Sekitar 200
warga negara Indonesia (WNI) asal Papua dikabarkan ramai-ramai mengungsi ke
Papua New Guinea (PNG). Hal ini menyebabkan pasukan keamanan dan pertahanan PNG
bergerak ke perbatasan untuk melakukan penyelidikan.
Diselidiki
Pasukan PNG
Melansir ABC Australia, alasan WNI yang mengungsi ke PNG karena mereka mengaku khawatir
terjadinya eskalasi konflik antara aparat TNI dan Polri dengan kelompok
kriminal bersenjata (KKB) selama dua pekan ini.
Dikabarkan
kalau baku tembak yang terjadi baru-baru ini menyebabkan anak-anak dan warga
sipil lainnya luka parah hingga meninggal dunia. Hal ini membuat mereka
memutuskan untuk melarikan diri ke negara tetangga.
Masuknya
para pengungsi dari Papua ini, membuat pemerintah PNG menurunkan pasukan
pertahanannya ke kawasan perbatasan. Langkah ini dilakukan untuk memastikan,
masuknya para pengungsi tidak memicu masalah seperti masuknya KKB ke wilayah mereka.
Komandan
Pasukan Pertahanan PNG, Gilbert Toropo mengungkapkan alasan lain diterjunkannya
pasukan khusus ke perbatasan untuk mengecek kemungkinan adanya militer dari
Indonesia yang masuk ke perbatasan untuk mengejar orang yang dianggap mereka
sebagai bagian dari KKB.
“Jadi
mereka (pasukan) sedang melakukan penilaian sejauh mana konflik ini
berlangsung. Kami khawatir konflik ini mempengaruhi warga kami,” jelas dia.
Gilbert
Taropo mengharapkan, Indonesia segera berdialog dengan pemerintah PNG untuk
sama-sama mencari solusi atas kaburnya ratusan orang warga Papua ke negaranya.
Adapun jumlah pasti WNI yang kabur ke PNG, kata dia saat ini terus diselidiki.
Eskalasi
Konflik
Menyikapi
informasi warga Papua yang melarikan diri ke PNG, Juru Bicara Kementerian Luar
Negeri Teuku Faizasyah memastikan saat ini pemerintah Indonesia tengah
menelusurinya lebih lanjut.
Ia
mengatakan, Kemenlu tengah mencari tahu motif warga Papua melarikan diri ke
negara tetangganya. “Sejauh ini, kabar tersebut masih diverifikasi oleh
perwakilan RI di PNG dan pemerintah PNG,” ucapnya melalui pesan singkat,
Senin (8/11).
Kepala
Divisi Hukum Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS),
Andi Muhammad Rezaldy mengungkapkan pasca adanya konflik bersenjata antara KKB
dengan aparat yang terus terjadi, memang membuat kondisi di Papua semakin tidak
kondusif.
Ia mengaku
tak heran membuat warga di Papua semakin merasa tidak nyaman. Hal ini, kata dia
semestinya menjadi perhatian khusus pemerintah Indonesia.
“Eskalasi
konflik antara KKB dan aparat memang membuat situasi di sana semakin tidak
kondusif. Tentu ini membuat kondisi psikologis masyarakat setempat merasa aman
berada di daerahnya, sehingga harus mengungsi ke negara lain,” katanya
kepada Asumsi.co melalui sambungan telepon.
Andi
menambahkan KontraS memantau hampir setiap bulan menerima informasi terjadi
kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua yang selama ini pelaku awalnya masih menjadi
misteri.
“Penting
untuk memastikan aktornya siapa. Negara harus melakukan penyelidikan lebih
lanjut dan tidak bisa disimpulkan pelakunya hanya KKB atau militer dan aparat
di sana,” ucapnya.
Cari
Perlindungan
Direktur
Eksekutif Amnesty Internasional, Usman Hamid menyebutkan saat ini ada sekitar
180 orang melarikan diri ke pos Tumobil dekat perbatasan antara Papua dan PNG. Warga
setempat, kata dia diketahui mengungsi untuk mencari perlindungan pasca
terjadinya baku tembak antara KKB dan aparat di Kabupaten Intan Jaya, Papua
baru-baru ini.
“Memang
ada sekitar 180 orang yang mengungsi. Mereka yang mencari perlindungan dan
meninggalkan kampung halaman adalah yang tinggal di daerah terjadinya konflik
dan aksi kekerasan. Ini yang mesti dihentikan karena bisa terus mengorbankan
masyarakat sipil,” jelasnya saat dihubungi Asumsi.co.
Ia
menegaskan siapa pun yang berkonflik dan menggunakan senjata sangat berbahaya
dan jangan sampai mengorbankan, serta melukai warga sipil.
Usman
mengingatkan, pemerintah selalu mengatakan dalam berbagai kesempatan untuk
menjamin keamanan dan kedamaian tanah Papua. Namun pada kenyataannya, ia
menyayangkan konflik terus terjadi.
“Aman
berarti tidak ada yang ketakutan dan tidak mendengar letupan senjata kemudian
masyarakatnya sejahtera. Maka ini perlu dikritisi dengan kondisi di lapangan
saat ini. Apakah benar demikian?,” imbuhnya.
Upaya
Pemerintah Dipertanyakan
Andi juga
mempertanyakan upaya pemerintah dalam menjamin keamanan dan kedamaian di Papua.
Menurutnya, pendekatan-pendekatan militer di Tanah Papua harus segera diakhiri.
Pemerintah,
kata Andi seharusnya mengupayakan dialog dengan melibatkan pihak-pihak yang
berseteru atas konflik yang terjadi di Bumi Cenderawasih.
Selain itu,
berkaitan dengan situasi pasca adanya konflik bersenjata dengan KKB yang
mengakibatkan banyak sekali orang Papua mengungsi, semestinya juga menjadi
perhatian pemerintah.
“Pemerintah
punya kewajiban untuk memberikan perlindungan kepada pengungsi dan segera
mengatasi akar konfliknya. Dikhawatirkan nanti semakin banyak warga Papua yang
mengungsi di PNG karena warga asli Papua banyak yang merasa menjadi korban di
tanahnya sendiri,” ungkapnya.
Sementara
itu, Koordinator KontraS Yati Andriyani menilai dalam menangani permasalahan di
Papua belakangan ini, pemerintah terkesan semakin kikuk dalam mengambil langkah
konkret.
Oleh sebab
itu, ia mendesak pemerintah segera menarik mundur aparat bersenjata yang berada
di Tanah Papua. Selanjutnya, bukan cuma militer namun Polri juga diminta untuk
melakukan tugasnya dengan tidak menggunakan kekuatan secara berlebihan.
“Tidak
menggunakan diskresi secara serampangan dengan tidak menggunakan hukum untuk
melakukan penangkapan dan penahanan yang berujung pada kriminalisasi bagi
aktivis Papua dan Orang Asli Papua,” katanya.
Berdasarkan catatan KontraS, setidaknya telah terjadi 35 peristiwa kekerasan yang menempatkan warga sipil menjadi korban sepanjang tahun 2021. Adapun ragam peristiwa tersebut meliputi penembakan, perusakan fasilitas, pembakaran rumah warga, penganiayaan, dan salah tangkap.
Beberapa peristiwa tersebut, kata Kontras telah berimplikasi pada kerugian, utamanya terhadap warga sipil sehingga mereka harus mengungsi dari tempat tinggalnya. Selain mengungsi, tercatat bahwa konflik yang berlanjut di tahun 2021 telah menimbulkan 25 orang luka, 14 orang tewas, dan 106 ditangkap.
Baca Juga: