Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa tiga mantan pejabat ESDM Provinsi Bangka Belitung merugikan negara sebesar Rp300 triliun dalam kasus korupsi timah. Ketiganya ialah mantan Kabid Pertambangan Mineral Logam, Dinas ESDM Kepulauan Bangka Belitung (Babel) Amir Syahbana (AS), kemudian mantan Kepala Dinas ESDM Kepulauan Babel, Suranto Wibowo (SW), serta mantan Kepala Dinas ESDM Kepulauan Babel, Rusbani (BN).
Jaksa menilai Suranto dan kawan-kawannya telah melakukan kerja sama pengelolaan Timah dengan pihak swasta secara ilegal.
“Merugikan keuangan negara sebesar [lebih dari] Rp300 triliun berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Di Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah, Tbk Tahun 2015-2022…dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI),” demikian dakwaan jaksa terhadap ketiganya dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (31/7/2024).
Jaksa menerangkan, Suranto saat menjabat Kadis ESDM Babel telah menyetujui Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) periode tahun 2015-2019 yang bersifat ilegal, terhadap lima smelter yang dikelola lima perusahaan. Kelima perusahaan tersebut adalah PT Stanindo Inti Perkasa beserta perusahaan afiliasinya, CV Venus Inti Perkasa beserta perusahaan afiliasinya, PT Tinindo Internusa beserta perusahaan afiliasinya, serta PT Refined Bangka Tin beserta perusahaan afiliasinya, dan PT Sariwiguna Binasentosa beserta perusahaan afiliasinya.
Menurut jaksa, RKAB tersebut seharusnya digunakan sebagai dasar untuk melakukan penambangan di wilayah IUP masing-masing perusahaan smelter dan afiliasinya, akan tetapi RKAB tersebut juga digunakan sebagai legalisasi untuk pengambilan dan mengelola bijih timah hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah, Tbk.
Suranto juga didakwa tidak melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perusahaan pemegang izin usaha jasa pertambangan (IUJP) yang bekerja sama dengan PT Timah Tbk periode 2015-2019. Buntutnya perusahaan tersebut bisa leluasa melakukan penambangan secara ilegal, serta melakukan transaksi jual beli bijih timah.
Jaksa menganggap hal itu mengakibatkan mandeknya tata kelola pengusahaan pertambangan yang baik sehingga berdampak pada kerusakan lingkungan di Kepulauan Bangka Belitung. Sebab RKAB yang telah disetujui tersebut hanya formalitas untuk mengakomodasi pengambilan dan pengelolaan bijih timah secara ilegal dari wilayah IUP PT Timah, Tbk.
Jaksa mendakwanya telah melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.