Lusinan warga negara Indonesia (WNI) menjadi korban penyekapan diduga lantaran ditipu perusahaan investasi palsu di Sihanoukville, Kamboja.
Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri RI, Judha Nugraha mengatakan terdapat 53 WNI yang menjadi korban dalam kasus tersebut.
Kasus kian meningkat: Judha menerangkan bahwa kasus penipuan ini makin marak terjadi di 2022. Sebelumnya kasus serupa sempat dialami oleh 119 WNI pada 2021. Belum sampai tutup tahun kasusnya membengkak sampai melewati angka 200 orang.
“Pada tahun 2021, KBRI Phnom Penh telah berhasil menangani dan memulangkan 119 WNI korban investasi palsu. Namun pada tahun 2022, kasus serupa justru semakin meningkat di mana hingga Juli 2022, tercatat terdapat 291 WNI menjadi korban. 133 diantaranya sudah berhasil dipulangkan,” ujar Judha ketika dikonfirmasi Asumsi.co, Kamis (28/7/2022).
Pemicu: Menurut Judha maraknya tindak penipuan itu karena dipicu masifnya tawaran kerja di Kamboja yang beredar di media sosial.
“Kasus penipuan di perusahaan investasi palsu kian marak terjadi karena maraknya tawaran kerja di Kamboja melalui media sosial,” paparnya.
Libatkan aparat setempat: Judha mengaku pihaknya telah menghubungi pihak Kepolisian Kamboja untuk permohonan bantuan pembebasan sambil terus menjalin komunikasi dengan para WNI tersebut.
“Saat ini Kepolisian Kamboja sedang melakukan langkah-langkah penanganan,” ujar Judha.
Fasilitasi Polri: Kementerian Luar Negeri (Kemlu) melalui KBRI Phnom Penh telah memfasilitasi penyidik Bareskrim Polri untuk melakukan penyelidikan di Kamboja. Hal itu demi menekan membengkaknya jumlah kasus tersebut. Dari para WNI yang telah dibebaskan, KBRI juga telah memperoleh informasi mengenai para perekrut yang sebagian besar masih berasal dari Indonesia.
“Informasi tersebut terus disampaikan kepada pihak Bareskrim Polri untuk diselidiki lebih dalam guna penindakan terhadap para perekrut.
Kata Judha, berbagai langkah sosialisasi juga ditingkatkan agar masyarakat waspada pada modus-modus penipuan lowongan kerja di Kamboja.
Baca Juga:
Alasan Banyak Negara Berkembang Terancam Tak Bisa Bayar Utang