Kementerian Luar Negeri (Kemlu) membantah isu relokasi sebagian warga Gaza ke Indonesia buntut agresi Israel sejak Oktober 2023 lalu. Isu pemindahan warga Gaza ke Indonesia pertama kali diutarakan Utusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk Timur Tengah, Steve Witkoff.
Pria yang banyak dikenal sebagai investor itu menyarankan pemindahan sebagian populasi Gaza ke Indonesia ketika proses rekonstruksi pascaperang di wilayah itu dimulai. Hal itu dikatakan seorang pejabat kepada NBC pada hari Minggu (19/1/2025).
Kemlu menyatakan, pemerintah Indonesia tidak pernah memiliki rencana untuk merelokasi sebagian dari dua juta penduduk Gaza ke Tanah Air.
“Pemerintah RI tidak pernah memperoleh informasi apa pun, dari siapa pun, maupun rencana apapun terkait relokasi sebagian dari dua juta penduduk Gaza ke Indonesia sebagai salah satu bagian dari upaya rekonstruksi pasca konflik,” demikian bunyi rilis Kemlu, pada Selasa (21/1/2025).
Kemlu menegaskan bahwa pemerintah menghindari berspekulasi tentang isu tersebut tanpa adanya informasi yang lebih jelas.
“Indonesia tetap tegas dengan posisi segala upaya untuk memindahkan warga Gaza tidak dapat diterima,” sambung pernyataan itu.
Kontradiktif dengan Perjuangan Palestina
Pemerintah Indonesia berpendapat upaya untuk mengurangi penduduk Gaza dengan merelokasikannya ke Indonesia, hanya akan mempertahankan pendudukan ilegal Israel atas wilayah Palestina. Hal itu juga dinilai sejalan dengan strategi lebih besar yang bertujuan untuk mengusir orang Palestina dari Gaza.
Indonesia juga menekankan bahwa gencatan senjata di Gaza harus menjadi momentum untuk memulai dialog dan negosiasi guna mewujudkan solusi dua negara, sesuai hukum internasional dan parameter internasional yang telah disepakati.
Sebelumnya, Steve Witkoff telah menyarankan pemindahan sebagian populasi Gaza ke Indonesia ketika proses rekonstruksi pascaperang di wilayah itu dimulai. Hal itu dikatakan seorang pejabat kepada NBC pada hari Minggu (19/1/2025).
Menurut pejabat itu, Trump dan timnya masih bekerja mencari solusi jangka panjang untuk Jalur Gaza.
“Jika kita tidak membantu warga Gaza, jika kita tidak memperbaiki kehidupan mereka, jika kita tidak memberikan mereka rasa harapan, akan ada pemberontakan,” ujar pejabat itu, dikutip melalui The Jerusalem Post.
Rencana itu menyusul diberlakukannya gencatan senjata antara Israel-Hamas yang telah berperang di wilayah itu sejak Oktober 2023. Kesepakatan gencatan senjata itu resmi berlaku pada Minggu, 19 Januari 2025.
Perdana Menteri Qatar Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al Thani mengumumkan kesepakatan tersebut dalam konferensi pers pada Rabu (15/1/2025) di Doha, Qatar. Surat kabar Israel, Haaretz, melaporkan, Qatar bersama dengan Mesir, membantu menegosiasikan kesepakatan dengan Israel, sementara pemerintahan AS yang akan datang di bawah Presiden terpilih Donald Trump memberikan tekanan pada pihak Israel.
Presiden AS, Donald Trump telah memperingatkan bahwa akan ada “konsekuensi berat” jika kesepakatan untuk membebaskan warga Israel yang ditahan tidak tercapai sebelum pelantikannya pada 20 Januari. Di antara para tahanan tersebut terdapat warga negara AS.
Isi Kesepakatan
Rincian kesepakatan menyoroti fase awal gencatan senjata selama enam minggu yang mencakup penarikan bertahap pasukan Israel dari Gaza utara dan pembebasan tawanan yang ditahan oleh Hamas serta kelompok bersenjata lainnya sebagai imbalan atas pembebasan tahanan Palestina di Israel.
Menurut rincian kesepakatan yang diperoleh oleh Middle East Eye, 33 tawanan Israel yang ditahan di Gaza akan dibebaskan sebagai bagian dari fase pertama, termasuk sembilan orang yang sakit atau terluka. Sementara Israel akan membebaskan 1.000 tahanan Palestina yang ditangkap sejak 8 Oktober 2023.
Dari 33 tawanan Israel, beberapa pria berusia di atas 50 tahun akan dibebaskan dengan pertukaran tahanan Palestina yang menjalani hukuman seumur hidup dengan rasio 1:3, serta tahanan Palestina lainnya dengan rasio 1:27.
Hisham al-Sayed dan Avera Mengistu, yang telah ditahan di Gaza sebelum perang Israel, akan dibebaskan sebagai imbalan atas 60 tahanan Palestina dan 47 warga Palestina yang ditangkap kembali setelah dibebaskan pada 2011 dalam kesepakatan pertukaran tahanan Gilad Shalit.
Sebagai bagian dari fase pertama, Israel akan mulai menarik diri dari Jalur Gaza, bergerak ke arah timur dari daerah padat penduduk, termasuk dari Koridor Netzarim dan bundaran Kuwait. Koridor Netzarim sepanjang enam kilometer, yang disebut sebagai “poros kematian” oleh warga Palestina, didirikan oleh militer Israel selama perang saat ini.
Koridor ini membentang dari perbatasan Israel dengan Kota Gaza hingga Laut Mediterania dan digunakan oleh pasukan Israel untuk memantau dan mengontrol pergerakan warga Palestina antara Gaza utara dan selatan.
Pada musim panas, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa dalam kesepakatan gencatan senjata, tidak akan ada penarikan pasukan Israel dari wilayah tersebut.
Pasukan Israel akan mundur ke perimeter sejauh 700 meter dari perbatasan dengan Gaza, kecuali di lima titik lokal di mana perimeter akan bertambah 400 meter tambahan, sebagaimana ditentukan oleh Israel.
Adapun Koridor Philadelphi selebar 14 km, yang membentang sepanjang perbatasan Gaza dengan Mesir, Israel akan mengurangi pasukannya dari zona penyangga selama fase pertama.
Baca Juga:
AS Sarankan Pemindahan Populasi Gaza ke Indonesia
Israel Ingin Gunakan Uang Pajak Palestina untuk Bayar Utang Listrik Rp8,8 T
Pemerintah Palestina ‘Ngemis’ Pendanaan Keamanan dari AS untuk Berangus Kelompok Perlawanan