Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk mengizinkan partai politik (parpol) yang minimal mempunyai 7,5 persen suara untuk mencalonkan pasangan calon gubernur-wakil gubernur di provinsi yang berpenduduk 6-12 juta jiwa. Hal itu termaktub dalam putusan perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora, pada sidang di Gedung MK, Jakarta, Selasa (20/8/2024).
Dalam amar putusannya, MK menyatakan provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, maka partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di provinsi tersebut untuk dapat mendaftarkan pasangan calon.
Putusan MK ini mengubah isi Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada yang semula berbunyi:
“Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.”
MK menilai bahwa Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada inkonstitusional. Sebab esensi pasal tersebut sama dengan penjelasan Pasal 59 ayat (1) UU 32/2004 yang sebelumnya telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK. MK mengatakan pembentuk UU malah memasukkan lagi norma yang telah dinyatakan inkonstitusional dalam pasal UU Pilkada.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan, jika hal itu dibiarkan maka dapat mengancam proses berdemokrasi di Indonesia.
“Jika dibiarkan berlakunya norma Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 secara terus menerus dapat mengancam proses demokrasi yang sehat,” Enny Nurbaningsih sebagaimana dikutip melalui sidang yang disiarkan secara daring.
Sebab itu menurut Enny, Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 telah kehilangan pijakan dan tidak ada relevansinya untuk dipertahankan. Sehingga harus pula dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 alias konstitusi.
Inkonstitusionalitas Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada ini berefek domino pada pasal lain, yakni Pasal 40 ayat (1). Sebab keberadaan pasal tersebut merupakan tindak lanjut dari Pasal 40 ayat (1) UU 10/2016.
Adapun bunyi pasal 40 ayat (1) UU Pilkada sebelum diubah adalah:
“Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan.”
Adapun bunyi lengkap amar putusan MK yang mengubah isi pasal 40 ayat (1) UU Pilkada adalah sebagai berikut:
Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:
Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota:
Baca Juga:
Support UMKM Kopi Lokal, Zita Anjani Janji Keliling Gerai dan Borong Kopi
Cak Imin: Proses Politik Begitu Cepat, Saya Minta Mas Anies Sabar
PDIP Terus Upayakan Anies Bisa Maju Pilkada Jakarta, Siapkan Hendrar Prihadi Sebagai Wakilnya