Om Swastyastu…
Galungan adalah hari suci umat Hindhu di Bali yang diperingati setiap 210 hari sekali, dengan menggunakan perhitungan kalender Bali, yaitu pada hari Budha Kliwon Dungulan (Rabu Kliwon wuku Dungulan). Pada tahun ini hari raya Galungan jatuh pada Rabu, 30 Mei 2018, dan berlangsung selama 10 hari.
Sedangkan, Kuningan sendiri adalah hari terakhir dari perayaan hari raya Galungan. Galungan punya arti “Hari Kemenangan Kebaikan”. Selama hari suci ini masyarakat Bali percaya bahwa dewa-dewa lagi turun ke dunia dan kembali ke kahyangan di hari Kuningan.
Walaupun Galungan jatuh setiap hari Rabu, tapi perayaannya telah dimulai sejak beberapa hari sebelumnya. Semua keluarga di Bali mulai sibuk membuat sarana upacara dan memasak untuk keesokan harinya. Selain itu, ada juga beberapa kegiatan unik umat Hindu Bali untuk merayakan Galungan dan Kuningan. Apa aja?
Setiap dua hari menjelang hari raya Galungan dan Kuningan, masyarakat biasanya akan membuat tape ketan sebagai jajanan wajib yang dihaturkan sebagai sesajen. Menurut berbagai sumber, beberapa hari sebelum perayaan, ada sebuah hari yang disebut sebagai hari penapean. Pada hari tersebut, perempuan Bali membuat tape ketan. Tape dari beras ketan ini menjadi salah satu persembahan kepada leluhur.
Penjor adalah bambu yang melengkung di bagian ujungnya, yang diberi aksen daun aren muda, sangat mirip dengan janur kuning, namun lebih kompleks dengan menggunakan dedaunan dan ujungnya diberi semacam gantungan yang disebut sampian. Penjor akan dibuat dan dipasang pada 1-2 hari menjelang Hari Raya Galungan dan Kuningan.
Setiap perayaan Galungan dan Kuningan, penjor menjadi sebuah petanda yang sangat khas. Bentuknya yang melengkung ke bawah mengartikan bahwa sebagai umat manusia hendaknya selalu melihat ke bawah atau melihat orang lain yang belum beruntung agar mau saling tolong menolong. Selain itu, penjor juga merupakan wujud bakti dan ungkapan terima kasih umat Hindu untuk kemakmuran yang telah diberikan oleh Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi).
Sehari sebelum hari raya Galungan, umat Hindu di Bali melaksanakan tradisi penampahan atau memotong hewan. Umumnya hewan yang dipotong adalah babi. Menariknya, dalam tradisi penampahan Galungan ini, pria lah yang bertugas sebagai pemasak. Daging babi itu diolah menjadi masakan yang dinamai Lawar.
Lawar adalah jenis makanan yang bahan dasarnya terbuat dari nangka, sayur kacang panjang, daging babi, dan pisang batu, yang kemudian dicampur dengan menggunakan bumbu yang sudah diracik dan diberi darah ayam atau babi. Makanan ini makin unik karena biasa dimakan tanpa dimasak.
Galungan dan juga Kuningan sering dimanfaatkan masyarakat yang terutama di luar Bali untuk pulang kampung dan berkumpul bersama keluarga. Masyarakat pun akan berbondong-bondong menghaturkan sesajen ke rumah sanak keluarga sambil melakukan sembahyang bersama