Seorang pria yang ditemukan bunuh diri di Jalan Mampang Prapatan, Tegal Parang, Jakarta Selatan pada Senin, 11 Februari kemarin, kini menjadi sorotan. Pria itu sendiri diketahui bernama Zulfandi, seorang supir taksi konvensional yang berusia 35 tahun. Dalam olah tempat kejadian perkara, polisi menemukan sepucuk surat yang diduga ditulis tangan oleh korban.
Isi surat tersebut, Zulfandi menyampaikan permintaan maaf karena telah membuat orang-orang di dekatnya mengalami kesulitan. Zul juga berpesan ke anaknya agar jangan pernah menjadi pembohong. Kepada sang istri, ia kembali mengucapkan kata maaf karena belum bisa memberikan kebahagiaan meski sudah bekerja keras.
Pada tulisan selanjutnya, Zul meminta agar OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan pihak berwajib untuk menghentikan praktik pinjaman online yang menurutnya telah menjadi jebakan setan. “Wahai para rentenir online, kita bertemu nanti di alam sana. Jangan pernah ada yang bayar hutang online saya karna hanya saya yang terlibat. Tidak ada orang lain yang terlibat kecuali saya,” tulis Zul dalam surat terakhirnya.
Mendengar kasus tersebut, pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Jeanny Silvia Sirait mendesak pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk segera mengusut keberadaan jasa pinjaman online. Menurut Jeanny, kasus bunuh diri tersebut menjadi tanggung jawab OJK sebagai lembaga negara yang bertugas mengawasi seluruh kegiatan di sektor jasa keuangan.
“Harusnya OJK tidak bungkam karena ini tanggung jawab mereka. Selama ini terkesan mereka tutup mata dengan masalah ini,” kata Jeanny dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 12 Februari 2019.
Jeanny menuturkan dalam kasus pinjaman online tersebut, pihak berwajib bisa mengambil tindakan tegas kasus renternis penyedia layanan pinjaman online. Hal itu merujuk pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Bersamaan dengan jatuhnya korban bunuh diri yang menimpa Zul, kata Jeanny, harusnya menjadi momen untuk berbagai pihak untuk berbenah diri. Solusi seperti penutupan aplikasi, penangkapan debt collector, hingga menunggu aduan dari korban pun dinilai masih belum efektif.
“Itu harusnya didorong dan diubah oleh OJK. Bukan hanya menyelesaikan masalah kulit,” ujar Jeanny.
Hati-Hati Pinjaman Online Ilegal
Di era internet ini, akses untuk mendapatkan uang pinjaman semakin memiliki banyak pilihan. Dulu, memang masyarakat hanya mengenal bank, lembaga pembiayaan (multifinance), dan koperasi. Namun, sekarang, ada beragam aplikasi yang memungkinkan seeorang mendapatkan pinjaman lebih mudah. Sayangnya, di sisi lain, kemudahan itu bisa membawa seseorang kepada masalah baru.
Seperti kehadiran rentenir online. Ciri utama rentenir adalah mereka menyediakan pinjaman atau utang dengan beban bunga di luar kewajaran. Sebagai contoh, umumnya pinjaman tanpa jaminan apapun dibebankan bunga rata-rata sekita 1-3 persen perbulan. Tapi, tingkat bunga di pinjaman online bisa mencapai 1 persen perhari yang setera dengan 30 persen perbulan. Bahkan ada pula kasus di mana pinjaman dana dari rentenir hitungan bunganya dipatok per jam. Hitungan bunga juga bunga berbunga sehingga sekali terjerat rentenir, akan sulit bagi seseorang untuk lepas.
Jika sudah terlilit rentenir online, akan ada masalah lain, seperti tindak kriminalitas berupa teror yang menyebar kepada nomor-nomor yang ada di kontak peminjam. Tak jarang orang-orang di sekitar, meskipun tidak ada kaitannya dengan peminjaman, juga bisa terkena peneroran. Maka dari itu, perlu diketahui ciri-ciri pinjaman yang bersistem rentenir online.
Pertama, bunga pinjaman sangat mahal. Mereka mematok biaya pinjaman atau bunga di luar batas kewajaran. Misalnya, 1 persen per hari bahkan ada yang mematok bunga 1 persen tiap 12 jam. Mereka berani memasang bunga tinggi karena iming-iming persyaratan mudah dan pencairan dana pinjaman nan cepat. Tingkat bunga tergantung keinginan si rentenir dan tidak dibatasi dengan regulasi dari Bank Indonesia ataupun Otoritas Jasa Keuangan.
Ketika si peminjam gagal membayar pinjaman, katakanlah sampai 2 bulan, si pemberi pinjaman bisa saja mewajibkan peminjam membayar bunga hingga tiga kali lipat. Semakin lama menunda pembayaran, peminjam dipaksa menanggung bunga yang luar biasa besar. Bunga yang terus-menerus menjerat ini terus menghisap peminjam sampai nilai utang jadi membengkak.
Kemudan ciri lainnya yaitu, syarat mendapatkan pinjaman yang sangat mudah dan pencairan dananya cepat. Sedangkan bank atau penyedia pinjaman pada umumnya menerapkan syarat cukup ketat, mulai dari kejelasan identitas, histori kredit (BI Checking), sampai syarat agunan.
Anehnya lagi yaitu ciri yang ketiga, bila kredit macet, mereka justru menawarkan utang baru. Pemberi pinjaman biasanya tak segan menawarkan utang baru untuk menutup utang lama. Gali lobang tutup lobang pun terjadi, dan pemberi pinjaman tidak memiliki keinginan untuk menolong si peminjam agar masalah utangnya menemukan jalan keluar. Hingga akhirnya yang terjadi adalah semakin sulit keluar dari jeratan utang.