Seorang prajurit pasukan khusus Amerika Serikat (AS) melakukan pemboman menggunakan Tesla Cybertruck di luar Trump International Hotel di Las Vegas, pekan lalu. Polisi menyebut bahwa pelaku pengeboman, Sersan Mayor Pasukan Khusus Angkatan Darat AS, Matthew Livelsberger menggunakan platform kecerdasan buatan ChatGPT untuk menyusun rencana aksinya.
Sheriff Departemen Kepolisian Metropolitan Las Vegas, Kevin McMahill mengatakan, Livelsberge memanfaatkan platform besutan OpenAI itu untuk meneliti jumlah bahan peledak yang dibutuhkan, tempat membeli kembang api, dan cara membeli ponsel tanpa memberikan informasi identitas.
“Kami tahu bahwa AI akan mengubah permainan pada suatu saat dalam kehidupan kita,” kata McMahill dalam konferensi pers di Las Vegas, pada Selasa (7/1/2025) waktu setempat, dikutip melalui CBS News.
“Ini adalah insiden pertama yang saya ketahui di tanah AS di mana ChatGPT digunakan untuk membantu seseorang membangun perangkat tertentu,” tambahnya.
Sementara itu, seorang juru bicara OpenAI, mengatakan kepada CBS News bahwa perusahaan berkomitmen untuk memastikan kecerdasan buatan digunakan secara bertanggung jawab.
“Model kami dirancang untuk menolak instruksi berbahaya dan meminimalkan konten berbahaya. Dalam kasus ini, ChatGPT merespons dengan informasi yang sudah tersedia secara publik di internet dan memberikan peringatan terhadap aktivitas berbahaya atau ilegal,” kata juru bicara OpenAI.
“Kami bekerja sama dengan penegak hukum untuk mendukung penyelidikan mereka,” sambungnya.
Asisten Sheriff Las Vegas, Dori Koren mengatakan, tinjauan terhadap catatan di ponsel Livelsberger menunjukkan bahwa Livelsberger percaya ada orang-orang yang mengikutinya. Catatan itu, berjudul “surveillance” atau “surveil,” lebih berupa jurnal aktivitas dia. Catatan tersebut mencakup rincian kegiatan Livelsberger menjelang pengeboman, termasuk pembelian senjata dan pengambilan Cybertruck sebagai mobil sewaan.
Log tersebut menunjukkan bahwa Livelsberger sempat mempertimbangkan untuk melaksanakan rencana pengeboman di Arizona di Skywalk kaca Grand Canyon. Menurut Koren penyelidik tidak tahu kapan atau mengapa Livelsberger mengubah rencananya.
Polisi Las Vegas juga mengatakan mereka telah menemukan dokumen enam halaman yang sedang ditinjau dengan bantuan Pentagon. Beberapa materi dalam dokumen itu mungkin dirahasiakan.
Aksi Bunuh Diri
Minggu lalu, Biro Investigasi Federal AS (FBI) mengatakan bahwa penyelidik telah menentukan bahwa pengeboman kemungkinan besar adalah aksi bunuh diri. Mereka bilang bahwa informasi yang ditemukan oleh penyelidik federal dan Angkatan Darat menunjukkan bahwa Livelsberger kemungkinan menderita gangguan stres pascatrauma (PTSD), serta masalah keluarga dan keluhan pribadi yang mungkin berkontribusi pada tindakannya.
Seorang juru bicara Angkatan Darat mengonfirmasi kepada CBS News dalam sebuah pernyataan bahwa Livelsberger telah menerima konseling melalui program Preservation of the Force and Family.
“Livelsberger tidak memiliki catatan kriminal. Dia tidak berada di radar FBI atau Departemen Kepolisian Metropolitan Las Vegas sebelum ledakan tersebut,” kata McMahill.
Pejabat sebelumnya mengatakan Livelsberger tidak memiliki kebencian terhadap Presiden terpilih Donald Trump, kendati dia melakukan aksi bunuh diri di depan hotel milik presiden terpilih AS itu.
Baca Juga:
Hay’at Tahrir al-Sham (HTS) Bungkam Soal Bombardir Israel terhadap Suriah
Israel Serang Gaza Utara Pakai Bom Robot, Langgar Hukum Internasional
Kantor Redaksi Media di Papua Dapat Teror Bom Molotov, Diduga Akibat Beritakan Kondisi Papua