Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan sebanyak 1.160 anak usia di bawah 11 tahun bermain judi online (judol) selama kurun 2024. Tidak tanggung-tanggung, transaksi mereka dalam judi online mencapai Rp3 miliar.
“Itu angkanya sudah menyentuh Rp3 miliar lebih, frekuensi transaksinya 22 ribu,” kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana kepada awak media di Jakarta, Jumat (26/7/2024).
PPATK juga menemukan remaja usia 11-16 tahun memainkan judi online dengan nilai transaksi mencapai Rp7,9 miliar. Jumlah mereka mencapai 4.514 anak dengan frekuensi sebanyak 45 ribu kali.
Sebelumnya, PPATK menyebutkan bahwa total terdapat 80 ribu anak usia di bawah 10 tahun yang bermain judi online di Indonesia. Angka itu setara dengan 2 persen dari total pemain judi online di Tanah Air.
Sementara sebaran pemain antara usia 10-20 tahun sebanyak 11 persen atau kurang lebih 440.000 orang, kemudian usia 21-30 tahun 13 persen atau 520.000 orang. Usia 30-50 tahun sebesar 40 persen atau 1.640.000 orang dan usia di atas 50 tahun sebanyak 34 persen dengan jumlah 1.350.000 orang.
Guna menanggulangi banyaknya anak yang menjadi korban judi online, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menekan nota kesepahaman dengan PPATK. Ketua KPAI Ai Maryati Solihah mengatakan, kerja sama pihaknya dengan PPATK ditujukan guna mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang yang melibatkan anak.
“Selain itu, nota kesepahaman ini bertujuan untuk menetapkan upaya atau langkah-langkah pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang yang melibatkan anak yang akan dilakukan oleh KPAI dan PPATK. Ruang lingkup nota kesepahaman ini meliputi, pertukaran data dan/atau informasi, sosialisasi dan edukasi publik, peningkatan kapasitas SDM, dan analisis strategis,” ujar Ai Maryati Solihah dalam keterangan tertulisnya, Jumat (26/7/2024).