Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Jimly Asshiddiqie mengungkapkan alasan tidak memberhentikan dengan hormat Anwar Usman dari hakim konstitusi. MKMK hanya memberhentikan Anwar Usman dari jabatannya sebagai Ketua MK.
Menurut Jimly, jika MKMK memberikan keputusan pemberhentian tidak dengan hormat, maka ada peluang Anwar Usman membela diri dengan mengajukan banding. Imbasnya, terjadi ketidakpastian hukum menjelang Pemilu 2024.
“Kalau sanksinya adalah sebagaimana ditentukan PMK (Peraturan MK Nomor 1/2023 tentang MKMK) pemberhentian tidak hormat dari anggota maka itu di haruskan diberi kesempatan untuk majelis banding. Yang majelis banding dibentuk berdasarkan MKMK itu, nah membuat putusan Majelis Kehormatan tidak pasti sedangkan kita sedang menghadapi proses persiapan pemilihan umum yang sudah dekat,” ujar Jimly dalam sidang, Selasa (7/11/2023)
Namun, apabila diberhentikan dari jabatan Ketua MK, maka keputusan langsung berlaku sejak Selasa (7/11/2023). Lalu, penggantian Ketua MK semestinya bisa dilakukan dalam waktu 2×24 jam.
“Sehingga kepastian hukum jelang Pemilu 2024 akan didapat,” ujar Jimly.
Sebelumnya, MKMK) menjatuhkan sanksi pemecatan Anwar Usman dari jabatannya sebagai Ketua MK. “Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor,” ujar Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie saat membacakan sidang pengucapan putusan yang disiarkan secara virtual, Selasa (7/11/2023).
MKMK menilai, Anwar Usman terbukti melanggar kode etik terkait putusan batas usia capres-cawapres 40 tahun atau punya pengalaman menjadi kepala daerah.
“Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik
dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, serta Prinsip Kepantasan dan Kesopanan,” tutur Jimly.
MKMK memerintahkan Wakil Ketua MK memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan, terhitung dalam waktu 2×24 jam sejak putusan ini selesai diucapkan. Di sisi lain, Anwar Usman dilarang mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatan sebagai hakim konstitusi berakhir.
“Hakim terlapor (juga) tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD, serta pemilihan, gubernur, walikota, dan bupati yang memiliki potensi yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan,” katanya.
Terhadap putusan tersebut, anggota MKMK, Bintan R Saragih mengajukan pendapat berbeda (dissenting opinion). Bintan justru menginginkan Anwar Usman disanksi pemberhentian tidak dengan hormat. Sebab, berdasarkan Pasal 41 huruf c dan Pasal 47 Peraturan MK Nomor 1 2023 tentang MKMK, sanksi terhadap pelanggaran berat hanya pemberhentian tidak dengan hormat dan tidak ada sanksi lain.
“Dasar saya memberikan pendapat berbeda yaitu pemberhentian tidak dengan hormat kepada hakim terlapor sebagai hakim konstitusi, in casu Anwar Usman, karena hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat,” katanya.