Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov memperingatkan Barat untuk tidak meremehkan risiko perang nuklir atas Ukraina.
Situasi konflik: Dalam wawancara di televisi pemerintah Rusia pada Senin (25/4/2022), Lavrov juga mengatakan bahwa inti dari setiap perjanjian untuk mengakhiri konflik di Ukraina akan sangat bergantung pada situasi militer di lapangan.
Lavrov ditanya tentang pentingnya menghindari perang dunia ketiga dan apakah situasi saat ini bisa dibandingkan dengan krisis rudal Kuba pada 1962, salah satu masa terburuk dalam hubungan AS-Soviet.
Cegah perang nuklir: Dia bilang bahwa Rusia melakukan banyak hal untuk menjunjung prinsip-prinsip dalam upaya mencegah perang nuklir dengan cara apa pun.
“Ini adalah posisi kunci kami di mana kami mendasarkan segalanya. Risikonya sekarang cukup besar,” kata Lavrov kepada televisi pemerintah Rusia, berdasarkan transkrip yang disediakan di situs web kementerian, seperti dikutip Reuters.
Tak berniat: Lavrov memastikan pihaknya tak berniat meningkatkan risiko timbulnya perang nuklir. Lavrov juga menyalahkan Washington atas minimnya dialog antarkedua negara.
“Saya tidak akan mau meningkatkan risiko itu secara sengaja. Banyak orang akan seperti itu. Bahayanya serius, nyata. Dan kita tak boleh meremehkannya. Amerika Serikat praktis telah menutup semua kontak semata-mata karena kami berkewajiban membela orang-orang Rusia di Ukraina,” katanya.
Perang proksi: Lavrov melihat bahwa sokongan senjata canggih Barat kepada Ukraina, termasuk rudal anti tank Javelin, kendaraan lapis baja dan pesawat nirawak, merupakan tindakan provokatif yang sudah diperhitungkan untuk memperpanjang konflik ketimbang mengakhirinya.
“Senjata-senjata ini akan menjadi target yang sah bagi tindakan militer Rusia dalam konteks operasi khusus. Fasilitas penyimpanan di Ukraina barat telah menjadi target lebih dari sekali (oleh pasukan Rusia). Bagaimana tidak?” katanya menambahkan.
Lavrov juga membaca keterlibatan Barat bersama kendaraan NATO mereka dalam konflik di Ukraina. Kendati tak terlibat langsung, Lavrov melihat tangan Barat menggunakan Ukraina guna melancarkan perang dengan negaranya.
“NATO, pada dasarnya, terlibat dalam perang dengan Rusia melalui sebuah proksi dan mempersenjatai proksi tersebut. Perang berarti perang,” kata dia.
Dia juga mengatakan bahwa Pemerintah Ukraina tidak berunding dengan niat baik dan Presiden Volodymyr Zelenskyy, sebagai seorang mantan aktor, dilihatnya seperti Perdana Menteri Inggris yang berakting di depan publik daripada menangani tugas di depan mata.
“Mereka mirip dalam hal kemampuan berakting. Misalnya, mereka pura-pura bernegosiasi,” kata Lavrov.
Baca Juga:
Rusia Akui Prajuritnya Tewas di Kapal Perang Moskva, Karena Badai Atau Ditembak Ukraina?
Presiden Ukraina Ingatkan Ambisi Rusia Incar Negara Lain
Rusia Kini Ingin Rebut Donbas Hingga Transdniestria di Moldova