Bisnis

Teten Masduki Blak-blakan Soal Minyak Goreng Merah

Yopi Makdori — Asumsi.co

featured image
Antara

Pemerintah tengah gencar mengenalkan minyak goreng merah
dari kelapa sawit. Minyak yang juga dikenal dengan minyak pakan merah ini
menjadi alternatif penggunaan minyak goreng di pasaran.

Minyak goreng merah juga mengandung sejumlah nutrisi penting
yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki
mengadang-gadang minyak goreng merah ini sebagai pangan untuk menumpas masalah
stunting di Indonesia.

“Selama ini kita menyia-nyiakan sumber gizi kita, dan ini
dari para peneliti lihat kandungannya itu bisa dijadikan pangan untuk mengatasi
stunting. Jadi kita kan tidak usah susah-susah,” kata Teten saat berbincang
dengan Asumsi.co, dikutip pada Rabu (10/8/2022).

Teten menerangkan, minyak merah ini kaya akan vitamin A.
Kandungannya dapat membantu pemenuhan kebutuhan vitamin A bagi manusia. Di
sejumlah negara lain, pengolahan minyak merah sudah berjalan. Bahkan
negara-negara seperti Malaysia telah mengekspor bahan pangan ini ke luar
negeri.

“Cameroon juga sudah bikin, Malaysia diekspor ke China dan
di China dijadikan sumber vitamin A,” ujarnya.

Minyak merah bisa lebih unggul secara nilai gizi lantaran
tidak menjalani proses penjernihan layaknya minyak goreng konvensional. Menurut
menteri yang pernah aktif menjadi aktivis antikorupsi itu, proses penjernihan
yang dialami minyak goreng biasa membuat kandungan vitaminnya terkikis bahkan
akan larut.

“Karena yang bening ini kan harus di-bleaching gitu,
sehingga banyak kandungan gizinya seperti provitamin A, vitamin E yang hilang,”
ungkap Teten.

Menurut Teten, minyak sawit sejatinya berwarna merah. Namun
karena mengacu pada standar Eropa yang menjernihkan minyak, alhasil minyak
sawit harus menjalani penjernihan untuk dipasarkan. Padahal minyak di Eropa
bisa jernih karena mereka lebih dahulu menggunakan minyak berbahan biji-bijian,
seperti zaitun, bunga matahari, dan kedelai.

“Nah supaya bening makanya harus di-bleaching, akibatnya
tadi, banyak kandungan gizinya yang hilang, percuma,” ujar alumnus Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung itu.

Dengan kemajuan teknologi, minyak merah ini sudah tidak
memiliki rasa yang getir. Minyak merah sebetulnya bukan barang baru, namun
karena memiliki rasa yang getir maka banyak orang yang enggan memilih produk
tersebut.

Potensi Bisnis

Minyak merah juga menurut Teten, menjanjikan secara bisnis.
Hitung-hitungannya bisnis produksi minyak merah bisa balik modal hanya dalam
tempo kurang dari lima tahun saja.

Untuk produksi minyak merah sebesar 10 ton per hari, menurut
Teten hanya membutuhkan lahan seluas 1 ribu hektare.

“Dan ini dari segi investasi juga bagus karena ROI-nya 4,2
tahun, padahal bank kalau sampai 6 tahun pun kembali modalnya begitu, masih
layak untuk diinvestasi,” katanya.

Keunggulan minyak merah bukan hanya dari sisi kandungan
gizi. Minyak ini juga bisa lebih murah ketimbang minyak goreng konvensional.
Teten mengalkulasi harga minyak merah bisa dijual di bawah Rp 13 ribu.

Minyak merah bisa lebih murah karena memotong rantai
distribusi. Menteri yang pernah meraih penghargaan Ramon Magsaysay itu
menerangkan, pabrik pengolahan minyak merah tidak seperti minyak goreng biasa
yang terletak cukup jauh dengan perkebunan sawit, sehingga menambah beban logistik.
Pabrik minyak merah ini terintegrasi dengan perkebunan sehingga biaya logistik
hanya pada pendistribusian produk yang sudah jadi.

“Nah kemudian juga ini prosesnya tidak serumit minyak goreng
yang bening itu, jadi lebih simpel. Jadi kami optimis ini bisa jauh lebih
murah, begitu, dan saya kira apalagi di UMKM ini kan sebagian besar kan di
sektor kuliner,” papar Teten.

Pasar minyak merah juga cukup menjanjikan, di mana menurut
Teten saat ini sudah banyak para pelaku kuliner yang memilih menggunakan minyak
merah.  Mereka disebut siap menyerap
hasil pengolahan minyak sawit itu.

Gandeng Koperasi

Sampai saat ini pabrik pengolahan minyak merah masih dalam
bentuk prototipe. Pemerintah bakal menggandeng koperasi-koperasi petani sawit
untuk memulai langkah awal tersebut. Proyek pendahulunya akan dimulai di
Kalimantan, Sulawesi dan Sumatra.

“Untuk membangun pabrik minyak makan merah dan bisa
didistribusikan ke desa-desa mereka dan saya mulai dengan, sesuai arahan
Presiden, dengan koperasi-koperasi petani sawit,” katanya.

Teten mengaku pihaknya kini tengah meminta izin edar dari
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) minyak merah. Presiden Joko Widodo
menargetkan supaya Januari mendatang pabrik pengolahan minyak merah bisa
dibangun.

“Nah karena ini masih prototype ini sekarang kita lagi
nyelesaikan DED mesinnya, detail engineering design-nya, dan itu nanti kita
harapkan ini September selesai, paling telat,” kata Teten.

Baca Juga

Share: Teten Masduki Blak-blakan Soal Minyak Goreng Merah