Badan Pusat Statistik (BPS) menemukan, masyarakat Indonesia semakin cuek dengan korupsi. Hal itu terlihat dalam survei Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) 2024 yang menurun dibandingkan 2023.
Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, selama dua tahun terakhir secara umum IPAK mengalami penurunan. BPS mencatat nilai IPAK di 2024 mencapai 3,85 yang mengalami penurunan sebesar 0,07 poin dibanding 2023. Di 2023 nilai IPAK mencapai 3,92.
Penurunan ini dimaknai Amalia sebagai gejala masyarakat yang mulai mewajarkan perilaku koruptif. “Hal ini menunjukkan bahwa semakin sedikit masyarakat yang menganggap kebiasaan perilaku korupsi adalah sesuatu yang tidak wajar,” kata Amalia dalam konferensi pers yang disiarkan secara daring, Senin (15/7/2024).
IPAK 2024 ini dihitung berdasarkan hasil survei perilaku antikorupsi yang dilaksanakan di 186 kabupaten/kota terpilih dengan target 11.000 rumah tangga. Capaian skor IPAK 2024, kata dia jauh dari target yang sebesar 4,14 poin.
IPAK merupakan ukuran yang mencerminkan perilaku antikorupsi di masyarakat yang diukur dalam skala 0-5. Semakin tinggi nilai IPAK, maka semakin tinggi budaya antikorupsi di masyarakat dan sebaliknya.
IPAK menggambarkan perilaku dan pengalaman seseorang terkait korupsi skala kecil dan sehari-hari. Indeks ini tidak dimaksudkan mengukur korupsi skala besar, yang mencakup tindakan penyalahgunaan kekuasaan tingkat tinggi.
Pengukuran IPAK dilakukan dengan dua indikator, yakni persepsi dan pengalaman. Persepsi mewakili bagaimana pandangan masyarakat terhadap korupsi. Pengukuran dilakukan baik di lingkup keluarga, komunitas, hingga saat penerimaan kerja dan sekolah.
Sedangkan indikator pengalaman, yakni pengalaman seseorang ketika menghadapi perilaku koruptif. Indikator ini mengukur pengalaman masyarakat ketika berurusan dengan pelayanan publik dalam kurun waktu setahun belakangan.