Ratusan orang Indonesia menjadi korban penipuan daring atau online jaringan internasional dengan modus lowongan kerja (loker) paruh waktu (part time). Polisi mencatat terdapat 823 orang Indonesia yang menjadi korban penipuan tersebut dengan total kerugian mencapai Rp59 miliar.
Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri Brigjen Himawan Bayu Aji mengatakan, sejauh ini terdapat 189 laporan ke kepolisian mengenai kasus penipuan dimaksud. Ia menduga angkanya akan terus membengkak seiring dengan berjalannya waktu.
Para pelaku menjerat korban dengan modus menawarkan lowongan kerja paruh waktu melalui sejumlah platform pesan singkat, seperti WhatsApp dan Telegram. Pekerjaan dimaksud berupa arahan untuk menyelesaikan sejumlah tugas.
Mereka menawarkan pekerjaan itu secara sporadis dengan metode ‘blasting chat.’
Selanjutnya para korban diminta untuk mengisi saldo di platform berbasis website yang seolah-olah menyerupai platform asli seperti TikTok, Instagram, dan lainnya. Dengan mengisi saldo, pelaku mengiming-iming korban akan mendapatkan komisi yang berkali lipat.
“Setelah korban yakin dan melakukan investasi, uang sudah tidak dapat ditarik dan web akan menghilang,” ujar Himawan Bayu Aji di Jakarta, Selasa (16/7/2024).
Dalam pengungkapan kasus ini, polisi menangkap empat tersangka yang berinisial ZS, seorang warga negara China. ZS merupakan otak bisnis ilegal ini. Bisnis ilegal tersebut dijalankan di Dubai, Uni Emirat Arab.
Tersangka lainnya ialah merupakan warga negara Indonesia berinisial M dan H yang berperan sebagai penyalur pekerja dan sebagai operator penipuan. Lalu ada NSS yang telah ditangkap pada 2023 silam. Ia juga telah divonis 3,5 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Polisi menjerat ketiganya, selain NSS menggunakan Pasal 45A ayat (1) juncto Pasal 28 ayat (1) dan/atau Pasal 51 ayat (2) juncto Pasal 36 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 378 KUHP.