Pemerintah Metropolitan Tokyo (TMG), Jepang tengah berupaya untuk membuat aplikasi kencan guna mendorong angka pernikahan warganya. Aplikasi itu dijadwalkan bakal dirilis paling cepat pada musim panas tahun ini.
Langkah tersebut sebagai upaya pemerintah untuk meningkatkan angka pernikahan di Jepang yang dapat berkorelasi dengan peningkatan angka kelahiran. Pasalnya beberapa tahun ini angka kelahiran di negeri Sakura itu mengalami penurunan yang drastis.
Dilansir dari News Week, seorang pejabat pemerintah mengatakan bahwa langkah tersebut merupakan bagian dari inisiatif yang lebih luas untuk mendorong perkawinan dan pembentukan keluarga di kalangan penduduk kota, sebagai respons terhadap menyusutnya populasi negara tersebut.
Aplikasi baru ini, yang unik karena proses verifikasinya yang ketat, diharapkan mengharuskan pengguna untuk menyerahkan dokumentasi yang membuktikan bahwa mereka lajang secara hukum. Pengguna juga harus menandatangani surat yang menegaskan kesediaan mereka untuk menikah.
Keterlibatan pemerintah dalam urusan kencan bukanlah hal yang aneh di Jepang. Sebab selama ini pemerintah kota sering mengadakan acara perjodohan.
Meskipun aplikasi kencan Jepang konvensional menanyakan rincian pendapatan, aplikasi Tokyo akan melangkah lebih jauh dengan mewajibkan slip sertifikat pajak untuk memverifikasi gaji tahunan pengguna.
Seorang juru bicara otoritas Tokyo mengatakan aplikasi itu sebagai bentuk intervensi pemerintah memberikan peluang bagi para layang untuk bisa menjajaki pernikahan.
“Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap penurunan angka kelahiran itu rumit dan tidak dapat dipecahkan dengan satu ukuran saja. Sebagai bagian dari program dukungan pernikahan, TMG berupaya untuk mendorong mereka yang ingin menikah tetapi tidak dapat mengambil langkah pertama, dengan menciptakan momentum dukungan untuk pernikahan di seluruh masyarakat,” katanya, seperti dikutip pada Jumat (14/6/2024).
Menurut data yang dirilis Kementerian Kesehatan Jepang pada tanggal 5 Juni, terdapat 727.277 bayi yang lahir di Jepang pada tahun 2023, turun 5,6 persen dari tahun sebelumnya. Angka itu merupakan angka terendah sejak negara tersebut mulai mencatat statistik tersebut pada tahun 1899.
Tahun lalu, Jepang mencatat jumlah kematian dua kali lipat lebih banyak daripada jumlah kelahiran, dan tingkat kesuburan negara itu (jumlah rata-rata bayi yang dilahirkan seorang wanita seumur hidupnya) adalah 1,2. Artinya seorang wanita Jepang rata-rata hanya melahirkan kurang dari 2 bayi seumur hidupnya.
Proyeksi menunjukkan bahwa jika tren saat ini terus berlanjut, populasi Jepang—lebih dari 125 juta orang saat ini— dapat turun menjadi 87 juta pada tahun 2060. Dengan 40 persen populasi berusia di atas 65 tahun, maka hal itu akan berdampak signifikan pada ekonomi dan layanan sosial negara tersebut.
Bukan hanya jumlah kelahiran yang mengalami penurunan. Data Kementerian Kesehatan yang baru-baru ini dirilis juga menunjukkan bahwa jumlah pernikahan turun sebesar 6 persen tahun lalu, menjadi 474.717. Rendahnya angka kelahiran di Jepang terkait erat dengan rendahnya angka perkawinan, karena kelahiran di luar nikah jarang terjadi dalam masyarakat tradisional.