Isu Terkini

Safer Internet Lab (SAIL)  Gelar Dialog tentang Keamanan Internet

Yopi Makdori — Asumsi.co

featured image
Dari ujung kiri, Miklos Gaspar (UN Information Centre), Philips J. Vermonte (CSIS Indonesia), Ida Rumondang H. Sipahutar (OJK Institute), Putri Alam (Google), Yose Rizal Damuri (CSIS Indonesia), Mira Tayyiba (Ministry of Communication and Information Technology of Indonesia), Karan Bhatia (Google), Andrew Ure (Google), Medelina K. Hendytio (CSIS Indonesia), Jonathan Tan Ghee Tiong (ASEAN Secretariat), dan Jean Jacques (Google) berfoto bersama dalam acara SAIL Dialogue on Internet Safety di Thamrin Nine Ballroom, Chubb Square, Thamrin Nine, Ground Floor, DK Jakarta, pada Senin (3/6/2024) pagi/Istimewa

Safer Internet Lab (SAIL), inisiatif Center for Strategic and International Studies (CSIS) dan Google Indonesia, menggelar SAIL Dialogue on Internet Safety di Thamrin Nine Ballroom, Chubb Square, Thamrin Nine, Ground Floor, Kebon Melati, Kecamatan Tanah Abang, Kota Jakarta Pusat, DK Jakarta, pada Senin (3/6/2024) pagi.

Dialog tersebut bertujuan untuk mempresentasikan hasil penelitian dan policy brief oleh Safer Internet Lab mengenai kondisi misinformasi di Indonesia kekinian dan strategi untuk memberantasnya. Di samping juga guna menyampaikan rencana Safer Internet Lab untuk memperluas penelitian dan inisiatifnya dalam memerangi misinformasi di negara-negara dan wilayah Asia Tenggara. Serta untuk mendorong dialog antara Kementerian Kominfo, Kementerian Luar Negeri, peneliti, dan pemangku kepentingan regional lainnya mengenai upaya kolaboratif untuk mengatasi masalah misinformasi.

Executive Director CSIS Indonesia Yose Rizal Damuri dalam sambutannya membeber sederet pekerjaan yang selama ini dilakukan oleh SAIL. Mulai dari penguatan lingkungan informasi pada Pemilu 2024 hingga meramu dialog dengan komunitas internasional, serta mendorong wacana ilmiah tentang disinformasi di Asia Tenggara. SAIL juga menulis sejumlah opini di surat terkemuka nasional mengenai sejumlah isu, serta menerbitkan laporan dan policy brief soal misinformasi.

“Tahun selanjutnya atau langkah selanjutnya SAIL akan mencoba untuk memperbesar posisi tim peneliti kami dalam keamanan internet di Asia Pasifik sebagai payung isu untuk isu-isu seperti, deepfake, penipuan internet, manipulasi informasi, serta ketahanan demokrasi,” ujar Yose Rizal Damuri dalam acara tersebut.

Yose Rizal mengatakan, pihaknya akan mencoba untuk menelaah area baru disinformasi, yakni seperti terkait keuangan dan sejumlah area lainnya.  Pada kesempatan itu, Yose Rizal juga membagikan kabar bahagia lantaran SAIL secara resmi tergabung ke dalam keanggotaan Global Network of Internet & Society Research Centers atau Network of Centers (NoC), sebuah inisiatif kolaboratif antar institusi akademis dengan fokus pada penelitian interdisipliner mengenai pembangunan, dampak sosial, implikasi kebijakan, dan masalah hukum terkait internet. Bergabungnya SAIL ke dalam NoC menjadikannya SAIL sebagai lembaga riset pertama yang tergabung ke dalam NoC.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Mira Tayyiba menyoroti peran kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dalam memperluas penyebaran misinformasi di dunia maya. Semisal kemunculan teknologi deepfake yang dapat mendistorsi kenyataan dan memanipulasi opini publik.

Mira mengatakan, pemerintah selama ini menyadari akan tantangan penyebaran misinformasi di Indonesia. Mereka telah melakukan sejumlah langkah komprehensif guna memerangi hal ini.

Menggandeng sejumlah pihak, Kominfo juga menggelar pelatihan dengan modul yang telah disiapkan supaya publik dapat memilah informasi akurat dengan hoaks secara mandiri.

“Di level hulu, Kominfo percaya literasi media dan digital sangat penting dan mendasar untuk memberdayakan masyarakat agar mampu mengendalikan secara mandiri turbulensi arus informasi online,” katanya.

Sementara di level tengah, Kominfo juga menggandeng sejumlah platform untuk melakukan cek fakta dan memoderasi konten media sosial yang terindikasi sebagai konten hoaks. Mira mengatakan, sampai 1 Juni 2024, Kominfo telah mengidentifikasi dan menangani lebih dari 13 ribu isu hoaks dan tujuh juta konten negatif selama tahun ini di dunia maya.

“Di level hilir, dengan menyediakan data yang relevan dan dibutuhkan, Kominfo berperan secara aktif untuk mendukung penegakan hukum oleh Polri terhadap penyebaran informasi,” katanya.

Mira menekankan bahwa upaya untuk memberantas misinformasi perlu dilakukan dengan melibatkan seluruh level, baik nasional, regional maupun global. Di level nasional pemerintah telah merilis Circular Letter on Ethical Guidelines for Use of Artificial Intelligence pada Desember tahun lalu. Tujuannya agar keberadaan AI dapat dipergunakan untuk tujuan positif bagi masyarakat.

Sementara di level regional, Indonesia telah merilis ASEAN Guideline on Management of Government Information in Combating Fake News and Disinformation in The Media pada Maret 2024 lalu, dan telah diadopsi oleh ASEAN. Panduan ini menurut Mira sebagai wujud komitmen Indonesia untuk berkolaborasi dalam memerangi disinformasi secara regional.

Sementara itu, Global Vice President of Government Affairs and Public Policy Google, Karan Bhatia menyoroti peningkatan ancaman dan penyebaran misinformasi di internet. Untuk memerangi ancaman tersebut, Bhatia mengungkap bahwa Google menggunakan dua cara.

Cara pertama lewat membangun produk yang aman secara default. Misalnya dalam Gmail, produk layanan surat elektronik milik Google, mampu memfilter 99,9 persen email spam dan berisi phishing.

“Tahun lalu kami memblokir 206,5 juta iklan yang melanggar kebijakan kami,” ujar Bhatia.

Kemudian cara kedua lewat jalan kolaborasi dengan sejumlah pihak. Bhatia mencontohkan kampanye Google yang mengingatkan pengguna internet agar mengecek kembali informasi yang didapat dari dunia maya. Kampanye itu populer dengan nama ‘Recheck Sebelum Kegocek’ yang juga didukung oleh SAIL, serta KPU dan Bawaslu.

“Kampanye ini menjangkau lebih dari 57 pengguna internet, dan di YouTube kami meluncurkan kampanye serupa (Paus Dulu) yang bekerja sama dengan What Is Up Indonesia dan Think Policy,” ujar Bhatia.

Bhatia menyadari bahwa keunikan Indonesia dengan heterogenitas dan prinsip ‘Gotong Royong’ menjadi modal bagi bangsa ini untuk menciptakan internet aman.

Dalam presentasi temuan penelitiannya, peneliti SAIL, , Rifqi Rachman menyoroti kebangkitan operasi pengaruh pada tahun pemilu di Indonesia. Untuk mengatasi permasalahan ini, dia menyarankan supaya membekali badan pemilu dengan sumber daya dan teknologi yang diperlukan, mendidik konstituen mengenai taktik operasi pengaruh, dan mendesak pemerintah untuk mengubah peraturan pemilu untuk mengatasi ambiguitas.

Lebih lanjut, peneliti SAIL lain, Sherly Haristya menekankan perlunya kolaborasi yang dibangun berdasarkan transparansi, akuntabilitas, dan keseimbangan hak untuk meningkatkan koordinasi. Hal ini dapat mencegah terjadinya tumpang tindih dan ketidakselarasan dalam memerangi disinformasi.

Alhasil, upaya kolaboratif yang tercipta bisa lebih efektif dalam mengatasi permasalahan gangguan informasi di Indonesia. Selain itu, Noory Okthariza, peneliti dari Departemen Politik dan Perubahan Sosial di CSIS Indonesia, menyoroti kerentanan dan dampak kekacauan informasi di Indonesia. Studi ini mengungkapkan bahwa masyarakat yang memiliki kerentanan lebih tinggi terhadap gangguan informasi cenderung lebih mempertanyakan integritas pemilu. Menurutnya, mereka cenderung kurang percaya pada badan penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu); dan mereka juga cenderung kurang mendukung demokrasi secara umum.

Temuan-temuan ini menggarisbawahi kebutuhan mendesak akan upaya kolaboratif untuk memperbaiki kondisi masyarakat praktik verifikasi dan memperluas inisiatif literasi informasi untuk mengatasi kerentanan publik.

Safer Internet Lab merupakan hasil kolaborasi antara Center for Strategic and International Studies (CSIS) dengan Google Indonesia yang bertujuan untuk mengatasi gangguan informasi secara sistematis, termasuk misinformasi dan disinformasi, melalui penelitian dan keterlibatan multipihak.

Organ inisiatif penelitian kebijakan ini diluncurkan pada Desember 2022. Organ ini ditujukan untuk menemukan solusi berkelanjutan dan mendorong kolaborasi dalam memerangi misinformasi di Indonesia.

Share: Safer Internet Lab (SAIL)  Gelar Dialog tentang Keamanan Internet