Kejaksaan Agung (Kejagung) mengatakan bahwa kerugian negara akibat kasus korupsi importasi gula yang melibatkan mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong mencapai Rp578 miliar.
“Berdasarkan hasil perhitungan kerugian keuangan negara yang dinyatakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) adalah Rp578.105.411.622,47. Itu penghitungannya,” kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) pada Kejagung, Abdul Qohar dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (20/1/2025).
Jumlah tersebut meningkat dari sebelumnya hanya ditaksir sebesar kurang lebih Rp400 miliar. Peningkatan taksiran nilai kerugian negara ini seiring dengan penetapan sembilan tersangka baru dalam kasus ini, yang seluruhnya merupakan pihak swasta.
Pasalnya, kata Qohar, penetapan tersangka oleh tim penyidik pada Jampidsus Kejagung dilakukan dengan lebih dahulu memperhitungkan kerugian keuangan negara.
“Seiring dengan perkembangan dan terus di-update oleh penyidik dan penghitungan yang dilakukan oleh BPKP, setelah ada penetapan tersangka perusahaan ini, masuk semua ternyata kerugiannya lebih dari Rp400 miliar dan ini sudah final,” katanya.
Adapun sembilan tersangka baru dalam kasus korupsi impor gula tersebut, yaitu TWN selaku Direktur Utama PT AP, WN selaku Presiden Direktur PT AF, AS selaku Direktur Utama PT SUJ, IS selaku Direktur Utama PT MSI, PSEP selaku Direktur PT MT, HAT selaku Direktur PT DSI, ASB selaku Direktur Utama PT KTM, HFH selaku Direktur Utama PT BMM, dan ES selaku Direktur PT PDSU.
Para tersangka tersebut ditengarai bekerja sama dengan tersangka Charles Sitorus selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI untuk mengimpor gula kristal mentah (GKM) dan mengolahnya menjadi gula kristal putih (GKP). Sementara Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong turut memberikan izin impor GKM kepada sembilan perusahaan itu.
Padahal, perusahaan-perusahaan tersebut hanya memiliki izin sebagai produsen gula rafinasi. Selain itu, pihak yang boleh mengimpor GKP hanyalah BUMN dan yang diimpor haruslah GKP secara langsung.
Dari hasil pengolahan gula di sejumlah perusahaan tersebut, PT PPI seolah-olah membelinya. Padahal, gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta ke pasaran melalui distributor terafiliasi dengan harga Rp16.000 per kilogram yang mana lebih tinggi daripada HET saat itu yang sebesar Rp13.000 per kilogram. Selain itu, PT PPI mendapatkan upah sebesar Rp105 per kilogram.
“Dengan adanya penerbitan persetujuan impor GKM menjadi gula GKP oleh Menteri Perdagangan saat itu, Saudara TTL selaku tersangka, kepada para tersangka yang merupakan pihak swasta, menyebabkan tujuan stabilisasi harga dan pemenuhan stok gula nasional dengan cara operasi pasar pada masyarakat tidak tercapai,” ucap Qohar.
Kejagung menjerat para tersangka memakai Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Dituding Politis
Banyak pihak yang menuding penetapan tersangka terhadap Tom Lembong bersifat politisi. Hal itu mengingat kedekatan Tom dengan sosok potensial yang bakal melawan Presiden Prabowo Subianto dalam Pilpres 2029 mendatang, yakni Anies Baswedan.
Tom Lembong memang dikenal sebagai loyalis dan orang dekat mantan Calon Presiden (Capres) dalam Pilpres 2024 itu. Dalam Pilpres lalu, Anies mengusung ide perubahan. Anies dianggap sebagai sosok antitesis pemerintahan mantan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Akan tetapi, Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan tidak ada unsur politisasi dalam penetapan Tom Lembong sebagai tersangka di kasus dugaan korupsi impor gula periode 2015–2023 pada Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan, penyidikan kasus yang menjerat mantan Co-Captain Tim Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN) pada Pilpres 2024 itu, telah dimulai sejak lama.
Dia mengungkapkan penyidikan terhadap kasus tersebut dimulai sejak Oktober 2023. Selama setahun hingga saat ini, penyidik telah memeriksa sebanyak 90 saksi.
“Kami juga minta penghitungan kerugian uang negara. Kami juga memerlukan ahli, sehingga cukup lama karena perkara ini bukan perkara yang biasa,” kata Qohar dalam konferensi pers di Jakarta pada Selasa (29/10/2024).
Dia menyatakan secara tegas bahwa penyidikan terhadap kasus Tom Lembong berdasarkan alat bukti, bukan politis. Terlebih lagi, pihaknya juga telah memegang sejumlah alat bukti berupa catatan-catatan, dokumen, keterangan saksi, dan keterangan ahli.
“Tidak terkecuali siapa pun pelakunya. Ketika ditemukan bukti yang cukup, maka penyidik pasti akan menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka,” katanya.
Baca Juga:
Tulis Surat dari Penjara, Tom Lembong: Saya Rindu Kebebasan yang Dirampas dari Saya
Kejagung Bakal Periksa Mendag Lain Terkait Kasus Impor Gula Tom Lembong
Hakim Tolak Permohonan Praperadilan Tom Lembong, Status Tersangka Sah