Para jemaah haji terancam bahaya akibat fenomena perubahan iklim ekstrem dunia. Laporan Pusat Pengkajian Islam Universitas Nasional (PPI UNAS) berjudul “Dampak Kebijakan Iklim bagi Ibadah Haji” mengungkap, peningkatan suhu global dan cuaca ekstrem akan sangat berbahaya bagi jemaah haji di Tanah Suci.
“Panas ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim akan membuat ibadah Haji–salah satu dari lima rukun Islam–lebih sulit dan lebih berbahaya bagi komunitas Islam. Selanjutnya, perubahan iklim juga akan berdampak buruk pada banyak negara Islam dan penduduk Muslim dunia pada umumnya. Ayat 30 Surah Al-Baqarah menyatakan, manusia diciptakan Allah sebagai khalifah–pemimpin bumi–oleh karena itu adalah tanggung jawab suci kita untuk merawat planet ini dan mencegahnya dari kehancuran dan kerusakan,” tekan Ketua Pusat Studi Islam (PPI) UNAS, Fachruddin M. Mangunjaya, dalam keterangannya pada Jumat (8/7/2022).
Penyebab: Fachruddin menerangkan, suhu tinggi bila dikombinasikan dengan kelembapan, bisa sangat berbahaya. Ketika udara sangat lembap, laju evaporasi (penguapan) keringat terhambat karena udara sudah penuh dengan uap air. Pada kondisi demikian, manusia rentan terkena sengatan panas karena tubuh kita jadi kesulitan berkeringat.
Orang tua merupakan kelompok paling rentan terhadap serangan panas. Namun, ketika panas dan kelembapan cukup tinggi, orang muda yang sehat pun berisiko sakit atau mati akibat panas.
“Kondisi ini bisa terjadi di Makkah, Berdasarkan data saat ini, suhu rata-rata global telah meningkat 1,2 derajat celcius karena aktivitas manusia, terutama dari pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan praktik pertanian yang tidak berkelanjutan,” terangnya.
Kebijakan kurang tepat: Kebijakan iklim saat ini membawa dunia menuju pemanasan global 2,7 derajat celcius sebelum anak-anak yang lahir hari ini berusia 80 tahun.
Pada tingkat pemanasan global saat ini, ibadah haji di musim panas sangat berbahaya, dengan 97 persen musim panas mencapai ambang level ‘berbahaya’, dan sekitar satu dari lima musim panas tersebut akan mencapai ambang level ‘bahaya ekstrem’—tingkat yang belum pernah dialami di Makkah.
Patron Perjanjian Paris: Peluang untuk mencapai ambang batas panas dan kelembapan yang berbahaya ini, lanjut Fachruddin, akan sangat berkurang jika pemanasan global dipertahankan sesuai target Perjanjian Paris, yakni 1,5 derajat celcius.
Peluang terjadinya suhu panas lembap pada jamaah haji melebihi ambang batas ‘bahaya’ akan lebih besar dibanding saat ini, terutama pada bulan yang lebih dingin yaitu Mei dan Juni.
“Namun, peluang untuk mencapai tingkat ‘bahaya ekstrem’ hanya 4 persen pada September, dan 0 persen di semua bulan lainnya–yang berarti ibadah haji akan jauh lebih aman jika target penurunan emisi bisa terpenuhi saat ini,” ujar dia.
Paling bertanggung jawab: Menurut laporan ini, lima negara yang paling bertanggung jawab atas perubahan iklim hingga saat ini adalah Amerika Serikat, Cina, Rusia, dan Brasil, bersama Uni Eropa.
Mereka adalah negara kaya dan penyumbang emisi lebih tinggi yang punya tanggung jawab dan potensi paling besar untuk menghilangkan karbon paling cepat.
Perlu kontribusi Muslim: Tetapi, kata Fachruddin tindakan untuk membatasi emisi dari negara-negara terkaya saja tidak akan cukup. Tindakan global diperlukan untuk membatasi pemanasan, dan termasuk pengurangan emisi di negara yang belum menjadi salah satu pencemar teratas dalam sejarah, atau saat ini bukan negara berpenghasilan tinggi.
Di antara negara-negara yang perlu mengurangi emisi yaitu negara mayoritas berpenduduk Muslim. Laporan ini mengkaji konsekuensi emisi karbon dari negara-negara tersebut karena mereka berkepentingan terkait ibadah haji.
Dari laporan terungkap, negara mayoritas Muslim termasuk Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Iran, Turki, Bangladesh, Mesir, dan Indonesia punya kebijakan emisi yang—jika diikuti negara lainnya—akan menyebabkan ibadah haji menjadi terlalu berbahaya bagi para jamaah.
“Tanpa tindakan bersama seluruh negara di dunia, termasuk negara mayoritas Muslim, maka kita akan menuju kegagalan besar dalam melindungi umat muslim dunia untuk menjalankan rukun Islam ke-5 yaitu ibadah haji,” katanya.
Laporan ini juga menemukan, negara mayoritas Muslim seperti Maladewa dan Maroko telah menunjukkan rencana pengurangan karbon yang sesuai target Perjanjian Paris.
“Laporan ini memberikan gambaran penting bagi umat Islam untuk peduli dan bertindak terhadap perubahan iklim,” pungkasnya.
Baca Juga:
Indonesia Dapat Tambahan Kuota Haji 10.000
Pria Ini Jalan Kaki dari Inggris ke Mekkah untuk Berhaji
Alasan Arab Saudi Deportasi 46 Calon Jemaah Haji Furoda Indonesia