Ketika sudah berkeluarga, mengatur cash flow merupakan kunci utama agar bisa bahagia. Dalam kehidupan, seringkali pendapatan yang tetap harus dihadapkan dengan berbagai macam kebutuhan yang begitu fluktuatif. Mulai dari kebutuhan makan, listrik, air, sekolah anak sampai biaya transportasi.
Belum lagi kebutuhan tersebut memiliki nilai yang selalu naik. Misalnya harga sembako yang kerap kali naik dan turun, kebutuhan sekolah anak yang semakin hari semakin mahal, belum lagi perawatan rumah sampai transportasi.
Perlu ada strategi khusus untuk menghadapi deretan kebutuhan hidup yang semakin hari semakin meningkat. Semua membutuhkan pengelolaan keuangan agar bisa berjalan dengan baik.
Perencana Keuangan, Ahmad Ghozali, memberikan tips agar keluarga bisa mengelola dan merencanakan keuangan dengan baik.
1. Skala Prioritas
Ahmad mengatakan, mengelola keuangan bukan masalah sudah berkeluarga atau belum. Namun bagaimana mengatur prioritas pengeluaran. Salah satu cara mengetahui prioritas mana yang lebih penting adalah dengan membuat budget.
Baca juga: Komentar Cinta Laura Soal Tas Rp 30 Juta dan Perilaku Konsumtif Kita | Asumsi
“Alokasikan penghasilan pada pos-pos pengeluaran sesuai dengan prioritasnya. Kebutuhan didahulukan daripada keinginan. Primer lebih dahulu daripada sekunder. Sering kali yang jadi masalah, yaitu membedakan kebutuhan dan keinginan agar sesuai dengan rencana,” katanya saat dihubungi Asumsi.co, Selasa (8/6/2021).
Ia menjelaskan, akan ada banyak godaan untuk tidak konsisten dalam mengatur keuangan keluarga. Misalnya seperti ingin belanja barang mewah, sampai jalan-jalan. Namun ia mengingatkan hal tersebut hanya keinginan sesaat yang didasari atas kepuasan dan keputusan jangka pendek. Di sini, kata dia, perlunya disiplin dan konsistensi dari bendahara keluarga. Seringkali keinginan itu melekat pada kebutuhan, sehingga tidak bisa dipisahkan berdasarkan pos pengeluarannya.
“Makan itu kebutuhan, enggak mungkin dikurangi. Tapi jenis makan yang dimana dulu itu yang tentukan soal kebutuhan. Kemudian, transportasi seperti apa? Mobil untuk ke kantor harganya bisa Rp 100 juta sampai Rp 1 miliar. Sepeda motor untuk ngantor harganya bervariasi dari Rp 15 juta sampai Rp 45 juta,” ujar perencana keuangan dari Zelts Consulting ini.
Ia memberikan masukan agar anggota keluarga, terutama sosok yang mengatur keuangan, jujur untuk memisahkan antara kebutuhan dan keinginan. Jangan gengsi membuat dompet selalu tipis.
“Harus mau jujur untuk memisahkan mana kebutuhan dan mana keinginan. Untuk mudahnya, kebutuhan adalah beli sesuai fungsinya sedangkan keinginan adalah beli karena gengsinya,” katanya.
Baca juga: Komika Ardit Erwandha Bahas Jual Aset Demi Uang Kripto | Asumsi
2. Menabung dan Investasi
Investasi merupakan instrumen penting untuk menjadi jaring pengaman saat kondisi keuangan tidak stabil. Apalagi untuk yang sudah berkeluarga.
“Tabungan bisa dijadikan dana darurat, sementara investasi bisa dijadikan tabungan masa depan. Alangkah baiknya kalau jumlah uang yang ditabung selalu konsisten setiap bulan untuk melakukan investasi. Misalnya saja investasi emas, reksadana, saham, tanah, properti, hingga menabung di deposito,” katanya.
3. Penghasilan Tambahan
Penghasilan tambahan juga menjadi jalan lain untuk menambah jaring pengaman saat tuntutan kebutuhan konsumsi keluarga naik. Karena kita semua tau, jika sudah berkeluarga, ada saja kebutuhan yang tidak bisa diprediksi. Untuk mengatasi hal tersebut penghasilan tambahan bisa menjadi solusinya.
“Yang jelas penghasilan harus tumbuh, jangan stagnan. karena biaya hidup juga bertambah, baik itu karena inflasi atau karena pertambahan jumlah keluarga,” kata Ahmad.
Gap antara Gaya Hidup dan Pendapatan
Perencana keuangan independen, Prita Hapsari Ghozie, sempat menulis tentang pengelolaan uang dalam akun instagramnya, @pritaghozie. Menurut dia, masalah keuangan akan muncul saat ada gap antara pilihan gaya hidup dengan uang yang dimiliki.
Berpura-pura kaya, katanya, hanya akan membawa seseorang semakin dekat dengan utang dan semakin jauh dengan hidup sejahtera.
Ia kemudian menekankan kejujuran terhadap diri sendiri dalam hal pengelolaan uang. Ada tiga pertanyaan yang setidaknya bisa diajukan terhadap diri sendiri, menurut Prita:
Baca juga: Memilih Reksadana, Ini yang Perlu Diketahui | Asumsi
1. Apakah pembelian didasari oleh gengsi?
Dalam menjelaskan tentang pembelian berdasarkan gengsi ini, Prita mencontohkan kegemarannya membeli tas bermerek. “Aku mengakui suka sekali membeli branded bag. Namun, selama ini selalu membeli sesuai kemampuan finansial dan bukan karena model mana yang sedang hits. Moreover, pembelian branded bag akhirnya ditujukan sebagai barang koleksi yang memiliki nilai jual di masa depan,” ujar peraih gelar Master of Commerce dari Sydney School of Business, Australia, ini.
2. Apakah seseorang berupaya ‘mendanai kebahagiaan’ (financing happines)?
Prita menjelaskan mengenai ‘kebahagiaan yang dibeli’ ini dengan mengaitkannya kepada gaya hidup. “Pilihan gaya hidup sering bikin bangkrut, saat #temanPrita hidup di luar batas kemampuan. Keseruan bisa dibeli melalui banyak hal. Namun kebahagiaan adalah suatu perasaan yang akan hadir dengan sendirinya saat kita memperoleh hal yang beneran dalam hidup,” tutur Prita.
3. Apakah suatu pembelian itu didasari kebutuhan atau keinginan?
Menurut Prita, kebutuhan adalah sesuatu yang berkaitan dengan bertahan hidup. Sementara keinginan berfungsi untuk membuat hidup lebih bahagia. Sah-sah saja untuk mewujudkan keinginan, asalkan sudah memiliki perencanaan ke depannya dan, tentu saja, uangnya tersedia. “Sah banget mau mewujudkan Wants. Tapi, pastikan kita sudah PLAN AHEAD & uangnya tersedia di PLAYING ACCOUNT,” tulis perempuan yang telah menerima sertifikat kompetensi untuk konsultasi keuangan dari Australian Qualification Framework ini.
Satu hal yang kemudian ditekankan oleh Prita, saat mengakhiri unggahannya, dalam hal pengelolaan keuangan ini adalah be mindful. Dengan kata lain, mengeluarkan uang perlu didasari pertimbangan yang matang, terukur, dan terencana. Dalam hal ini, pengendalian diri juga menjadi sikap yang sangat diperlukan.