung dunia.
Yo-jong juga selalu terlihat dalam dua kali pertemuan tingkat tinggi antara Presiden AS Donald Trump dan Kim Jong-un di Singapura serta Vietnam, pada 2018 dan 2019. Namun, hubungan Yo-jong dan kakaknya dikabarkan sempat renggang setelah KTT dengan Trump pada 2019.
Renggangnya hubungan itulah yang kabarnya sempat membuat Yo-jong dikeluarkan dari Politbiro Partai Buruh Korea. Namun, dengan segera, ia justru bergabung kembali ke posisi anggota Politbiro partai per Sabtu, (11/04) lalu, seperti dilaporkan The Guardian.
Sekadar informasi, pada 2014 lalu, Yo-jong mengemban jabatan sebagai Wakil Direktur Departemen Propaganda dan Agitasi Partai Buruh. Pada 2017, ia diangkat menjadi anggota Politbiro alternatif, kabarnya ia menjadi wanita kedua yang memegang posisi itu, setelah sosok Kim Kyong-hui.
Sung Yoon-lee, pakar politik Korut dari The Fletcher School, Tufts University, kepada Vice News, Rabu (22/04) lalu, mengatakan ada dua kemungkinan dalam spekulasi Yo-jong menjadi penguasa Korut menggantikan Jong-un; bisa saja atau tidak mungkin sama sekali.
Pertama, Yo-jong dinilai sulit menggantikan Jong-un lantaran Korut dikenal sebagai negara otoriter yang sangat patriarkis. Kondisi itulah yang membuat peluangnya menjadi pemimpin tertinggi menjadi sangat kecil. Apalagi, para politikus elite dan senior Pyongyang, yang seusia Jong-il, tentu saja tak semudah itu merelakan Korut dipimpin oleh perempuan muda.
Kedua, pengamat lain memandang bahwa perubahan tradisi itu bisa saja terjadi. Hal itu bisa dilihat dari keputusan Jong-un yang kerapkali mengutus Yo-jong dan memberinya tanggung jawab terkait tugas kenegaraan. Sehingga, kemungkinan Yo-jong menggantikan Jong-un pun jadi menguat.
Meski perempuan, Yo-jong dinilai keras, sehingga kebijakan luar negeri Korut bisa saja tetap akan sama seperti para pemimpin lain. “Kim Yo-jong sangat berpeluang jadi lebih tiran dan opresif jauh melebihi sang kakak, atau bahkan mendiang ayahnya sendiri,” kata Sung Yoon-lee.