Kuasa hukum salah satu pemegang saham PT. Garuda Mitra Sejati (GMS) berinisial AJ, Julius Rutumalessy mendesak Bank Bukopin bersikap transparan mengenai status kepemilikan aset Hotel Top Malioboro, DI Yogyakarta.
Hotel Top Malioboro diketahui merupakan hotel yang status kepemilikannya dipertanyakan dalam perkara dugaan penipuan investasi hotel di Yogyakarta.
Pihak direksi PT. GMS mengklaim bahwa Hotel Top Malioboro sudah menjadi aset milik PT. GMS. Sementara pihak pemegang saham PT. GMS menyebut jika Hotel Top Malioboro hingga saat ini belum menjadi aset milik PT. GMS. Hotel Top Malioboro hingga saat ini disebut para pemegang saham masih menjadi aset milik terlapor penipuan investasi berinisial SKN. Ia yang juga direktur utama PT. GMS itu disebut tengah menjaminkan Hotel Top Malioboro ke Bank Bukopin. SKN sendiri diketahui memiliki PT. MPM.
Julius menyebut pihak Bank Bukopin harusnya memberikan jawaban terkait status kepemilikan aset Hotel Top Malioboro. Jawaban dari Bank Bukopin ini dinilai Julius penting karena menyangkut transparansi.
Keterbukaan soal status kepemilikan Hotel Top Malioboro disebut Julis menjadi tanggung jawab Bank Bukopin. Julius meminta jangan sampai ada hal yang ditutupi oleh Bank Bukopin terkait kepemilikan aset Hotel Top Malioboro tersebut.
“Bank Bukopin harus segera memberi kejelasan hal tersebut. Ini salah satu tanggung jawab lembaga perbankan yang dipercaya nasabah. Tanggung jawab untuk memberikan iklim investasi yang aman. Saya pikir ini juga bentuk menjaga reputasi lembaga Bank itu sendiri,” ujar Julius.
Kasus dugaan penipuan dan penggelapan aset di PT. Garuda Mitra Sejati (GMS) terus bergulir. Kasus yang bermula dari pembelian saham hingga berujung pada tukar guling aset berupa Hotel Top Malioboro ini masih belum menemui titik terang.
Awak media telah berusaha mencoba menemui Kepala Cabang Bank Bukopin Yogyakarta, Faishal Hasibuan. Sayangnya saat coba dikonfirmasi, Faishal belum memberikan jawabannya karena sedang rapat.
Saat coba dikonfirmasi melalui pesan maupun ditelepon dengan aplikasi WhatsApp, Faishal tidak merespons.
Diketahui, sala satu pemegang saham PT GMS berinisial AJ melaporkan dugaan penipuan investasi hotel di DI Yogyakarta kepada Polisi Daerah (Polda) DI Yogyakarta sejak Jumat (8/12/2023).
“Korban telah melaporkan terduga pelaku berinisial SKN ke Kepolisian Daerah (Polda) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY),” kata kuasa hukum para korban, Julius Rutumalessy di Yogyakarta, Jumat (5/1/2024).
Julius Rutumalessy menjelaskan, dugaan penipuan bermula saat PT GMS menawarkan penambahan saham sebanyak 49 lembar dengan harga Rp1,160 miliar per lembar kepada para pemegang saham pada tahun 2018 silam. SKN selaku direktur utama PT GMS membeli 24 lembar saham tersebut.
Pembayarannya berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada waktu itu disepakati secara tunai. Dalam praktiknya, SKN tidak membayar saham sesuai dengan kesepakatan sebelumnya.
SKN membayar dengan menerbitkan 24 lembar cek atau bilyet giro yang masing-masing cek bernilai Rp1,160 miliar. Namun, dari sekian cek hanya ada satu cek yang dapat dicairkan.
“Namun, dari puluhan cek itu hanya satu yang bisa dicairkan oleh PT GMS. Sampai jatuh tempo pada bulan Mei 2018 hanya satu lembar cek yang bisa dicairkan, sedangkan 23 cek lainnya tidak bisa dicairkan,” katanya.
Kemudian pada Maret 2019, direksi PT GMS melakukan tindakan yang tidak dikomunikasikan terlebih dahulu dengan para pemegang saham, dan secara sepihak mengambil tindakan-tindakan yang diduga menguntungkan SKN yang saat itu menjabat direktur utama.
Tindakan itu berupa pihak direksi tetap memproses pembelian saham yang dilakukan SKN, mesikipun 23 cek yang diberikan tidak dapat dicairkan.
“Tindakan direksi yang menguntungkan SKN antara lain 23 cek tidak bisa dicairkan tetapi pembelian saham tidak dibatalkan, pembayaran yang disepakati secara tunai tetapi secara sepihak diubah menjadi tukar guling dengan aset yang dimiliki SKN,” kata Julius.
Menurut Julius, tidak ada setoran modal kepada PT GMS dalam transaksi pembelian saham yang dilakukan SKN. Sebab yang terjadi adalah proses tukar guling dengan aset berupa sebidang tanah yang di atasnya berdiri hotel di kawasan Kota Yogyakarta.
Apalagi proses tukar guling yang dilakukan SKN secara hukum bermasalah karena dilakukan di bawah tangan, tidak ada akta nota riilnya. Belum lagi ternyata aset yang akan ditukargulingkan hingga saat ini masih dijaminkan di Bank Bukopin oleh SKN untuk keperluan perusahaannya yang lain.
Berhubung tidak ada akta nota riil, maka proses penyertaan modalnya menjadi bermasalah. Secara normal dalam praktik hukum, ketika seseorang menyertakan modal berupa aset maka harus ada akta inbreng untuk memasukkan aset itu menjadi aset perusahaan.
Sementara aset yang masih dijaminkan di Bank Bukopin akhirnya tidak bisa dibuatkan akta nota riil, sehingga akta inbreng pun tidak terjadi. Buntutnya aset yang hendak ditukargulingkan SKN dengan saham sampai sekarang masih atas nama SKN belum atas nama PT GMS.
Akibat hal itu, GMS mengalami sejumlah kerugian seperti tidak mendapatkan tambahan modal dari 24 saham yang diambil SKN karena tidak ada pembayaran senilai Rp26 miliar sebagaimana yang dijanjikan. Selain itu, PT GMS harus menanggung beban utang ke Bukopin karena aset yang ditukargulingkan oleh SKN masih dijaminkan dan belum lunas pembayarannya.