Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019, Agus Rahadjo mengungkapkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah mengintervensi lembaga antirasuah yang pernah dipimpinnya. Jokowi mengintervensi KPK untuk menghentikan kasus e-KTP yang menjerat, Setya Novanto (Setnov).
Kejadian itu bermula ketika orang nomor satu di Indonesia itu memanggil Agus setelah Ketua DPR RI sekaligus Ketua Umum Partai Golkar itu resmi diumumkan status hukumnya pada Jumat (10/11/2017). Ketika memanggilnya, Jokowi ditemani Menteri Sekretariat Negara, Pratikno.
Agung mengaku sempat merasa heran mengapa dipanggil sendiri, bukannya berlima bersama pimpinan KPK lainnya. Selain itu, Jokowi juga memanggilnya bukan lewat ruang wartawan, melainkan dari sebuah masjid kecil.
“Itu di sana begitu saya masuk Presiden sudah marah, menginginkan, karena begitu saya masuk beliau sudah teriak ‘hentikan’. Kan saya heran yang dihentikan apanya. Setelah saya duduk saya, ternyata saya baru tahu kalau yang suruh dihentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov, Ketua DPR waktu itu mempunyai kasus e-KTP supaya tidak diteruskan,” ujar Agus dalam program Rosi yang disiarkan dari Youtube Kompas TV, Jumat (1/12/2023).
Namun, Agus memilih tidak mematuhi perintah dari Jokowi tersebut. Ia beralasan surat perintah dimulainya penyidikan (Sprindik) sudah ditandatangani pimpinan KPK tiga minggu sebelum pertemuan dengan Jokowi itu.
Menurut Agus, tidak ada surat perintah penghentian penyidikan (SP3) di KPK saat itu. Jadi, tidak mungkin Sprindik dibatalkan atau penyidikan kasus e-KTP bisa dihentikan.
Ia menganggap kejadian tersebut sebabkan Jokowi berniat merevisi UU KPK. Dampaknya, KPK di bawah kekuasaan eksekutif dan dapat menerbitkan SP3. “Akhirnya dilakukan revisi undang-undang yang intinya ada SP3, kemudian di bawah presiden, mungkin waktu itu presiden merasa ini Ketua KPK diperintah presiden kok enggak mau, apa mungkin begitu. Iya (itu gelagat awalnya),” tutur Agus.
Ia telah menceritakan kejadian tersebut kepada koleganya di KPK. “Saya bersaksi dan itu memang terjadi yang sesungguhnya. Saya alami sendiri. Saya awalnya tidak cerita pada komisioner yang lain tapi setelah beberapa lama itu kemudian saya cerita,” ucapnya.
Bukan kali pertama Agus mengaku mendapatkan tekanan dari kekuasaan kala menduduki jabatan puncak di KPK. Setahun lalu, Agus sempat mengungkap bahwa dirinya diintervensi kekuasaan dalam sebuah kasus. Namun saat itu Agus belum membeber bahwa kasus yang dimaksud melibatkan Setnov.
“Di dalam banyak kasus sebetulnya [kekuasaan] ikut intervensi itu gak ada. Tapi saya pribadi mengalami itu [intervensi]. Ada satu kasus yang menurut saya intervensinya sangat kuat,” ujar Agus dalam sebuah wawancara bersama Akbar Faizal dalam kanal Youtub Akbar Faizal Uncensored setahun silam.
Kasus e-KTP Setnov
Keterlibatan Setya Novanto dalam kasus korupsi e-KTP setelah namanya disebut dalam sidang perdana kasus tersebut dengan Sugiharto dan Irman yang duduk sebagai terdakwa. Keduanya merupakan mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri.
Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa KPK di Pengadilan Tipikor, Kamis (9/3/2017), Setnov disebut memiliki peran dalam mengatur besaran anggaran e-KTP yang mencapai Rp5,9 triliun itu. Dia sempat membantah dan mengelak.
Ia bahkan mengajukan praperadilan atas penetapan statusnya sebagai tersangka. Sempat memenangkan praperadilan, namun akhirnya KPK kembali menetapkan Setnov sebagai tersangka. Setnov kemudian terbukti mengintervensi proses penganggaran serta pengadaan barang dan jasa dalam proyek e-KTP. Novanto pun divonis hukuman pidana penjara selama 15 tahun dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan oleh Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Yanto pada Selasa (24/4/2018).
Baca Juga:
Utang Pemerintah Indonesia Tembus Rp7.950,52 Triliun Hingga Akhir Oktober 2023
Nawawi Pomolango Sebut KPK Berada di Musim yang Tak Baik-Baik Saja