Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta para menterinya untuk berhenti berbicara penundaan pemilihan umum (pemilu) dan perpanjangan masa jabatan presiden.
“Jangan menimbulkan polemik di masyarakat. Fokus kepada bekerja dalam penanganan kesulitan-kesulitan yang kita hadapi. Jangan sampai ada lagi yang menyuarakan lagi mengenai urusan penundaan perpanjangan. Ndaak,” ucapnya dalam sidang Kabinet Paripurna yang disiarkan di Youtube Sekretariat Presiden, Rabu (6/4/2022).
Skema tiga periode: Menanggapi hal itu, Direktur Politik Review (IPR) Ujang Komarudin menilai, Jokowi masih berhasrat untuk menjabat sebagai presiden selama tiga periode. Jokowi, kata dia, tidak menyatakan secara eksplisit untuk meminta wacana presiden tiga periode disetop.
“Wacana dan mobilisasi terkait Jokowi tiga periode ini kan tidak sama sekali disentuh. Kalau penundaan dan perpanjangan kan sudah clear atau sudah jelas tidak mau,” ujar Ujang saat dihubungi Asumsi, Kamis (7/4/2022).
Dampak wacana: Penundaan atau perpanjangan jabatan presiden, kata dia, berimplikasi pada mundurnya jadwal pemilu yang telah ditetapkan digelar 2024 nanti. Sedangkan wacana presiden tiga periode berimplikasi pada Jokowi dapat ikut lagi di Pilpres 2024 nanti.
“Kenapa pak Jokowi tidak menyetop wacana presiden tiga periode, padahal wacana mobilisasi yang berjalan di masyarakat hari ini Jokowi tiga periode itu. Yang membedakan presiden tiga periode dengan penundaan pemilu adalah tetap ada amandemen, tetapi Jokowi ikut Pilpres lagi,” tuturnya.
Menurut Ujang, wacana presiden tiga periode bakal muncul lagi ke depannya. Wacana presiden tiga periode akan disuarakan berbagai pihak. Misalnya, Asossiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) hingga ulama di berbagai daerah.
“Nanti, begini alasannya (Jokowi), lho itu masyarakat kok yang ingin. Toh, masyarakat yang deklrasi kan begitu, saya tidak bisa menghalangi, kan begitu skemanya,” ucapnya.
Tidak ada urgensi: Ia menilai, wacana presiden tiga periode tidak ada urgensinya. Rakyat tidak butuh dan Jokowi semestinya cukup dua periode sesuai konsitusi. Apalagi, Jokowi telah menyatakan akan taat konsitusi ketika merespon wacana itu. Ia menganggap, wacana presiden tiga periode berbahaya, karena membegal konsitusi, mengkhianati reformasi, dan mengangkangi demokrasi.
Tidak jamin berakhir: Sementara itu, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan, pernyataan Jokowi di rapat kabinet tidak menjamin wacana presiden tiga periode akan berakhir.
“Dulu presiden keras menolak tiga periode. Belakang muncul lagi bareng isu penundaan pemilu,” ucapnya.
Ia menilai, ke depan wacana presiden tiga periode bisa muncul lagi jika pelaku tidak disanksi. Apalagi, ada gerilya galang dukungan terhadap wacana presiden tiga periode itu. Ini disertai harapan mendapatkan dukungan partai dan masyarakat.
“Akan selalu berulang,” ujar Adi.
Untungkan segelintir elit: Menurut Adi, perpanjangan masa jabatan tidak ada gunanya.
“Tidak perlu. Tidak bikin rakyat kenang. Tidak bikin dapat kerjaan. Perpanjangan jabatan itu hanya menguntungkan secuil elit,” tuturnya.
Ia menilai, wacana jabatan presiden diperpanjang berbahaya karena tidak mendapatkan legitimasi dari rakyat.
“Kalau jabatan presiden berakhir 2024, lalu diperpanjang otomatis itu enggak ada dasar hukumnya. Tidak ada daulat rakyat,” ucapnya.
Baca Juga:
Nadiem Dorong Bahasa Indonesia jadi Bahasa Resmi ASEAN