Isu Terkini

Penangkapan Pentolan JI, Efek Samping Kemenangan Taliban

Irfan — Asumsi.co

featured image
ANTARA FOTO/Ariesanto

Kemenangan kelompok Taliban di Afghanistan mencuri perhatian dunia.
Berkuasanya kembali, kelompok ini menimbulkan banyak spekulasi terutama terkait
kencangnya kembali gerakan radikal Islam di dunia. Tak heran karena Taliban
membangun banyak jejaring dengan kelompok serupa di seluruh dunia tak
terkecuali di Indonesia.

Di dalam negeri, Taliban yang berkontak dengan Al-Qaeda misalnya, punya
jaringan dengan Jamaah Islamiyah. Kelompok ini sempat melakukan serangkaian
teror di Indonesia salah satunya bom Bali I dan II. 

Nama kelompok ini sempat meredup dengan kehadiran kelompok lain yakni
Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Meski sekilas mirip, keduanya bertentangan. JAD
berafiliasi dengan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).

Namun kekinian, nama JI kembali ramai diberitakan. Ini terkait dengan
penangkapan sejumlah pentolannya. Bahkan aparat membongkar adanya penggalangan
dana yang disalurkan untuk aktivitas JI.

Terkoneksi dengan Taliban?

Pengamat terorisme Ken Setiawan menilai penangkapan sejumlah pentolan JI
belakangan tidak bisa begitu saja dikaitkan dengan kemenangan Taliban di
Afghanistan. Namun, ia tak memungkiri berhasilnya Taliban merebut kembali
Afghanistan memberi semangat kepada kelompok serupa di Indonesia. Bukan hanya
JI, tetapi juga lainnya.

“Kaitan secara langsung enggak, tapi dianggap oleh teman-teman di
Indonesia sebagai kemenangan umat Islam. Kalau misalnya sampai ada yang
berangkat ke sana saya pikir juga enggak ya, tapi momen ini jadi kesempatan
mereka untuk melakukan perekrutan,” kata Ken kepada Asumsi.co.

Menurut Ken, dengan pengalaman sebagai veteran Afghanistan, banyak dari
pentolan kelompok radikal ini yang masih punya koneksi ke sana. Tetapi yang
perlu dikhawatirkan bukan itu. Menurutnya, yang perlu diwaspadai adalah
keberadaan lone wolf yang punya tekad dan simpati, meski tidak
berjejaring dengan kelompok tertentu.

“Apalagi dicoba narasinya bahwa Taliban akan melawan Israel,
walaupun itu masih opini tapi berpengaruh. Yang ngerinya ini yang lone wolf.
Mereka terdoktrin kalau pemerintahan ini thagut, mereka ikut belajar di
kelompok-kelompok pengajian radikal, sampai di satu titik mereka menanyakan,
kita bicara perang, tapi kok enggak perang-perang. Ini yang dikhawatirkan akan
melakukan aksi sendiri,” ucap dia.

Apalagi upaya indoktrinasi dari kelompok ini masuk terus menerus lewat
berbagai lini. Kontra-wacana yang dilakukan oleh kelompok moderat Islam pun
kerap kewalahan karena kalah dari kegesitan dan kemasifan. 

Targetnya pun beragam bukan hanya anak muda tetapi juga orang dewasa
bahkan yang bekerja di instansi pemerintah seperti ASN, pegawai BUMN, hingga
TNI/Polri.

“Mereka mengampanyekan pemberontakan atas nama agama, padahal
orientasinya kekuasaan. (Menurut mereka) Hukum tidak bisa ditegakkan kalau
tidak berkuasa. Siapapun presidennya akan mereka perangi. Jadi bukan masalah
keadilan lagi, mereka mau berkuasa,” kata dia. 

Sementara itu, mengutip Tempo,
Peneliti Kajian Terorisme Centre for Strategic and International Studies
(CSIS), Alif Satria menilai bangkitnya jaringan JI saat ini belum bisa
dikatakan memiliki kaitan kuat dengan euforia berkuasanya Taliban di Afghanistan.

Menurut Alif, sejak 2008, JI sudah mempersiapkan pembangkitan ulang
dengan mendapuk Para Wijayanto sebagai pemimpin. Mereka menggalang kekuatan
dengan fokus pada dakwah dan pembangunan basis ekonomi dan tidak melakukan
serangan agar tidak ditangkap Densus 88. 

“Jika melihat putusan sidang Para Wijayanto, JI memang
mengalokasikan waktu antara 2008-2016 sebagai masa survive, dan 2016
hingga sekarang sebagai masa revive,” kata Alif kepada Tempo.

Menurut Alif, beberapa percobaan serangan yang dilakukan anggota JI
dalam dua tahun terakhir, termasuk rencana aksi teror saat pelaksanaan Hari
Ulang Tahun (HUT) ke-76 RI lalu, hanya dilakukan oleh beberapa faksi muda JI
yang ingin balas dendam karena ditangkapnya sejumlah anggota senior mereka.

Menurutnya, JI semakin sulit mengontrol faksi-faksi kelompoknya yang
memang ingin segera melakukan serangan, karena anggota seniornya banyak yang
ditangkap.

Dengan penangkapan besar-besaran tahun ini, JI dinilai akan kembali
menggunakan strategi lamanya yaitu fokus pada dakwah dan pembangunan basis
ekonomi untuk survive dan kemudian revive.

Kendati demikian, penangkapan Abu Rusydan belum pasti bisa mematikan sel
JI. Soalnya, JI merupakan organisasi yang pintar dan memiliki banyak kader
pemimpin. “Kita tidak bisa menghapus kemungkinan bahwa JI memang sudah
menyiapkan skenario ini, bahwa mereka memiliki kader-kader pemimpin dan anggota
senior yang bisa mengisi vacuum of power dari Abu Rusydan,” ujar
Alif.

Neo JI

Pengamat Intelijen dan Terorisme dari Universitas Indonesia (UI) Ridlwan
Habib mengingatkan aparat keamanan agar semakin memperkuat penjagaan dan lebih
meningkatkan kewaspadaan setelah penangkapan tokoh senior Jamaah Islamiyah (JI)
Thoriqudin alias Abu Rusydan.

Ia mengatakan jika memang benar polisi menangkap T alias AR di Bekasi
beberapa waktu lalu berarti hal tersebut penangkapan yang sangat serius karena
Abu Rusydan terkenal di kelompoknya. Abu Rusydan adalah tokoh senior JI yang
selama ini berkeliling Indonesia menjadi penceramah dan motivator agama.

“Tokoh senior ini banyak murid online-nya yang dalam istilah
kontraterorisme disebut ‘lone wolf‘,” kata dia dikutip dari Antara.

Ridlwan pun mengingatkan ancaman Neo JI. Walaupun tidak pernah menyerang
sejak 2009, dia menyebut kelompok itu masih punya orang-orang militan yang
punya keahlian berbahaya.

Abu Rusydan diketahui merupakan alumni Pelatihan Militer Mujahidin
Afghanistan angkatan kedua tahun 1990. Dia berlatih di Camp Sadda Pakistan dan
sempat berinteraksi langsung dengan Osama Bin Laden.

Setelah peristiwa Bom Bali pertama tahun 2002, Abu Rusydan ditangkap
polisi dengan dakwaan menyembunyikan tersangka Mukhlas. Setelah bebas, Abu
Rusydan berdakwah keliling Indonesia dan terkenal di YouTube. Ada banyak sekali
dokumentasi ceramahnya di YouTube, salah satu yang cukup viral adalah ceramah
Abu Rusydan soal Pancasila bukan Islam.

Share: Penangkapan Pentolan JI, Efek Samping Kemenangan Taliban