Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menolak gugatan yang meminta lembaga itu mengubah aturan yang melarang mantan gubernur untuk menjadi cawagub di daerah yang sama. Perkara dengan nomor 71/PUU/XXII/2024 dan Nomor 73/PUU-XXII/2024 itu menggugat UU Pilkada yang melarang mantan gubernur mencalonkan diri sebagai calon wakil gubernur di daerah yang sama ketika dirinya menjadi gubernur.
Gugatan perkara pertama dilayangkan oleh mantan Gubernur Kepulauan Riau, Isdianto. Keputusan itu dibacakan dalam Sidang MK di Gedung MK, Jakarta, Selasa (20/8/2024).
Hakim Konstitusi Saldi Isra menganggap permohonan yang diajukan Isdianto tidak jelas atau kabur. Sebab dia menilai, secara formal rumusan yang dimohonkan dalam perkara ini bukanlah rumusan petitum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf d Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021.
Terlebih, petitum yang demikian tidak sesuai dengan kelaziman petitum dalam perkara pengujian undang-undang di MK. Dengan demikian, karena petitum Pemohon tidak sesuai dengan rumusan petitum sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 10 ayat (2) huruf d PMK 2/2021.
“Karena petitum permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur (obscuur) sehingga tidak memenuhi syarat formil permohonan sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (2) PMK 2/2021, Mahkamah tidak mempertimbangkan kedudukan hukum dan permohonan lebih lanjut,” kata Saldi.
Dalam perkara Nomor 73/PUU-XXII/2024, MK juga menolak gugatan yang dilayangkan John Gunung Hutapea, dan kawan-kawan itu. Saldi Isra mengatakan, keberlakuan norma Pasal 7 ayat (2) huruf o UU Pilkada tidak merugikan atau menghalangi hak konstitusional para pemohon untuk berpartisipasi mengajukan diri sebagai calon kepala daerah.
Adapun bunyi lengkap aturan dimaksud adalah:
“Belum pernah menjabat sebagai Gubernur untuk calon Wakil Gubernur, atau Bupati/Walikota untuk Calon Wakil Bupati/Calon Wakil Walikota pada daerah yang sama;”
MK menilai bahwa pengaturan dimaksud tidak menghalangi para pemohon, tetapi membatasi orang yang pernah menjabat sebagai gubernur untuk calon wakil gubernur atau bupati/wali kota untuk calon wakil bupati/wakil wali kota pada daerah yang sama.
“Artinya, jika benar-benar ingin berpartisipasi membangun daerah dengan cara mengikuti kontestasi pemilihan kepala daerah atau wakil kepala daerah, para Pemohon seharusnya berupaya mencari calon wakil kepala daerah yang tidak terhambat oleh ketentuan norma Pasal 7 ayat (2) huruf o UU Pilkada,” ujarnya.
Putusan ini memupuskan kans mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok untuk dipasangkan sebagai Cawagub bersama Anies Baswedan pada Pilkada Jakarta 2024.
Baca Juga:
PDIP Ungkap 150 Daerah dengan Skenario Lawan Kotak Kosong pada Pilkada 2024