Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VII memfatwakan haram terhadap ucapan salam yang berdimensi doa khusus agama lain. Sehingga umat Islam dilarang untuk mengucapkan salam agama lain yang mempunyai nilai doa.
“Pengucapan salam yang berdimensi doa khusus agama lain oleh umat Islam hukumnya haram,” kata Ketua MUI Bidang Fatwa Profesor Asrorun Niam Sholeh dalam keterangan di Jakarta, Kamis (31/5/2024), dilansir dari Antara.
Niam menekankan pengucapan salam dengan cara menyertakan salam berbagai agama bukan merupakan implementasi dari toleransi dan/atau moderasi beragama yang dibenarkan.
Hal tersebut lantaran pengucapan salam dalam Islam merupakan doa yang bersifat ubudiah atau bersifat peribadatan. “Karenanya harus mengikuti ketentuan syariat Islam dan tidak boleh dicampuradukkan dengan ucapan salam dari agama lain,” ujarnya.
Niam juga menuturkan penggabungan ajaran berbagai agama, termasuk pengucapan salam, dengan menyertakan salam berbagai agama dengan alasan toleransi dan/atau moderasi beragama bukanlah makna toleransi yang dibenarkan.
Sebagai solusinya, ungkap dia, dalam forum yang terdiri atas umat Islam dan umat beragama lain, umat Islam dibolehkan mengucapkan salam dengan Assalamu’alaikum, salam nasional, atau salam lainnya, yang tidak mencampuradukkan dengan salam doa agama lain, seperti selamat pagi.
Menurut Niam, Islam menghormati pemeluk agama lain dan menjamin kebebasan umat beragama dalam menjalankan ajaran agama, sesuai dengan keyakinannya dengan prinsip toleransi dan tuntunan Alquran pada ayat “lakum dinukum wa liyadin” (untukmu agamamu dan untukku agamaku), tanpa mencampuradukkan ajaran agama atau sinkretisme.
“Dalam masalah muamalah, perbedaan agama tidak menjadi halangan untuk terus menjalin kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara harmonis, rukun, dan damai,” tutur Asrorun Niam Sholeh.
Untuk diketahui, acara Ijtima Ulama ini diikuti oleh 654 peserta dari unsur pimpinan lembaga fatwa ormas Islam tingkat pusat, pimpinan Komisi Fatwa MUI se-Indonesia, pimpinan pesantren tinggi ilmu-ilmu fikih, pimpinan fakultas syariah perguruan tinggi keislaman, perwakilan lembaga fatwa negara ASEAN dan Timur Tengah, seperti Malaysia dan Qatar, individu cendekiawan Muslim dan ahli Hukum Islam, serta para peneliti sebagai peninjau.