Isu Terkini

Cerita Para Arkeolog Temukan Situs Kampung Hindu Abad IX di Bawah Pohon Durian di Semarang

Fariz Fardianto — Asumsi.co

featured image

Sutopo tak akan pernah menyangka lahan pekarangannya bisa menjadi pusat perhatian banyak orang. Bertempat di bawah pohon durian nan teduh pada Kamis, 2 Agustus siang, pekarangan milik Sutopo itu sudah ditandai garis putih persegi empat.

Pekarangan yang terletak di lingkungan RT 05/ RW V, Kampung Duduhan, Kecamatan Mijen, Semarang itu sudah terdapat beberapa bekas galian.

Sembari menunjukan sebuah galian yang dalam, Sutopo menyebut jika di situlah pertama kali kakeknya menemukan seonggok batu arca berwujud Dewa Ganesha.

“Dulunya mbah saya sempat menemukan arca Ganesha di sana. Sekarang arcanya sudah disimpan di Museum Ronggowarsito,” kata Sutopo, ketika berbincang dengan Asumsi.

Berawal dari Temuan Arca Ganesha

Di usianya yang menginjak 66 tahun, memorinya masih kuat tatkala mengingat secara detail bentuk arca yang ditemukan kakeknya. Wujudnya kala itu masih utuh. Tak banyak warga yang tahu ihwal penemuan arca tersebut.

“Tahu-tahu siang atau malam seingat saya, si mbah menunjukan arca itu kepada orang-orang di rumah. Setelah itu, atas inisiatif beberapa warga dan dinas terkait lalu diputuskan untuk ditaruh saja ke museum. Mereka bilang biar terawat,” ujar
nya.

Pada tahun 2018, Sutopo kembali diminta menunjukan pekarangan rumahnya. Permintaan itu datang dari tim arkeolog gabungan Pusat Arkelogi Nasional yang dipimpin Agus Trijanto, bersama Pusat Penelitian Prancis untuk Asia Timur.

Kedatangan tim arkeolog untuk memperluas areal proses ekskavasi yang pernah mereka lakukan pada 2015 silam. Agus Trijanto sebagai Koordinator Pusat Arkelogi Nasional mengingat saat itu timnya sempat menggali tanah di bekas penemuan arca Ganesha.

“Tahun 2015 satu lokasi berhasil digali. Hasilnya, ketemu bangunan undakan-undakan yang disinyalir merupakan bagian dari situs candi. Dilihat dari usia batunya, candinya kira-kira dibangun abad ke-IX,” kata Agus.

Proses ekskavasi Candi Siwa yang terkubur di Kampung Duduhan, Semarang, Kamis, 2 Agustus 2018. Foto: Dok. Asumsi.co

Nah, untuk memperjelas status candinya, tahun ini kita kembali kemari buat memperluas lokasi penggalian. Lahan milik Pak Topo ini kita ekskavasi lagi mulai 25 Juli dan ditarget kelar 5 Agustus nanti. Sebagian hampir selesai. Semoga data-data situsnya bisa kita susun ulang,” ucapnya lagi.

Temukan Tiga Serpihan Candi Perwara

Dalam ekskavasi kali ini, dirinya kembali menemukan serpihan dari situs candi. Temuannya berupa sebuah bangunan induk candi yang menyerupai bentuk piramida dengan atap tumpul.

Temuan keduanya berupa tiga bangunan candi perwara. Ini merupakan hasil menggembirakan bagi timnya. Sebab, temuan tiga candi perwara itu jadi simbol gerbang masuk ke dalam bangunan candi induknya.

Dari data yang ia kumpulkan sejak 2015, situs candi yang ia temukan punya karakteristik bangunan siwaistik. Sesuai tebakannya semula, situs itu sudah ada sejak Abad ke-IX.

“Karena ada temuan tempat persajian. Yang bentuknya semacam batu persajian. Itulah corak candi Hindu. Data kita semakin menguat karena di lokasi yang sama ada arca Ganesha yang sekadang disimpan di Ronggowarsito,” ujarnya.

Diyakini Mirip Prambanan

Data penguat lainnya yakni terdapat temuan batu yoni dengan bentuk yang mirip dengan candinya. Dari peta situs Duduhan yang ia rancang, kompleks candi yang terpendam dalam pekalangan milik Sutopo itu punya corak bangunan mirip Candi Prambanan di Klaten.

Langkah selanjutnya, ia akan menghitung ulang luasan areal penggaliannya. Ia juga menjelaskan soal fungsi dan sejarah panjang candi tersebut.

“Yang pasti itu dari Dinasti Mataram kuno. Candinya berfungsi untuk pemujaan. Dengan melihat rekam sejarah panjang jalur pantai utara Jawa Tengah, bisa jadi dulunya itu jadi pintu masuk pengaruh ajaran agama Hindu. Termasuk Semarang, pusat penyebarannya mungkin berada di sekitar Mijen,” katanya.

Agus mengatakan saat ini ekskavasi tinggal menyisakan enam lapisan tanah lagi. Ia lega sudah menemukan bagian pondasi dan kaki candi. “Tinggal pucuk atapnya masih kita cari lagi.”

Agus berharap Pemda setempat maupun BPCB mau diajak kerjasama untuk menindaklanjuti lahan warga yang telah digali tersebut. Opsi pertama bisa dilakukan pembebasan lahan. Opsi terakhir dibiarkan terkoyak sampai proses penggaliannya selesai.

Peta situs Duduhan di Mijen, Semarang. Foto: Dok. Asumsi.co

Menurutnya peran aktif Pemda sangat dibutuhkan mengingat penemuan candi Hindu di Mijen tergolong istimewa. Candi di Duduhan itu, bisa mewakili sejarah panjang peradaban masyarakat Hindu yang ada di Ibukota Jateng.

“Kita saja merasa belum puas menggali. Sebab kita harus bisa mencari sisa pagar yang mengelilingi candinya. Habis itu, baru ditutup dengan karung agar tidak rusak,” ucapnya.

Agus memperkirakan ada sisa tempat lubang pembakaran yang tertimbun tanah. Kendati demikian, diakuinya pekerjaannya masih diprioritaskan pada ekskavasi candinya dulu.

Bermuara ke Gedongsongo

Berdasarkan data arkeologi yang terkumpul selama ini, Agus sudah menggali situs-situs candi maupun benda purbakala terkait jejak Mataram Kuno di Pekalongan. Ini penting untuk mengambil sampelnya.

“Karena candi di Pantura ternyata ada banyak. Ada 40 titik temuan candi di Pekalongan dan Semarang juga sebenarnya banyak. Kemudian Ungaran. Bulan April kita temukan lagi di Kendal. Tepatnya di Trisobo. Dilihat dari petanya hampir mirip struktur candi Hindu di Duduhan,” ujarnya.

Temuan candi di Tempel Wonolopo Mijen pun coraknya serupa. Diperkirakan pula, situs candi yang ditemukan di banyak tempat itu bermuara pada bangunan Candi Gedongsongo, Ungaran.

“Muara candinya sepertinya sampai ke Gedongsongo. Maka kita terus menggali temuan yang ada di sekitar lingkungan masyarakat,” ujarnya.

Bongkahan batu bata yang diyakini sisa situs candi Siwa yang terkubur di Kampung Duduhan, Semarang, Kamis, 2 Agustus 2018. Foto: Dok. Asumsi.co

Veronique Degroot, seorang arkeolog dari Lembaga Pusat Penelitian Prancis untuk Asia Timur sangat tertarik melakukan ekskavasi jejak candi-candi yang ada di Tanah Jawa. Khusus ekskavasi di Jawa Tengah, ia sudah menjalin kerjasama dengan Agus sejak 1976 silam.

“Dan hampir tiap tahun ada kerjasamanya,” katanya.

Dalam rentang lima sampai tujuh tahun terakhir, Veronique bekerjasama mengekskavasi candi di Pantura dan Kota Cina di Medan Sumatera Utara.

“Di sini sudah 2013. Ini ekskavasi kedua kami dan kayaknya masih kurang. Penggalian candinya baru 25 persen. Kita yakini di bawah tanah ini terkubur situs perkampungan masyarakat Hindu zaman Dinasti Mataram. Apalagi ada bukti catatannya pada 1970. Teksturnya batu bata, ada gundukan tanah dan banyak candi yang tertimbun,” katanya.

Share: Cerita Para Arkeolog Temukan Situs Kampung Hindu Abad IX di Bawah Pohon Durian di Semarang