Persaudaraan Aktivis dan Warga Nusantara (Pandawa Nusantara) melaporkan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo ke Bareskrim Polri, Senin (11/12/2023). Laporan terhadap Agus buntut pernyataannya yang menuding Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengintervensi kasus korupsi e-KTP yang menyeret Setya Novanto (Setnov).
Sekretaris Jenderal Pandawa Nusantara, Faisal Anwar mengklaim apa yang disampaikan Agus Rahardjo adalah fitnah yang mencederai martabat presiden sebagai kepala negara.
“Kami dari DPP Pandawa Nusantara berpandangan bahwa narasi yang disampaikan itu sarat kuat dengan unsur fitnah dan pencemaran nama baik dan martabat dari seorang presiden,” ujar Faisal Anwar dalam keterangannya, Senin (11/12/2023).
Bermuatan Politis
Ia menganggap pernyataan Agus Rahardjo tidak disertai dengan berbagai bukti hukum yang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan. Faisal menyesalkan pernyataan tersebut keluar dari Agus Rahardjo yang pernah menjadi pimpinan penegak hukum. Ia menuding pernyataan Agus Rahardjo cenderung bermuatan unsur politis.
“Jadi kesannya menurut kami ada motif politik elektoral. Maksudnya apa, bahwa saudara AR (Agus Rahardjo) inikan saat ini sedang mengikuti pencalegan sebagai calon anggota DPD RI,” ucapnya,
Sebelumnya, Agus Rahadjo mengungkapkan, Jokowi pernah mengintervensi lembaga antirasuah yang pernah dipimpinnya. Jokowi mengintervensi KPK untuk menghentikan kasus e-KTP yang menjerat, Setya Novanto (Setnov).
Kejadian itu bermula ketika orang nomor satu di Indonesia itu memanggil Agus setelah Ketua DPR RI sekaligus Ketua Umum Partai Golkar itu resmi diumumkan status hukumnya pada Jumat (10/11/2017). Ketika memanggilnya, Jokowi ditemani Menteri Sekretariat Negara, Pratikno.
Agung mengaku sempat merasa heran mengapa dipanggil sendiri, bukannya berlima bersama pimpinan KPK lainnya. Selain itu, Jokowi juga memanggilnya bukan lewat ruang wartawan, melainkan dari sebuah masjid kecil.
“Itu di sana begitu saya masuk Presiden sudah marah, menginginkan, karena begitu saya masuk beliau sudah teriak ‘hentikan’. Kan saya heran yang dihentikan apanya. Setelah saya duduk saya, ternyata saya baru tahu kalau yang suruh dihentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov, Ketua DPR waktu itu mempunyai kasus e-KTP supaya tidak diteruskan,” ujar Agus dalam program Rosi yang disiarkan dari Youtube Kompas TV, Jumat (1/12/2023).
Namun, Agus memilih tidak mematuhi perintah dari Jokowi tersebut. Ia beralasan surat perintah dimulainya penyidikan (Sprindik) sudah ditandatangani pimpinan KPK tiga minggu sebelum pertemuan dengan Jokowi itu.
Menurut Agus, tidak ada surat perintah penghentian penyidikan (SP3) di KPK saat itu. Jadi, tidak mungkin Sprindik dibatalkan atau penyidikan kasus e-KTP bisa dihentikan.
Ia menganggap kejadian tersebut sebabkan Jokowi berniat merevisi UU KPK. Dampaknya, KPK di bawah kekuasaan eksekutif dan dapat menerbitkan SP3. “Akhirnya dilakukan revisi undang-undang yang intinya ada SP3, kemudian di bawah presiden, mungkin waktu itu presiden merasa ini Ketua KPK diperintah presiden kok enggak mau, apa mungkin begitu. Iya (itu gelagat awalnya),” tutur Agus.
Ia telah menceritakan kejadian tersebut kepada koleganya di KPK. “Saya bersaksi dan itu memang terjadi yang sesungguhnya. Saya alami sendiri. Saya awalnya tidak cerita pada komisioner yang lain tapi setelah beberapa lama itu kemudian saya cerita,” ucapnya.
Baca Juga:
Veto AS Buat DK PBB Gagal Terbitkan Resolusi Gencatan Senjata di Gaza
Ditahan KPK, Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Ungkap Ada Penyelundupan Gula Rugikan Negara Rp1,2 T
Respons Jokowi Soal Baliho BEM KM UGM yang Sebut Jokowi Alumni Paling Memalukan