Israel melancarkan kampanye hitam untuk mempengaruhi opini publik di Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Laporan baru-baru ini dari The Guardian menyebutkan, pejabat pemerintah Israel telah menghabiskan jutaan dolar dalam kampanye tersebut untuk menargetkan mereka yang menentang genosida Israel di Gaza. Kampanye itu juga guna memajukan kebijakan pro-Zionis di AS dan Eropa.
Kampanye ini diselenggarakan di bawah Kementerian Urusan Diaspora Israel, yang dipimpin oleh Menteri Amichai Chikli. Penyelidikan menemukan bahwa antara Oktober 2023 hingga Mei 2024, para pejabat telah menghabiskan dana sebesar $8,6 juta atau sekitar Rp147,1 miliar untuk kampanye tersebut.
Kampanye itu mencakup program yang dikenal sebagai Voices of Israel, yang dimunculkan kembali oleh para pejabat secara khusus untuk menyebarkan propaganda yang berupaya membenarkan genosida Israel di Gaza. Di AS, kampanye tersebut telah memengaruhi wacana politik tentang protes di perguruan tinggi dan bahkan tampaknya berperan dalam meloloskan undang-undang pro-Israel di tingkat negara bagian dan federal.
Ini termasuk setidaknya satu insiden di mana Senator negara bagian Florida Lori Berman (Demokrat) bertukar korespondensi dengan pejabat kementerian luar negeri Israel, Kennedy Starnes, tentang sebuah RUU yang akan mengadopsi definisi antisemitisme yang luas yang mencakup kritik apa pun terhadap Israel. Hal itu merupakan sebuah langkah yang menurut para pendukung hak-hak Palestina merupakan upaya berbahaya untuk meredam ujaran pro-Palestina.
Berman mensponsori RUU tersebut di Senat Florida, yang telah disahkan oleh badan legislatif dan sedang menunggu tanda tangan Gubernur Ron DeSantis .
Disahkannya rancangan undang-undang Florida, serta undang-undang serupa di negara bagian lain, menyusul pertemuan komite Knesset Israel pada bulan Januari, di mana para peserta membahas perlunya adopsi definisi antisemitisme yang diperluas, yang dibuat oleh Aliansi Mengenang Holocaust Internasional (IHRA).
Pertemuan tersebut dihadiri oleh dua pemimpin Institut Studi Antisemitisme dan Kebijakan Global (ISGAP), sebuah kelompok advokasi Amerika yang misinya adalah memerangi antisemitisme di medan perang gagasan. ISGAP merupakan salah satu penerima dana terbesar dari Voices of Israel.
“Ini adalah momen bersejarah di mana kita harus meningkatkan kekuatan kita dalam proporsi historis dalam konteks sejarah orang-orang Yahudi,” kata Direktur Eksekutif ISGAP, Charles Small dalam sidang tersebut.
“Dan negara Israel, kita membutuhkan semua alat yang dimiliki negara itu,” tambahnya.
ISGAP telah berpengaruh dalam berbagai perdebatan tentang Israel dalam politik Amerika. Dalam sidang bulan Desember di DPR yang ditujukan untuk menyerang pengunjuk rasa pro-Palestina di kampus, politisi Republik berulang kali mengutip penelitian ISGAP.
Sidang tersebut kemudian menyebabkan pengunduran diri Presiden Universitas Harvard Claudine Gay. Anggota parlemen juga telah mengadakan pertemuan tertutup dengan para pemimpin ISGAP dalam beberapa bulan terakhir.
“Voices of Israel telah ada setidaknya sejak 2017, pertama kali digagas dengan nama “Concert,” demikian temuan laporan tersebut.
Mantan menteri urusan strategis Gilad Erdan, yang menjadi pelopor kampanye tersebut, bilang bahwa kampanye itu bertujuan agar menjadi “unit komando Public Relations (PR)” untuk reputasi Israel di luar negeri; iterasi sebelumnya telah menangani isu-isu seperti pengesahan RUU di AS yang melarang partisipasi dalam gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi .
Secara historis, gerakan ini telah mendanai organisasi-organisasi Zionis Amerika seperti Christians United for Israel (CUFI) dan Israel Allies Foundation.
Laporan tersebut menemukan bahwa ini hanya contoh kecil dari kelompok yang terkait dengan Voices of Israel. Kelompok lain yang berafiliasi dengan kampanye tersebut, CyberWell, adalah mitra tepercaya TikTok dan Meta dan telah mengadvokasi Meta untuk menekan ujaran pro-Palestina seperti frasa, “from river to the sea palestine will be free [dari sungai hingga laut, Palestina akan merdeka]”