Pertemuan tahunan IMF-WB (International Monetary Fund dan World Bank) tahun ini sedang berlangsung hingga 14 Oktober 2018 mendatang di Bali. Beragam rangkaian acara dilakukan dalam pertemuan tersebut. Para delegasi-delegasi penting pun hadir menyemarakkan acara. Sebut saja Jack Ma, mantan petinggi Alibaba yang baru saja mundur dari jabatannya. Selain itu, para pimpinan bank sentral di seluruh dunia juga dipastikan hadir dalam acara ini.
Sementara itu, di dalam negeri sendiri terjadi perdebatan mengenai alasan di balik terpilihnya Indonesia sebagai tuan rumah. Bahkan opsi untuk membatalkan acara ini sempat muncul, mengingat Indonesia sedang berduka setelah gempa bumi di Palu, Sigi, dan Donggala kemarin. Namun acara tahunan ini tetap diadakan.
Kira-kira, apa alasan di balik pertemuan IMF-WB dilakukan di Indonesia? Apakah Indonesia dapat meraih keuntungan dengan menjadi pelaksana acara ini?
Tentu ada proses dan alasan hingga Indonesia terpilih menjadi tuan rumah pertemuan IMF-WB yang dilakukan setahun sekali ini. Dalam prosesnya, Indonesia awalnya mengajukan diri terlebih dahulu. Berdasarkan laporan CNBC Indonesia, Managing Director IMF, Christine Lagarde, menjelaskan Indonesia sudah mengajukan diri sebagai tuan rumah pertemuan IMF-WB sejak empat tahun lalu. Delapan negara dilaporkan mengajukan diri sebagai tuan rumah. Dari delapan negara tersebut, terpilihnya tiga negara, yaitu Mesir, Senegal, dan Indonesia.
Dalam pengerucutan hingga terpilihnya Indonesia ini, para juri dari IMF dan World Bank memperhitungkan beberapa hal, seperti indikator akomodasi, transportasi, akses yang mudah, wi-fi, aspek keamanan, dan beberapa hal teknis lainnya. Tinjauan langsung pun dilakukan oleh para panitia dari IMF dan World Bank. Dari perhitungan tersebut, para panitia memutuskan Bali menjadi tempat yang tepat. Terkenalnya Bali ke luar negeri dan terpenuhinya aspek-aspek indikator yang diinginkan oleh IMF dan World Bank membuat Bali terpilih.
Selain itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga membeberkan alasan terpilihnya Indonesia sebagai tuan rumah. Di luar terpenuhinya indikator-indikator yang harus ada sebagai necessary condition pertemuan IMF-WB, Sri Mulyani mengatakan bahwa Indonesia dipilih sebagai negara dengan jumlah kelas menengah terbanyak. Kondisi ini dianggap sebagai model keberhasilan pembangunan Indonesia.
Kemudian, Ketua Panitia Nasional, Luhut Binsar Panjaitan juga mengungkapkan adanya kepercayaan dunia internasional pada Indonesia menjadi alasan mengapa Indonesia terpilih sebagai tuan rumah. Dengan segi keamanan yang baik, stabilitas politik, dan keberhasilan ekonomi, ketiga aspek ini membuat Indonesia dipercaya dapat mengadakan pertemuan yang bergengsi ini. Selain itu, akselerasi infrastruktur yang baik di Bali juga menjadi alasan lain mengapa Bali akhirnya terpilih sebagai tuan rumah pertemuan ini.
Mengutip kajian dari Bappenas, perkiraan dana yang digelontorkan adalah sebesar Rp6,9 triliun. Angka yang besar nan fantastis ini ternyata tidaklah sesuatu yang dapat dikatakan sebagai kerugian. Karena, dengan angka ini, ternyata kembali sebagai pendanaan infrastruktur di Bali. Seperti misalnya underpass Bandara Ngurah Rai, Pelabuhan Benoa, Patung Garuda Wisnu Kencana, dan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Suwung. Total pendanaan infrastruktur ini capai Rp4,9 triliun.
Kemudian, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan bahwa potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari kegiatan pertemuan ini sebesar Rp44,4 miliar. PNBP ini didapat dari biaya sewa ruangan. Hal-hal seperti ini tentu kembali sebagai keuntungan ke Indonesia.
Lalu, keuntungan lainnya yang juga didapat Indonesia dari menyelenggarakan kegiatan ini adalah adalah adanya peningkatan pendapatan di sektor pariwisata, UMKM, kuliner, dan berbagai kesepakatan yang berpotensi dicapai Indonesia setelah penyelenggaraan ini selesai. Total pertumbuhan ekonomi sebesar 6,54 persen diprediksikan akan didapat oleh Bali.
Kemungkinan keuntungan terakhir yang mungkin didapat oleh Indonesia berasal dari sektor penanaman modal. Pertemuan IMF-WB diprediksi dapat menggenjot pencapaian realisasi penanaman modal asing di Indonesia. Di semester I/2018 kemarin, Indonesia capai penanaman modal sebesar 47,3 persen dari target realisasi Rp765 triliun. Dengan adanya pertemuan IMF-WB, target tersebut diperkirakan dapat ditembus.