Isu Terkini

Disebut Neraka, 18 WNI Tewas di Tahanan Imigrasi Malaysia

Manda Firmansyah — Asumsi.co

featured image
ANTARA Foto/Agus Setiawan

Sedikitnya 18 warga negara Indonesia (WNI) yang ditahan di Depot Tahanan Imigrasi (DTI) di Sabah telah meninggal dunia ketika menunggu proses deportasi pada Januari 2021-Maret 2022. 

“Tentu saja ini adalah angka minimal, namun jumlahnya telah menunjukan betapa tragisnya peristiwa kematian yang terjadi di bawah otoritas DTI di Sabah. Angka di atas hanya merupakan perkiraan (estimated) yang kami dapatkan dari satu Depot Tahanan Imigrasi, sementara ada 5 Depot Tahanan Imigrasi di Sabah,” demikian keterangan tertulis dalam Laporan Tim Pencari Fakta Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB).

Temuan di lapangan: Temuan itu berdasarkan pemantauan kondisi buruh migran Indonesia dan keluarganya yang dideportasi dari lima pusat tahanan imigrasi di Sabah, Malaysia, ke Nunukan, Kalimantan Utara. Lalu, hasil wawancara terhadap 100 deportan di rumah susun yang dikelola UPT BP2MI Nunukan. 

KBMB menilai, DTI di Sabah sengaja menelantarkan tahanan yang sakit dan tidak menyediakan pelayanan kesehatan tepat waktu. Imbasnya, penyakit yang diderita tahanan semakin serius dan berakibat fatal. 

Jaminan kesehatan: DTI di Sabah juga tidak menyediakan tenaga, fasilitas kesehatan dan obat-obatan yang diperlukan. Hanya DTI Tawau yang melakukan pemeriksaan kesehatan bagi tahanan. 

Pemeriksaan itu pun disebabkan kasus keracunan makanan massal pada November 2021 dan hanya terbatas pada pemeriksaan tuberkulosis. Padahal, tingginya angka kematian itu dapat dicegah dengan penyediaan pelayanan kesehatan yang tepat waktu. 

Disisi lain, juga perlu perbaikan standar dan prinsip kesehatan pusat tahanan imigrasi dan menghentikan berbagai perlakuan tidak manusia. Apalagi, ada WNI yang meninggal dunia akibat kasus penyiksaan yang terjadi di sel isolasi. 

Penangkapan: Setidaknya terjadi 10 kali deportasi dari 5 pusat tahanan imigrasi di Sabah, Malaysia menuju Nunukan, Kalimantan Utara, pada Maret 2021-Juni 2022. Terdapat 2.191 buruh migran dan keluarganya yang dideportasi. Sebesar 1.765 orang buruh migran laki-laki. Sisanya 426 orang buruh migran perempuan. Ironisnya, 195 di antaranya anak-anak berusia di bawah 18 tahun. 

Mayoritas penangkapan berlangsung secara kolektif. Kerapkali buruh migran yang tertangkap sebenarnya dokumennya masih aktif, tetapi umumnya memang dipegang majikannya atau sedang dalam masa perpanjangan. Penangkapan itu menggambarkan jika ratusan buruh migran asal Indonesia selalu dalam kondisi rentan, karena bisa ditangkap ketika perjalanan, di rumah, hingga berbelanja di pasar. 

Pengalaman deportan: Umumnya para deportan mengaku hidup sengsara dan trauma selama di DTI. Selain penyiksaan dan makian yang tidak manusiawi, para deportan merasa malu karena distigma kriminal dan pembawa Covid-19, serta dianggap aib yang sebabkan hilangnya kepercayaan diri. Mereka juga merasa kesepian karena terpisah dari suami/istri dan keluarga. Bahkan, semakin sedih ketika mengetahui ternyata selama di DTI ada keluarganya yang meninggal dunia.

Kegetiran, kesengsaraan, dan kesedihan yang membuat deportan merasa putus asa dan memiliki kecenderungan bunuh diri. Seorang deportan perempuan mengaku, selama 1 tahun 2 bulan di dalam DTI Tawau merasakan kesengsaraan. 

“Apa yang tidak pernah saya alami diluar, saya rasakan semua selama berada di dalam penampungan. Mungkin disanalah yang dinamakan neraka duniawi. Semua penderitaan ada tempat itu. Kadang air tidak hidup beberapa hari. Kami kesusahan untuk mandi, minum, dan tidur. Kadang kami dimaki-maki kalau melapor sedang sakit,” ucapnya.

Baca Juga:

Punya Paspor Negara Lain Tak Bikin Status WNI Hilang 

WNI di Sri Lanka Ogah Dievakuasi Meski Krisis Kian Parah 

Banyak Anak Perkawinan Campuran Ingin jadi WNI

Share: Disebut Neraka, 18 WNI Tewas di Tahanan Imigrasi Malaysia