Perusahaan jaringan kedai kopi global Starbucks membatalkan kebijakan yang sebelumnya memungkinkan siapa saja untuk nongkrong di kafenya atau menggunakan toilet tanpa melakukan pembelian.
Aturan baru ini merupakan bagian dari upaya yang lebih besar untuk meningkatkan pengalaman di kafe Starbucks dan mencegah orang-orang tunawisma serta pelanggan non-pembeli yang hanya menggunakan Starbucks sebagai tempat berlindung dan akses toilet.
Namun, kebijakan ini membalik keputusan sebelumnya yang diberlakukan setelah salah satu bencana hubungan masyarakat terbesar perusahaan ini.
Tujuan untuk Tarik Pelanggan
Kode etik baru, yang diumumkan kepada kedai mereka di seluruh Amerika Serikat (AS), pada Senin (13/1/2025), merupakan bagian dari strategi CEO Brian Niccol untuk menarik kembali pelanggan, meningkatkan penjualan yang merosot, dan memperbaiki hubungan dengan pekerja. Kebijakan ini berlaku untuk semua lokasi di Amerika Utara dan akan dipasang di pintu toko.
“Perubahan ini adalah langkah praktis yang membantu kami memprioritaskan pelanggan yang membayar, yang ingin duduk dan menikmati kafe kami atau menggunakan toilet selama kunjungan mereka,” kata juru bicara Starbucks dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip melalui CNN.
“Dengan menetapkan ekspektasi yang jelas untuk perilaku dan penggunaan ruang kami, kami dapat menciptakan lingkungan yang lebih baik untuk semua orang,” tambahnya.
Perubahan lain termasuk larangan mengemis, diskriminasi, konsumsi alkohol dari luar, dan vaping, sesuai dengan kebijakan yang dipublikasikan secara online. Para karyawan akan menerima pelatihan tentang kebijakan baru ini.
Starbucks juga berusaha memberi insentif kepada pelanggan untuk tetap berada di kafe mereka daripada memesan untuk dibawa pulang, dengan memberikan keuntungan untuk pesanan di tempat. Mulai 27 Januari, semua pelanggan dapat mendapatkan satu isi ulang kopi panas atau dingin secara gratis yang disajikan dalam mug keramik atau gelas yang dapat digunakan kembali. Sebelumnya, keuntungan ini hanya berlaku untuk anggota program loyalitas Starbucks.
Toilet Umum
Keputusan Starbucks ini merupakan pembalikan dari hubungan mereka yang berubah-ubah mengenai akses toilet untuk masyarakat umum.
Pembatasan akses toilet ini terjadi di tengah kurangnya akses toilet umum di banyak kota dan pinggiran kota di AS. Hal ini membuat perusahaan swasta seperti Starbucks, McDonald’s, dan rantai lainnya mengisi kekosongan tersebut.
Membuka toilet dan kafe untuk masyarakat umum telah membantu Starbucks membranding dirinya sebagai “tempat ketiga” antara tempat kerja dan rumah, serta membawa calon pelanggan ke dalam toko. Namun, kebijakan ini juga menciptakan tantangan bagi karyawan dan pelanggan.
Kebijakan pintu terbuka ini dimulai pada tahun 2018 setelah dua pria kulit hitam ditangkap di sebuah lokasi di Philadelphia saat menunggu seorang teman. Salah satu pria tersebut mengatakan bahwa dia meminta untuk menggunakan toilet tak lama setelah masuk dan diberitahu bahwa toilet hanya untuk pelanggan yang membayar. Insiden ini terekam dalam kamera dan berubah menjadi bencana hubungan masyarakat bagi Starbucks.
Pada tahun 2022, mantan CEO Starbucks, Howard Schultz, mengatakan bahwa mungkin perusahaan tidak dapat terus membuka toilet mereka, dengan alasan meningkatnya masalah kesehatan mental yang menjadi ancaman bagi staf dan pelanggan. Pada tahun yang sama, Starbucks menutup lebih dari selusin lokasi, terutama di area pusat kota, dengan alasan masalah keamanan.
“Ini adalah contoh lain dari komplikasi yang disebabkan oleh kurangnya toilet umum di AS, serta perubahan sikap Starbucks — terkadang diuntungkan oleh kurangnya infrastruktur publik, tetapi juga dirugikan oleh hal yang sama,” kata Bryant Simon, seorang sejarawan di Universitas Temple yang telah menulis buku tentang Starbucks dan saat ini sedang mengerjakan buku tentang toilet umum di Amerika Serikat.
Baca Juga:
Imbas Boikot Produk Israel, Ribuan Karyawan Starbucks Timteng Kena PHK
Starbucks Hengkang dari Pasar Rusia
Starbucks Pecat 7 Pegawai Diduga karena Ikut Serikat Pekerja