General

103 WNA Masuk DPT Jelang Pemilu, Tanda Bahaya?

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Dari Pemilu ke Pemilu, selalu ada saja ada masalah dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Baru-baru ini masyarakat dikejutkan dengan kabar adanya 103 dari 1.680 warga negara asing (WNA) yang memiliki e-KTP tercatat masuk dalam DPT Pemilu 2019. Fakta ini tentu bisa menganggu keberlangsungan Pemilu.

Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan Arif Fakrulloh mengatakan pihaknya menemukan 103 WNA yang terdaftar dalam DPT tersebut. Zudan mengatakan sudah menyerahkan data tersebut kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Kabarnya, 103 WNA itu tersebar di 17 Provinsi dan 54 kabupaten/kota.

“Sudah kita serahkan semua datanya ke KPU dan Bawaslu. Iya diserahkan 103 data,” kata Zudan kepada sejumlah awak media, Senin, 4 Maret 2019.

103 Data WNA Didapat dari Hasil Analisis Kemendagri

Menurut Zudan, data itu ditemukan ketika Kemendagri melakukan analisis terhadap e-KTP WNA dan DPT. Ia mengatakan dari 1.600 WNA yang memiliki e-KTP, ada 103 nama dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) e-KTP yang tercantum dalam DPT. Setelah itu, Kemendagri memberikan data itu kepada KPU.

Zudan sendiri mengaku tak mengerti penyebab masuknya data WNA ke DPT. Sebab, pihak yang memasukan nama pemilih adalah KPU. “Tanya ke KPU, kan yang memasukan ke DPT bukan Kemendagri,” ujarnya.

Atas temuan tersebut, Dukcapil sudah menyelesaikan tugasnya untuk membantu KPU dalam mengecek data. Ia menyerahkan langkah selanjutnya, termasuk pencoretan nama WNA dari DPT, ke KPU sebagai penyelenggara pemilu. “Karena kalau urusan DPT kan KPU. kami menyerahkan data WNA yang masuk ke dalam DPT untuk dihapus,” ucapnya.

“Kalau dari perspektif kami, perspektif aturan, mestinya tidak bisa memilih, tapi kalau urusan pilih memilih kan urusannya penyelenggara pemilu.”

Zudan mengatakan 103 WNA yang terdaftar di DPT berasal dari Amerika Serikat, Eropa, dan Afrika. Meski demikian, Zudan tidak merinci lebih jauh. Ia juga tidak menyebutkan secara rinci negara-negara asal WNA tersebut. “Kisarannya itu Eropa, Afrika yang banyak itu kisarannya bukan negaranya. Kalau kisarannya itu Amerika, Eropa, Afrika,” kata Zudan.

Meski begitu, Zudan sendiri mengatakan tak bermaksud memaksa KPU untuk menindaklanjuti temuan Kemendagri itu. Menurutnya, Kemendagri hanya sekadar membantu KPU untuk menganalisa data pemilih. Selebihnya, KPU yang berwenang untuk mengambil sikap.

“Kalau data kami dipercaya silahkan dipakai, kalau enggak, ya enggak apa-apa, kami tugasnya hanya membantu,” kata Zudan.

KPU Langsung Tindaklanjuti 103 WNA di DPT

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI langsung menindaklanjuti data 103 WNA pemilik e-KTP yang namanya masuk dalam DPT Pemilu 2019 pada Selasa, 5 Maret 2019. KPU sendiri menginstruksikan ke KPU provinsi untuk melakukan verifikasi data dan faktual.

Komisioner KPU Viryan Azis mengatakan, berdasarkan pencermatan KPU, 103 WNA itu tersebar di 17 provinsi dan 54 kabupaten/kota. Ia mengatakan, kegiatan verifikasi ditargetkan selesai dalam satu hari ini dan akan langsung disampaikan hasilnya kepada Dukcapil, Bawaslu, peserta pemilu, dan masyarakat.

“Kegiatan verifikasi meliputi pengecekan data ke daftar pemilih serta penelusuran lapangan menemui WNA tersebut guna memastikan keberadaannya,” kata Viryan kepada awak media di Jakarta, Selasa, 5 Maret 2019.

Viryan menjelaskan bahwa ada tiga kemungkinan mengenai data tersebut. Pertama, 103 nama WNA sudah tidak ada di DPT. Kedua, apabila WNA pemilik KTP elektronik tersebut masuk di DPT, nama mereka akan langsung dicoret. Ketiga, hal lain di luar kedua kemungkinan tersebut yang ditemui di lapangan.

“Kegiatan verifikasi meliputi pengecekan data ke daftar pemilih, penelusuran lapangan menemui WNA tersebut guna memastikan keberadaannya. Apabila WNA pemilik e-KTP tersebut masuk di DPT akan langsung dicoret,” ucapnya.

Bahayanya Jika WNA Masuk dalam DPT

Berdasarkan temuan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), bahwa WNA yang telah terdaftar di DPT itu juga memiliki nomor tempat pemungutan suara (TPS) di hari pemungutan suara 17 April 2019 mendatang. Namun anehnya, dalam DPT, status kewarganegaraan yang tercantum masih WNA, sementara syarat memiliki hak suara mutlak adalah berstatus warga negara Indonesia (WNI).

“Ada ininya juga, nomor TPS-nya segala lengkap. Nama, segala macam, pembedanya warga negara lengkap seperti KTP. Itukan di sistemnya KPU,” kata anggota Bawaslu RI, Mochammad Afifudin, di Jakarta, Selasa, 5 Maret 2019.

Afifudin mengungkapkan temuan tersebut di antaranya terjadi di Cianjur dan Pangandaran, Jawa Barat. Bawaslu berharap agar KPU segera membersihkan DPT dari WNA. Ia mengatakan data WNA yang masuk dalam DPT Pemilu 2019 itu memang berbahaya dan harus segera dibersihkan.

“Memang berbahaya, makanya harus dibersihkan. Segera (Ditjen Dukcapil) disampaikan ke KPU, langsung dihapus dari DPT karena clusternya Dukcapil yang namanya KTP WNI kemudian menjadi DP4, kemudian KTP WNA tidak ada turunannya di DP4,” ucap Afifudin.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mempertanyakan masuknya 103 WNA ke dalam DPT pemilu 2019. “Ini menurut saya skandal besar, enggak boleh ada WNA masuk DPT dan ini lebih dari 100. Ini Membahayakan. Ini menyebabkan orang tidak percaya,” kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 5 Maret 2019.

Fadli Zon yang juga merupakan Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menilai wajar jika hal ini dipermasalahkan dan sejumlah pihak mempertanyakan kinerja KPU. Ia meminta kritik terhadap KPU tak lantas disebut sebagai upaya mendelegitimasi lembaga pemilu.

“Saran dari kami, data DPT yang bermasalah itu dihapus. Dicek kembali, masih ada waktu. Jangan enggan mengecek masukan-masukan yang baik. Ya ini tidak sepenuhnya salah KPU. Data KPU kan dari Kemendagri, itu dari dukcapil, itu datanya banyak sampahnya juga saya kira,” ujarnya.

Di sisi lain, Wakil Ketua Komite I DPD RI Fahira Idris mengatakan, DPT yang tidak valid dan akurat artinya identitas yang menurut undang-undang tidak mempunyai hak pilih, misalnya WNA tidak akan masuk dalam DPT. Sementata, semua WNI yang mempunyai hak memilih, identitasnya tertera atau terdaftar dalam DPT hanya satu kali atau tidak ganda.

“DPT yang tidak valid dan akurat atau ‘tidak bersih’ karena didalamnya masih terdapat identitas orang yang tidak berhak memilih, berpotensi mendelegitimasi pemilu,” kata Fahira dalam keterangan pernya kepada wartawan, Selasa, 5 Maret 2019.

Apalagi, lanjut Fahira, jika di DPT masih terselip WNA. Ini sangat sensitif dan bisa menjadi ‘bola liar’ jika tidak segera diselesaikan. Tentunya, kita semua tidak ingin hal itu terjadi. “Saya mendorong dan memberi semangat kepada KPU untuk menyelesaikan persoalan ini secara tuntas demi kesuksesan pemilu,” ujarnya.

Share: 103 WNA Masuk DPT Jelang Pemilu, Tanda Bahaya?