Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan
Pemerintah RI Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Anggaran
untuk Persiapan, Pembangunan, dan Pemindahan Ibu Kota Negara serta
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
“Skema pendanaan Ibu Kota Nusantara dapat bersumber
dari APBN dan sumber lain yang sah, antara lain berupa pemanfaatan Barang Milik
Negara (BMN) dan/atau pemanfaatan Aset Dalam Pengusahaan (ADP) Otorita Ibu Kota
Nusantara, penggunaan skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), dan
keikutsertaan pihak lain termasuk penugasan badan usaha yang sebagian atau
seluruh modalnya dimiliki negara, penguatan peran badan hukum milik negara, dan
pembiayaan kreatif (creative financing),” demikian disebutkan dalam
ketentuan umum peraturan tersebut yang dilihat dalam laman Kementerian
Sekretariat Negara di Jakarta, Rabu.
PP Nomor 17 Tahun 2022 tersebut ditandatangani Presiden
Jokowi pada 18 April 2022.
Selain itu, skema pendanaan dapat berasal dari sumber lain
yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, antara lain
berupa skema pendanaan yang berasal dari kontribusi swasta, pembiayaan kreatif
(creative financing), dan Pajak Khusus IKN dan/atau Pungutan Khusus IKN yang
ditetapkan dengan Peraturan Otorita Ibu Kota Nusantara setelah mendapat
persetujuan DPR RI
Dalam pasal 4 PP tersebut, diatur secara rinci apa saja yang
menjadi sumber pendanaan pembangunan IKN, yaitu:
1. Pendanaan yang bersumber dari surat berharga negara yang
meliputi Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan Surat Utang Negara (ayat 3
dan 4)
2. Pemanfaatan BMN dan/atau pemanfaatan ADP (ayat 5 huruf a
angka 1)
3. Penggunaan skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha
(KPBU) IKN (ayat 5 huruf a angka 2)
4. Keikutsertaan pihak lain, termasuk penugasan badan usaha
yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh negara; penguatan peran badan
hukum milik negara; dan pembiayaan kreatif (ayat 5 huruf a angka 3)
5. kontribusi swasta (ayat 6 huruf a angka 1)
6. Pembiayaan kreatif selain yang dimaksud pada ayat 5 huruf
a angka 3
7. Pajak Khusus IKN dan/atau pungutan Khusus IKN setelah
mendapat persetujuan DPR (ayat 6 huruf a angka 3)
Pelaksanaan skema pendanaan IKN yang bersumber dari APBN
dalam bentuk SUN dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
(pasal 4 ayat 7).
Sedangkan pelaksanaan pembiayaan kreatif ditetapkan oleh
menteri setelah berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional, kementerian/lembaga,
dan/atau Otorita IKN.
Selanjutnya Otorita IKN juga dapat menerbitkan Obligasi
dan/atau Sukuk Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara (pasal 5 ayat 1).
“Penerbitan Obligasi dan/atau Sukuk Pemerintahan Daerah
Khusus IKN dilakukan dengan persetujuan menteri dan mendasarkan pada ketentuan
peraturan perundang-undangan,” demikian disebutkan dalam aturan tersebut.
Selanjutnya pada Pasal 43 mengatur mengenai jenis Pajak
Khusus IKN yang dapat dipungut oleh Otorita IKN yaitu terdiri atas:
a. Pajak Kendaraan Bermotor;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
c. Pajak Alat Berat;
d. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
e. Pajak Air Permukaan;
f. Pajak Rokok;
g. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;
h. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan;
i. Pajak Barang dan Jasa Tertentu atas:
1. Makanan dan/atau Minuman;
2. Tenaga Listrik;
3. Jasa Perhotelan;
4. Jasa Parkir; dan
5. Jasa Kesenian dan Hiburan.
j. Pajak Reklame;
k. Pajak Air Tanah;
L Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; dan
m. Pajak Sarang Burung Walet.
Dalam Pasal 7 diatur bahwa masa persiapan, pembangunan, dan
pemindahan IKN ditetapkan sebagai program prioritas nasional paling singkat 10
tahun dalam rencana kerja pemerintah sejak tahun 2022 atau paling singkat
sampai dengan selesainya tahap 3 penahapan pembangunan IKN.
Pembangunan IKN tahap III adalah pada periode 2030-2034.
Pemerintah memperkirakan total kebutuhan anggaran untuk IKN
mencapai Rp466 triliun yang akan dipenuhi melalui APBN sebesar Rp89,4 triliun,
Rp253,4 triliun dari kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) serta Rp123,2
triliun dari swasta.
Baca Juga