Pemerintah memastikan bahwa transaksi uang elektronik jadi salah satu layanan yang terdampak kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengatakan, transaksi uang elektronik sebagaimana yang telah diatur merupakan objek pajak yang tidak bebas PPN.
“Perlu kami tegaskan bahwa pengenaan PPN atas jasa layanan uang elektronik sudah dilakukan sejak berlakunya UU PPN Nomor 8 Tahun 1983 yang berlaku sejak 1 Juli 1984, artinya bukan objek pajak baru,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Mayarakat DJP, Dwi Astuti kepada media di Jakarta, Jumat (20/12/2024).
UU PPN ini telah diperbarui dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang menjadi dasar hukum pemerintah mulai menaikkan PPN 12 persen pada awal 2025 mendatang.
Dalam beleid tersebut, layanan uang elektronik tidak termasuk objek yang dibebaskan dari PPN. Sehingga, ketika pemerintah menaikkan PPN menjadi 12 persen, maka tarif tersebut juga berlaku bagi transaksi uang elektronik.
Aturan lebih terperinci mengenai pengenaan PPN terhadap transaksi uang elektronik, atau layanan teknologi finansial (fintech) secara umum diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 69 Tahun 2022.
Adapun layanan yang dikenakan PPN di antaranya uang elektronik (e-money), dompet elektronik (e-wallet), gerbang pembayaran, switching, kliring, penyelesaian akhir, dan transfer dana.
Pengenaan PPN berlaku untuk biaya layanan atau komisi yang dibebankan kepada penyelenggara. Misalnya, biaya layanan registrasi, pengisian ulang saldo (top-up), pembayaran transaksi, transfer dana, dan tarik tunai untuk uang elektronik.
Hal semisal juga berlaku pada layanan dompet elektronik, termasuk biaya pembayaran tagihan dan layanan paylater. PPN juga dikenakan pada biaya merchant discount rate (MDR).
PPN hanya dikenakan terhadap biaya transaksi yang dibebankan oleh penyelenggara kepada konsumennya. Semisal ketika pengguna melakukan top-up saldo uang elektronik dan dikenakan biaya administrasi, maka biaya administrasi tersebut yang dikenakan PPN.
Contoh Perhitungan PPN
Sebagai contoh begini, jika biaya administrasi top-up adalah Rp1.000 dan tarif PPN yang berlaku saat ini sebesar 11 persen, maka PPN yang harus dibayar adalah Rp110, sehingga total biaya menjadi Rp1.110.
Jika PPN naik menjadi 12 persen, maka PPN yang perlu dibayar sebesar Rp120, sehingga total biaya menjadi Rp1.120. Sedangkan ketika pengguna hanya mentransfer uang atau menggunakan saldo tanpa biaya tambahan, maka tidak ada PPN yang dikenakan.
Baca Juga:
Ketum PBNU Ajak Masyarakat Dengar Penjelasan Utuh Pemerintah terkait PPN 12 Persen
Petisi Tolak Kenaikan PPN 12 Persen Dapat Dukungan Ratusan Ribu Warganet