Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus
(Dittipedksus) Bareskrim Polri melakukan penahanan terhadap empat tersangka
kasus dugaan penggelapan dan pencucian uang oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap
(ACT).
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus)
Bareskrim Polri, Brigjen Pol Whisnu Hermawa, menyebutkan alasan penahanan
dikhawatirkan para tersangka menghilangkan barang bukti.
“Penyidik memutuskan melakukan proses penahanan kepada
empat tersangka tersebut, karena penyidik mengkhawatirkan adanya barang bukti
yang dihilangkan,” kata Whisnu seperti dilansir Antara.
Menurut Whisnu, para tersangka terbukti mencoba
menghilangkan barang bukti dengan cara memindahkan beberapa dokumen yang ada di
Kantor ACT.
“Terbukti minggu lalu kami melaksanakan penggeledahan
di kantornya ACT ada beberapa dokumen yang sudah dipindahkan dari kantor
tersebut, sehingga kekhawatiran penyidik, para tersangka tersebut akan
menghilangkan barang bukti,” ujarnya.
Keputusan penahanan para tersangka dilakukan setelah
penyidik melaksanakan gelar perkara. Penahanan dilakukan selama 20 hari pertama
di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Bareskrim Polri terhitung sejak tanggal 29 Juli
sampai dengan 17 Juli mendatang.
“Penahanan di Bareskrim selama 20 hari ke depan,”
ujarnya pula.
Dalam perkara ini, penyidik menemukan fakta, ACT selain
mengelola dana dari Boeing sebesar Rp103 miliar, juga mengelola dana donasi
dari masyarakat sekitar Rp2 triliun yang dikumpulkan dari periode 2005 sampai
dengan 2020.
Kemudian para tersangka diduga menyelewengkan dana donasi
senilai Rp450 miliar dari periode 2015 sampai dengan 2022 untuk biaya
operasional yayasan.
Empat tersangka, yakni mantan Presiden ACT Ahyudin (A), Ibnu
Khajar (IK) selaku Presiden ACT, Hariyana Hermain (HH) yang merupakan salah
satu pembina ACT dan memiliki jabatan tinggi lain di ACT, termasuk mengurusi
keuangan. Lalu, Novariandi Imam Akbari (NIA) selaku Ketua Dewan Pembina ACT.
Keempatnya dijerat pasal berlapis yakni Pasal 372 KUHP dan
Pasal 374 KUHP dan Pasal 45 a ayat (1) juncto Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Para tersangka juga dijerat Pasal 170 Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2001 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang
Perubahan UU Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, Pasal 3,4 dan 6 UU Nomor 8
Tahun 2010 tentang Pencucian Uang, dan Pasal 55 KUHP juncto Pasal 56 KUHP.
Baca Juga