Penetapan Nawir, pelaku cabut paksa masker di Bekasi, sebagai duta prokes (protokol kesehatan) direspons negatif oleh warganet. Meski penetapannya tidak resmi, melainkan dilakukan oleh Roni, korban Nawir sendiri, duta-dutaan ini dinilai tidak tepat.
Apalagi di waktu yang bersamaan, duta untuk urusan serupa juga disematkan untuk Putu Arimbawa. Ia bahkan didaulat secara resmi oleh Satgas Penanganan Covid-19 Surabaya, padahal, alih-alih punya rekam jejak mengajak masyarakat taat prokes, Putu punya kelakuan sama dengan Nawir. Kalau Nawir marah-marah sampai mencabut paksa orang yang menggunakan masker di masjid, Putu mengolok-olok orang bermasker dengan sebutan goblok di sebuah mall di Surabaya.
Wajar kalau kemudian ada yang menilai bahwa sebaiknya kelakuan seperti itu diproses hukum saja. Untuk Nawir, misalnya, ada warganet yang menyangsikan penyesalan Nawir atas kejadian pengusiran itu tidak bisa dijamin. “Balik ke rumah juga dia pasti galak lagi,” cuit seorang warganet di Twitter.
Tapi yang dilakukan Roni dengan menjadikan Nawir duta prokes juga mencontoh apa yang dilakukan oleh para pejabat kita. Dalam banyak momen, kita sering dibingungkan dengan kejadian-kejadian serupa.
Saat pedangdut Zaskia Gotik diduga menghina lambang negara pada 2016, misalnya, dia malah didapuk jadi Duta Pancasila. Tak main-main, yang mendapuknya adalah seorang petinggi partai. Masih di tahun yang sama, Sonya Depari, yang sempat populer di media sosial karena aksinya mengaku-ngaku anak jenderal di BNN, malah jadi Duta Anti Narkoba di Medan. Yang mendaulatnya adalah tokoh agama dengan dihadiri Kapolresta Medan saat itu Kombes Pol Mardiaz Kusin Dwi Hananto beserta jajarannya.
Bulan April lalu, di Tangerang, Marwan, seorang pemotor yang duduk bersila sambil mengendarai motornya juga dijadikan duta keselamatan lalu lintas. Seperti penetapan Putu oleh Satgas Covid-19 Surabaya, penetapan Marwan menjadi duta juga dilakukan oleh pihak berwenang, yakni Polres Tangerang.
Di awal pandemi, kita juga masih ingat bagaimana pentingnya mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengangkat 188 WNI ABK World Dream sebagai duta imunitas korona. Kebiasaan.
Pengangkatan duta-dutaan yang kerap kali bertolak belakang dengan kelakuan, atau dalam situasi duta imunitas, tak ada urgensi atau arah programnya, wajar saja kemudian menimbulkan respons negatif publik.
Padahal, mengutip KBBI, duta berarti orang yang diutus oleh pemerintah (raja dan sebagainya) untuk melakukan tugas khusus. Kalau sudah diutus, tentu dia harus juga piawai atau memahami tugas yang diembannya kan?
Menanggapi ini, Direktur Eksekutif Lembaga Kemitraan Pembangunan Sosial (LKPS), Rissalwan Habdy Lubis menilai kalau logika pengemban tugas negara terkait fenomena “duta-dutaan” ini sudah terbalik. Alih-alih ditegur atau dihukum, pelanggar malah dijadikan duta yang tentunya tak sesuai dengan kapasitasnya.
Saat penetapan Zaskia Gotik sebagai duta Pancasila, misalnya, harusnya diberi teguran, bahkan sanksi karena mencemooh lambang negara alih-alih diapresiasi sebagai duta. Karena kelakuan pejabat yang seperti ini maka publik pun akan menganggap remeh kesalahan serupa.”Sehingga tidak ada efek gentar bagi orang lain yang menganggap remeh protokol kesehatan atau tidak mengerti Pancasila, tapi mengaku-ngaku paling Pancasila,” kata Rissalwan.
Ini menunjukkan kalau negara saat ini sudah kehilangan nalar yang normal. Dia pun berseloroh, kalau logikanya seperti itu, kenapa tidak duta anti-korupsi adalah dia yang paling korup. “Sekalian saja koruptor kelas kakap dong ya? Hampir semua kebijakan tampak tidak konsisten dan cenderung terbolak-balik logikanya,” kata dia.
Lagi pula, “duta-dutaan” ini hanya jadi sekadar gimmick sosial saja. Tanpa arahan dan tugas yang jelas, pemilihan duta ini hanya untuk menimbulkan kesan tampil beda di publik, padahal akan berbahaya implikasinya bagi pembelajaran publik. “Artinya bisa saja orang berpikir untuk berlomba-lomba melanggar prokes agar diangkat menjadi duta. Kan jadi terkenal,” ucap dia.