Seperti halnya pemerintah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan juga memberi kewajiban kepada pemerintah daerah (pemda) untuk memfasilitasi inisiatif masyarakat dalam memajukan kebudayaan. Untuk meningkatkan mutu programnya, pemda dapat mengadopsi konsep pekan kebudayaan nasional (PKN). Yaitu, dengan menyelenggarakan pekan kebudayaan daerah (PKD).
Beda PKN dan PKD
PKN menjadi ruang untuk memfasilitasi interaksi budaya dan keberagaman ekspresi dari berbagai daerah di Indonesia. Sedangkan PKD merupakan upaya menghadirkan ruang pertemuan dan pertukaran yang sama dengan PKN di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi. PKD menjadi angin segar bagi para seniman dan pelaku budaya di daerah yang belum berkesempatan untuk terlibat dalam gelaran PKN.
Melalui PKD, pemda bisa mengembangkan dan melestarikan potensi kebudayaan daerah. PKD juga berpotensi menyebabkan efek berganda (multiplier effect). PKD tidak hanya sebagai sarana untuk promosi kebudayaan daerah, melainkan juga memperkenalkan pariwisata lokal. Bahkan, gelaran PKD dapat menggerakkan perekonomian masyarakat. Khususnya, pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang mengembangkan komoditas unggulan berbasis objek pemajuan kebudayaan yang menjadi ciri khas dari daerahnya.
PKD pada dasarnya merupakan ajang untuk menggali potensi di tingkat kota/kabupaten, sehingga membantu pemda menemukan kebudayaan yang bisa mewakili identitas daerahnya. PKD menjadi proses inisiatif pemajuan kebudayaan yang muncul dari tingkat paling bawah sekaligus perwujudan dari sistem berjenjang dalam PKN.
Maksudnya, berbagai hasil cipta, rasa, dan karya dari daerah diperkenalkan melalui PKD di tingkat kabupaten/kota. Hasilnya, yang terpilih akan dipromosikan lewat PKD di tingkat provinsi dan bisa diikutkan dalam gelaran PKN jikalau terpilih untuk mewakili daerahnya. Misalnya, Sanggar Seni Sipaumat yang tampil dalam PKD Provinsi Sumatera Barat tahun 2022 dan berlanjut terlibat dalam rangkaian PKN pada 2023 lalu.
Seniman dan pelaku budaya yang terpilih dari PKD akan mewakili daerahnya untuk mengikuti PKN. Jadi, yang dipilih adalah seniman dan pelaku budaya dengan karya unggulan berbasis objek pemajuan kebudayaan di daerahnya masing-masing.
Sebagai ruang untuk memfasilitasi keberagaman ekspresi budaya, kehadiran PKD juga akan memotivasi para seniman dan pelaku budaya untuk lebih kreatif serta inovatif dalam berkarya untuk memajukan daerahnya.
Namun, sebaiknya PKD dirancang untuk menumbuhkan semangat kebersamaan ketimbang persaingan. PKD sudah sepatutnya membangun kesadaran komunal atas kepemilikan kebudayaan daerah, bukan hanya memfasilitasi warga untuk berprestasi secara individual. Maka, tujuan diselenggarakan PKD semestinya lebih pada mendorong keberagaman dalam berekspresi dan merangsang interaksi kreatif antar budaya.
Tujuan diselenggarakannya PKD juga berkaitan dengan upaya memberikan ruang bagi seniman dan pelaku budaya untuk dapat saling belajar mengenai metode memajukan kebudayaan dari seluruh peserta yang hadir. PKD diharapkan bisa melahirkan kebudayaan di daerah yang semakin inklusif seiring terbiasanya sikap menghargai dan menghormati di antara sesama masyarakat. Dengan demikian, penyelenggaraan PKD akan ikut andil dalam memperkuat ekosistem kebudayaan di Indonesia.
Peran Pemda sebagai Fasilitator
Sudah seharusnya pemda menganggap kebudayaan di wilayahnya sebagai sumber daya yang bisa meningkat perekonomian daerah dan mensejahterakan masyarakat. Salah satu upaya untuk mengoptimalkan potensi kebudayaan di daerah dapat ditempuh dengan menggelar PKD. Diselenggarakannya PKD dalam arti lain menunjukkan perwujudan dari peran pemda sebagai fasilitator kegiatan kebudayaan dari inisiatif masyarakat.
Sebagai fasilitator, pemda dapat menyediakan sarana dan prasarana, serta bantuan dana penyelenggaraan kegiatan budaya. Selain membantu dengan menggelontorkan dana, pemda juga perlu memudahkan perizinan dan pemanfaatan ruang publik, seperti taman, sungai, sampai jalan, untuk kegiatan budaya.
Di sisi lain, sebagai ruang dialog, PKD mendekatkan pemda dengan masyarakat. Dampaknya, kolaborasi antara pemda dan masyarakat dalam merumuskan strategi kebudayaan daerah untuk menjawab tantangan di tingkat regional, nasional, maupun global semakin baik. Misalnya, PKD dijadikan menjadi ruang untuk menyampaikan visi dan harapan pengembangan pariwisata di Kabupaten Tuban.
PKD tahun 2023 di Tuban mengubah Desa Sukorejo menjadi destinasi wisata berbasis budaya. Salah satunya terkait upaya meningkatkan penggunaan bahasa Jawa, Indonesia, dan Inggris dalam menyampaikan produk wisata.
PKD sebagai Benchmark
Seluruh seni dan budaya yang dipentaskan dalam PKD mewakili konsepsi kebudayaan yang tumbuh di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi. Jadi, memang sudah sepantasnya PKD menjadi benchmark dari pelaksanaan kegiatan kebudayaan di daerah. Oleh karena itu, sebaiknya PKD diupayakan untuk diselenggarakan dengan anggaran yang disesuaikan kemampuan masing-masing pemda.
Diselenggarakannya PKD sudah menunjukkan pemda dan kebudayaan di daerahnya berkontribusi dalam melestarikan kebudayaan Indonesia. Apalagi, kalau seni dan budaya yang dipentaskan dalam PKD, juga berpartisipasi di PKN untuk mewakili daerahnya. Sebagai bagian dari sistem berjenjang dalam PKN, penyelenggaraan PKD harus direncanakan secara matang.
Misalnya, PKD diselenggarakan pada tahun yang berbeda dengan PKN. Dalam hal ini, PKN diselenggarakan dengan format dua tahunan (biennale) di tahun ganjil seperti 2019, 2021, 2023, dan seterusnya. Sedangkan PKD diselenggarakan di setiap tahun genap. Kalender event PKD justru lebih penting untuk dikoordinasikan antar pemda.
Tujuannya agar rangkaian PKD bisa saling terhubung dari satu daerah ke daerah lain untuk memberikan manfaat pertukaran pengetahuan di antara seniman dan pelaku budaya. Kalender event PKD yang lebih terprogram berpotensi mampu menjaring kebudayaan unik dari akar rumput yang mampu merepresentasikan daerah tersebut sebagai bagian dari rajutan kebhinekaan budaya bangsa.
Pemda perlu memperbaiki ruang publik untuk penyelenggaraan kegiatan kebudayaan demi meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengikuti PKD. Sehingga, PKD menjadi momentum perbaikan layanan ruang publik untuk penyelenggaraan kegiatan kebudayaan, yang dapat berupa peningkatan kualitas sarana prasarana, hingga pemerataan jumlah infrastruktur.
Penyelenggaraan PKD dan berbagai kegiatan kebudayaan sangat mempengaruhi jati diri suatu daerah. Jadi, seyogianya setiap pemda memajukan kebudayaan di daerahnya agar bisa menjadi karakter dari kabupaten/kota maupun provinsi yang diurusnya. Maka, bagi pemda-pemda yang belum pernah menyelenggarakannya, sudah saatnya mengajak masyarakatnya untuk ikut serta dalam menggelar PKD sebagai platform pengembangan kualitas tata kelola kegiatan kebudayaan di daerah masing-masing.