Komisi Pemberantasan Korupsi berencana untuk menjadikan mantan narapidana kasus tindak pidana korupsi sebagai agen penyuluhan antikorupsi. KPK juga berniat mengubah istilah eks koruptor sebagai penyintas.
Rencana itu pun mendapat kritik pedas dari sejumlah pihak. Salah satu yang bersuara atas rencana itu adalah penyidik KPK Novel Baswedan. Lewat akun Twitternya, dia menyampaikan rencana itu sebagai gambaran perilaku enak pimpinan KPK Saat ini.
Dia melihat para pimpinan KPK tidak paham dan peduli dengan korupsi.
“Ketika menyebut Koruptor sbg penyintas (korban), lalu pelakunya siapa? Negara? Pantas saja mau jadikan koruptor sbg penyuluh antikorupsi. Pegawai yg kerja baik disingkirkan,” kicau Novel.
Perilaku Pimp KPK aneh dan keterlaluan.
Apakah tdk paham atau tdk peduli thd Korupsi.
Ketika menyebut Koruptor sbg penyintas (korban), lalu pelakunya siapa? Negara?
Pantas saja mau jadikan koruptor sbg penyuluh antikorupsi.
Pegawai yg kerja baik disingkirkan pic.twitter.com/f8EIuWsGsa— novel baswedan (@nazaqistsha) August 22, 2021
Kritikan serupa juga disampaikan oleh mantan juru bicara KPK Febri Diansyah. Dia menyindir rencana itu membuka potensi eks koruptor menjadi pimpinan KPK. Bahkan, dia juga berkata tidak mudah menjaga kewarasan dalam situasi seperti saat ini.
“Ke depan perlu terobosan lebih berani. Bukan hanya menjadikan eks napi koruptor sebagai penyuluh antikorupsi, tapi menjadikan mereka Pimpinan KPK. Siapa kandidatmu?,” kata Febri.
Ke depan perlu terobosan lebih berani. Bukan hanya menjadikan eks napi koruptor sebagai penyuluh antikorupsi, tapi menjadikan mereka Pimpinan KPK.
Siapa kandidatmu?
— Febri Diansyah (@febridiansyah) August 23, 2021
Sementara itu, Muhammad Said Didu juga angkat bicara terkait polemik itu. Mantan Sekretaris BUMN yang kini vokal terhadap berbagai kebijakan pemerintah ini mengaku heran dengan gelar ‘penyintas’ bagi koruptor. Dia mengingatkan penyintas adalah orang yang selamat dari bencana.
“Lha mereka pelakunya kok dianggap “korban” ? Para koruptor juga akan diberikan jabatan penyuluh korupsi ? Sudah tepat kalau @KPK_RI skrg dianggap pelindung koruptor,” kicau Said Didu.
KPK memberikan gelar “penyintas korupsi” kpd koruptor.
Arti penyintas adalah orang yg selamat dari bencana.
Lha mereka pelakunya kok dianggap “korban” ?
Para koruptor juga akan diberikan jabatan penyuluh korupsi ?
Sudah tepat kalau @KPK_RI skrg dianggap pelindung koruptor.— Muhammad Said Didu (@msaid_didu) August 24, 2021
Seperti halnya Febri, mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto juga tampak heran dengan rencana itu. Pasalnya, dia mengatakan pegawai KPK yang berjasa justru disingkirkan.
“Mati Ketawa ala Pimpinan KPK. Eks Koruptor direkrut utk jd Penyuluh. Tapi, Insan KPK yg berjasa jebloskan koruptor justru di TWK kan & dihabisi. Apakah kita sdng ditinggikan-kedunguannya?,” kicau Bambang.
Mati Ketawa ala Pimpinan KPK. Eks Koruptor direkrut utk jd Penyuluh. Tapi, Insan KPK yg berjasa jebloskan koruptor justru di TWK kan & dihabisi. Apakah kita sdng ditinggikan-kedunguannya? https://t.co/R3olovo9MK#LINETODAY#kumparan
— Bambang Widjojanto (@KataBewe) August 21, 2021
Terkait dengan rencana itu, sebuah akun bernama Fraksi Rakyat Indonesia juga membuat poster bagi para koruptor yang ingin menjadi penyuluh antikorupsi. Terdapat sejumlah syarat dalam poster tersebut, salah satunya pernah korupsi di atas Rp1 miliar.
“OPEN RECRUITMENT!! Kabar gembira untuk para koruptor! Syarat dan ketentuan berlaku dan yg pasti “berkelakuan baik” Karena ditempatkan sebagai “Penyuluh Anti Korupsi”,” kicau Fraksi Rakyat Indonesia.
OPEN RECRUITMENT!!
Kabar gembira untuk para koruptor!Syarat dan ketentuan berlaku dan yg pasti “berkelakuan baik” Karena ditempatkan sebagai “Penyuluh Anti Korupsi”. #OligarkiTumbuhIndonesiaRuntuhpic.twitter.com/MWak1g0YNd
— Fraksi Rakyat Indonesia (@FraksiRakyatID) August 22, 2021
Klarifikasi KPK
Plt Juru Bicara Pencegahan KPK, Ipi Maryati
Kuding membantah KPK akan menjadikan eks koruptor sebagai penyuluh antikorupsi.
Dia mengatakan KPK hanya menjajaki untuk menggunakan testimoni mantan
narapidana korupsi sebagai pembelajaran bagi masyarakat agar tidak korupsi.
“Tidak benar. KPK tidak melakukan seleksi atau
menjadikan narapidana korupsi sebagai penyuluh antikorupsi,” ujar Ipi kepada
Asumsi.co.
Ipi menjelaskan tidak sembarang orang bisa
menjadi penyuluh antikorupsi. Dia berkata penyuluh antikorupsi harus tersertifikasi
dan mendapatkan pengakuan kompetensi yang dilakukan secara sistematis dan
obyektif melalui uji kompetensi yang mengacu kepada Standar Kompetensi Kerja
Nasional Indonesia (SKKNI) Bidang Penyuluh Antikorupsi.
Sedangkan rencana eks koruptor disebut
penyintas, Ipi menyampaikan istilah penyintas dalam konteks sebagai korban
korupsi kurang tepat disematkan kepada eks koruptor. Hal itu sekaligus meralat
pernyataan Plt Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana
saat memberi penyuluhan ke narapidana korupsi di Lapas Sukamiskin.
“Kita perlu akhiri polemik istilah penyintas
ini. Kami meyakini, penanaman nilai-nilai integritas antikorupsi bisa menjadi
benteng pengendalian diri dari niat jahat untuk melakukan perbuatan korupsi,”
ujarnya.
Ipi menambahkan penyuluhan kepada narapidana
korupsi dalam rangka pencegahan. KPK berharap para narapidana yang siap untuk
berperan dalam pemberantasan korupsi dapat membagikan pengalaman tersebut
sehingga menjadi pembelajaran yang efektif bagi masyarakat untuk menjauhi
korupsi.
“KPK melalui pendekatan edukasi yang
melibatkan peran serta masyarakat, mengajak segenap pihak untuk turut mengambil
bagian dalam menanamkan nilai-nilai integritas demi membangun budaya
antikorupsi,” ujar Ipi.