Internasional

Kecelakaan Jeju Air Sebabkan 179 Orang Tewas, Diduga Akibat ‘Bird Strike’

Yopi Makdori — Asumsi.co

featured image
Detik-Detik Kecelakaan Pesawat Jeju Air/X @Marchfoward

Pesawat maskapai penerbangan Korea Selatan, Jeju Air mengalami kecelakaan akibat kegagalan pada roda pendaratan pesawat di Bandara Internasional Maun, Korea Selatan, pada Minggu (29/12/2024) waktu setempat. Peristiwa itu dianggap sebagai insiden kecelakaan pesawat paling mematikan di negara tersebut, karena menewaskan 179 orang dari 181 penumpang dan awak kabin di dalamnya.

Tragedi itu ditengarai dipicu oleh tabrakan pesawat jenis Boeing 737-800 tersebut dengan burung alias ‘bird strike‘, namun para ahli mempertanyakan apakah tabrakan dengan burung dapat menyebabkan kegagalan pada roda pendaratan pesawat.

Rekaman yang mengerikan menunjukkan pesawat tersebut meluncur di landasan pacu sebelum menabrak dinding bata dan meledak menjadi kobaran api. Mereka yang selamat hanya dua anggota awak yang duduk di bagian belakang pesawat.

Pejabat Korea Selatan mengatakan mereka sedang menyelidiki penyebab kecelakaan, termasuk kemungkinan tabrakan dengan burung, setelah terungkap bahwa pengendali lalu lintas udara telah memperingatkan pilot tentang risiko tabrakan hanya tiga menit sebelum pesawat menukik ke landasan pacu. Satu menit setelah peringatan itu, pilot mengeluarkan panggilan darurat (mayday).

Menurut media lokal, seorang penumpang dalam penerbangan tersebut mengirim pesan teks kepada anggota keluarganya yang mengatakan bahwa seekor burung “terjebak di sayap” dan pesawat tidak dapat mendarat.

“Haruskah saya meninggalkan kata-kata terakhir saya?” tulis penumpang itu kemudian.

Berdasarkan aturan penerbangan global, Korea Selatan akan memimpin investigasi sipil atas kecelakaan tersebut dan secara otomatis melibatkan National Transportation Safety Board di Amerika Serikat, tempat pesawat tersebut dirancang dan dibuat. Jeju Air mengklaim bahwa kecelakaan tersebut bukan disebabkan oleh “masalah perawatan apa pun.”

“Perekam data penerbangan ditemukan pada pukul 11.30 waktu setempat (02.30 GMT), sekitar dua setengah jam setelah kecelakaan, dan perekam suara kokpit ditemukan pada pukul 14.24,” kata rilis Kementerian Transportasi Korea Selatan, seperti dikutip melalui The Independent, pada Senin (30/12/2024).

Namun, penyelidik kemudian mengatakan kepada kantor berita Korea Selatan Yonhap bahwa perekam suara tersebut mengalami kerusakan dan decoding-nya bisa memakan waktu hingga satu bulan.

Ahli penerbangan yang juga editor Airline News, Geoffrey Thomas bilang menggambarkan perekam data penerbangan sebagai “detak jantung pesawat” yang seharusnya memberikan petunjuk tentang bagaimana kecelakaan itu terjadi. Ia memperkirakan kemungkinan ada beberapa alasan penyebab kecelakaan tersebut.

Namun, para ahli mengatakan kecil kemungkinan bahwa tabrakan dengan burung menjadi satu-satunya penyebab kerusakan pada roda pendaratan.

“Tabrakan dengan burung bukanlah hal yang tidak biasa, masalah dengan roda pendaratan juga tidak jarang. Tabrakan dengan burung terjadi jauh lebih sering, tetapi biasanya tidak menyebabkan hilangnya pesawat dengan sendirinya,” kata Thomas.

Pakar keselamatan penerbangan Australia, Geoffrey Dell juga mengamini hal ini. Dia mengatakan belum pernah mendengar kasus tabrakan dengan burung mengganggu roda pendaratan pesawat.

“Saya belum pernah melihat tabrakan dengan burung mencegah roda pendaratan untuk diturunkan,” katanya.

Dell menerangkan, tabrakan dengan burung mungkin memengaruhi mesin CFM International jika sekawanan burung tersedot ke dalamnya, tetapi hal itu tidak akan langsung mematikan mesin. Sehingga memberikan waktu bagi pilot untuk menangani situasi.

Para ahli juga mempertanyakan mengapa pilot tidak memiliki waktu untuk memperlambat, seperti yang biasanya dilakukan selama pendaratan darurat dengan badan pesawat.

“Anda datang dengan bahan bakar seminimal mungkin, petugas pemadam kebakaran bersiap di lokasi, menyemprotkan busa di landasan pacu, dan Anda mendarat di ujung terjauh landasan pacu. Biasanya, situasinya berakhir dengan baik,” katanya.

Pesawat Jeju Air dengan nomor penerbangan 7C2216 itu mengudara dari ibu kota Thailand, Bangkok, membawa puluhan wisatawan yang sedang menikmati liburan Natal. Di antara penumpang, terdapat lima anak-anak berusia di bawah 10 tahun, termasuk seorang balita berusia tiga tahun.

Baca Juga:

Polisi Tetapkan Sopir Truk Trailer Jadi Tersangka Kecelakaan Tol Cipularang

Kronologi Kecelakaan Beruntun di Tol Cipularang yang Libatkan Belasan Kendaraan

Aksi Heroik Dua Lansia di Blora, Kibarkan Kaos Merah Cegah Kecelakaan Kereta

Share: Kecelakaan Jeju Air Sebabkan 179 Orang Tewas, Diduga Akibat ‘Bird Strike’