Masjid Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Miftahul Huda di Desa Balai Harapan, Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat diserbu massa pada Jumat kemarin (3/9). Massa tersebut tergabung dalam Aliansi Umat Islam.
Penyerangan: Menurut siaran pers JAI, massa menyerang Masjid Miftahul Huda setelah melakukan ibadah Salat Jumat. Sedikitnya 130 orang datang menyerang dengan didahului apel di tempat terpisah.
Petugas dari jajaran TNI dan Polri yang berada di lokasi tidak berkutik dengan gelagat massa yang sudah terbakar emosi. Masjid juga dalam keadaan kosong karena ditutup sejak 14 Agustus lalu atas permintaan MUI dan Pemkab Sintang.
Perusakan: Masih menurut siaran pers yang diterbitkan JAI, massa merusak kaca hingga tembok Masjid Miftahul Huda. Kondisi dalam masjid pun berantakan. Massa disebut berupaya membakar masjid namun tidak berhasil.
Massa lalu mengultimatum pemerintah daerah agar meratakan masjid dengan tanah dalam rentang waktu 30 hari. Jika tidak, massa akan kembali datang dan meruntuhkan masjid sendiri.
Sikap Pemerintah: Menko Polhukam Mahfud MD meminta Polda Kalimantan Barat untuk menangani kasus ini. Dia meminta itu sesegera mungkin karena kasus tergolong sensitif dan menyangkut hak asasi warga negara. Sejauh ini, kepolisian telah menerjunkan 300 personel untuk menjaga lokasi.
Kritik Polri: Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid mengkritik polisi yang bergeming ketika massa menyerbu masjid milik jemaah Ahmadiyah padahal berada di lokasi.
Lewat akun Twitter pribadinya, dia menegaskan bahwa tindakan tersebut adalah pelanggaran hukum dan termasuk tindakan teror.
”Apa pun alasannya, ini tindakan melanggar hukum: perusakan bangunan milik orang, pelanggaran hak konstitusional warga, tindakan teror, dst. Ada barisan polisi di sana pada saat perusakan ini terjadi. Saya tidak tahu mengapa perusakannya bisa dibiarkan, pak @jokowi,” kata Alissa