PP Muhammadiyah resmi menerima izin usaha tambang dari pemerintah mengikuti jejak Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang lebih dulu menerima kebijakan tersebut. Keputusan itu diperoleh dari hasil kesepakatan antarpetinggi Muhammadiyah dalam Rapat Konsolidasi Nasional di Universitas Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, DI Yogyakarta, Minggu (28/7/2024).
“Memutuskan bahwa siap mengelola izin pertambangan sesuai dengan peraturan pemerintah,” kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti dalam konferensi pers usai rapat tersebut, seperti dikutip melalui kanal YouTube resmi Muhammadiyah.
Mu’ti bilang pihaknya menguatkan diri untuk menggencarkan dakwah dalam bidang ekonomi, termasuk dalam industri ekstraktif dengan mengelola tambang. Muhammadiyah berkomitmen untuk mengelola kekayaan negara itu sejalan dengan aturan Islam tanpa eksploitasi berlebih yang dapat merusak lingkungan.
“Sesuai ajaran Islam, konstitusi, tata kelola profesional, amanah, penuh tanggung jawab, saksama, berorientasi pada kesejahteraan sosial, menjaga kelestarian alam secara seimbang, dan melibatkan sumber daya insani yang andal dan berintegritas tinggi,” katanya.
Mu’ti menegaskan bahwa keputusan ini tidak diambil tanpa pengkajian terlebih dahulu, melainkan telah mengkajinya dengan melibatkan para pakar di bidangnya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) 25/2024 tentang Perubahan Atas PP 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba), pada Kamis (30/5/2024).
Dalam Pasal 83A PP 25/2024 menyebutkan bahwa regulasi baru itu mengizinkan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan, seperti NU dan Muhammadiyah, mengelola wilayah izin pertambangan khusus (WIUPK).
Aturan tersebut memicu kekhawatiran akan lahirnya konflik horizontal, sebagaimana yang telah disuarakan oleh Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) maupun Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Semarang.
Dikutip dari laman resmi Jatam, Koordinator Jatam Melky Nahar menilai bahwa munculnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang membuka peluang bagi badan usaha milik ormas keagamaan mengelola usaha pertambangan batu bara dapat memicu konflik antarwarga atau antara komunitas warga dengan agama.