Komisi Yudisial (KY) memecat tiga hakim yang membebaskan Gregorius Ronald Tannur (GRT) dalam perkara dugaan pembunuhan terhadap Dini Sera Afrianti. Ketiganya ialah Erintuah Damanik, Mangapul, serta Heru Hanindyo.
Pemecatan terhadap ketiganya lantaran mereka terbukti melanggar Kode Etik Pedoman dan Perilaku Hakim (KEPPH) saat mengadili kasus dugaan pembunuhan mendiang Dini Sera alias Andini. Ketiganya dijatuhkan sanksi pemecatan dengan hak pensiun dalam Sidang Pleno oleh anggota KY yang berjumlah tujuh orang, pada Senin (26/8/2024).
Hasil sidang itu lantas disampaikan Anggota Komisi Yudisial dan Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi, Joko Sasmito dalam rapat bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (26/8/2024).
“Para terlapor terbukti melanggar KEPPH, dengan klasifikasi tingkat pelanggaran berat,” ujar Joko.
Joko menerangkan sejumlah pelanggaran yang dilakukan ketiga hakim pada Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur tersebut. Misalnya seperti, perbedaan fakta-fakta hukum dan pertimbangan hukum terkait unsur-unsur pasal dakwaan antara yang dibacakan di persidangan dengan yang tercantum dalam salinan putusan perkara Nomor 454/Pid.B/2024/PN.Sby.
Ketiganya juga kedapatan berbeda saat membacakan pertimbangan hukum tentang penyebab kematian korban Andini dengan apa yang termaktub dalam hasil visum et repertum, serta keterangan saksi ahli dr Renny Sumino dari RSUD Dr Soetomo Surabaya.
Joko menyebut para hakim juga absen untuk mempertimbangkan barang bukti berupa CCTV di area parkir basement Lenmarc Mall yang diajukan oleh penuntut umum dalam sidang pembacaan putusan. CCTV itu berisi dugaan penganiayaan terdakwa terhadap Andini.
Diketahui, keluarga Dini Sera Afriyanti alias Andini melaporkan tiga hakim yang memvonis bebas Ronald Tannur ke Bawas MA, pada Rabu (31/7/2024). Laporan tersebut merupakan tindak lanjut dari laporan mereka ke Komisi Yudisial (KY) beberapa hari sebelumnya.
Tiga hakim pada PN Surabaya diketahui menjatuhkan vonis bebas terhadap Ronald Tannur atas pertimbangan sejumlah hal. Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik mengatakan, pihaknya menilai terdakwa yang merupakan putra anggota DPR RI dari PKB Edward Tannur itu masih punya itikad baik terhadap korban.
Pasalnya Ronald Tannur masih berupaya melakukan pertolongan terhadap korban di saat masa-masa kritis. Menurut hakim, kematian korban bukan karena luka dalam akibat penganiayaan yang diduga dilakukan oleh terdakwa. Hakim menilai kematian Dini Sera Afriyanti disebabkan oleh minuman keras yang dikonsumsinya.
“Karena ada penyakit lain disebabkan minum-minuman beralkohol saat karaoke sehingga mengakibatkan meninggalnya Dini,” kata Erintuah Damanik di PN Surabaya, Rabu (24/7/2024).
Sehingga hakim menilai terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 338 KUHP dan Pasal 351 ayat (3) KUHP, serta Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara tersebut menuntut Ronald Tannur selama 12 tahun penjara dalam perkara itu. Jaksa menganggap terdakwa terbukti melanggar Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan.
Baca Juga:
Badan Pengawasan MA Berencana Periksa Hakim yang Bebaskan Ronald Tannur
Pertimbangan Hakim Vonis Bebas Ronald Tannur dalam Perkara Pembunuhan