Personel grup Korea Selatan “EXO”, Baekhyun ramai menjadi perbincangan serta perhatian para penggemarnya usai sang idola divonis mengidap penyakit hipotiroidisme yang ternyata sejak lama dideritanya. Penyakit ini, baru terungkap saat dirinya menjalani serangkaian tes jelang wajib militer di negaranya.
Dilansir dari Dispatch sebagaimana dikutip dari koreaboo, informasi ini berawal dari Baekhyun yang akan menjalani wajib militer pada hari ulang tahunnya, 6 Mei mendatang. Alih-alih, bertugas sebagai militer, ia diumumkan akan melayani sebagai pekerja layanan sosial.
“Penyelidikan oleh Dispatch menyatakan, ia memiliki alasan medis yang konkret untuk keputusan ini. Baekhyun kemudian mengungkapkan bahwa dia secara pribadi telah memberi tahu Dispatch tentang kondisinya dan mempersilakan untuk itu diungkapkan secara publik,” tulis media tersebut.
Apa Kata Baekhyun?
Kabar kondisi kesehatannya yang membuatnya ditempatkan sebagai pekerja layanan sosial dalam tugas pengabdian negara ini, akhirnya dikonfirmasi oleh Baekhyun lewat surat menyentuh yang ditujukan kepada para penggemarnya, melalui platform Dear U.Bubble.
“Saya memutuskan harus mengungkapkan (kondisi medis) karena ada banyak orang yang akan bertanya kepada ERI (EXO-Ls), fans “EXO” tentang mengapa saya melayani sebagai pekerja layanan sosial. Akan ada banyak orang yang bertanya-tanya tentang hal itu, mempertanyakan apakah ada perlakuan khusus atau tidak. Ketika saya berpikir bahwa saya harus mengungkapkan ini. Untungnya, Dispatch bertanya tentang hal itu, jadi saya menjawabnya!,” tulis Baekhyun.
Atas kondisi kesehatannya, pelantun lagu Bambi ini menerima putusan yang membebaskannya dari tugas aktif di militer. Seorang perwakilan dari badan tenaga militer melaporkan kepada Dispatch bahwa dalam kasus hipotiroidisme, mereka menilainya berdasarkan 3 tahapan.
“Jika Anda telah terbukti sedang dalam pengobatan selama lebih dari 6 bulan, Anda akan menerima penilaian terendah dalam hal kesehatan,” ujarnya dikutip dari koreaboo.
Seberapa Bahaya Penyakit Hipotiroidisme?
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menerangkan, penyakit ini terjadi apabila kelenjar tiroid tidak menghasilkan hormon tiroid yang cukup.
“Artinya sel tubuh tidak mendapatkan hormon tiroid yang cukup untuk bekerja dengan baik dan metabolisme tubuh pun melambat,” demikian dilansir dari situs http://p2ptm.kemkes.go.id.
Kemenkes menjelaskan, penyakit ini bisa disebabkan oleh banyak hal, diantaranya penyakit autoimun, kerusakan kelenjar tiroid, yodium yang terlalu banyak atau terlalu sedikit serta akibat pengobatan dengan radiasi.
Sementara itu, peneliti kesehatan Departemen Biokimia Fakultas Kedokteran, Pengabdian Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (UGM), Pramudji Hastuti mengatakan, hipotiroidisme disbabkan karena rendahnya kadar mineral, terutama zink (Zn) dan selenium (Se).
Rendahnya kadar mineral ini, menyebabkan gangguan pada kelenjar tiroid sehingga tidak memproduksi hormon tiroid dengan baik. Penderitanya akan mengalami pembengkakan di seluruh wajah, kesulitan bernapas, syok, atau kejang.
“Bagi penderita hipotirodisme terutama di daerah gondok endemik selain mengonsumsi cukup yodium, juga perlu mengonsumsi mineral secara seimbang untuk memperbaiki fungsi tiroidnya,” ujarnya lewat jurnal ilmiah “Status Mineral dan Hormon Tiroid pada Penderita Hipotiroidisme” terbitan Journal of Community Empowerment for Health (2018) yang diterima Asumsi.co, Kamis (8/4/21).
Selain itu, penderita penyakit ini juga sangat disarankan untuk tidak mengonsumsi bahan makanan yang memiliki banyak senyawa goitrogenik. Bahan makanan yang dimaksud antara lain brokoli, kubis, kembang kol, bayam, sawi, kacang tanah, hingga kedelai dan olahannya seperti tahu dan tempe.
Pengobatan untuk mengurangi atau meringankan gejala yang dialami pasien hipotiroidisme dapat dilakukan dengan mengonsumsi obat hormon tiroid. Reaksi dari obat ini, ialah mengaktifkan hormon tiroid yang kurang aktif.
Bahaya Hipotiroidisem Bagi Ibu Hamil
Penyakit ini diketahui bisa menyerang bayi, anak-anak, hingga ibu hamil. Komplikasi seperti penyakit jantung, gangguan kompleks pada ibu hamil, hingga ancaman kondisi mematikan yang disebut myxoedema coma bila tidak tertangani dengan baik.
Jurnal ilmiah “Hipotiroidisme pada Ibu Hamil di Daerah Replete dan Non-Replete Gondok di Kabupaten Magelang” yang ditulis peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI), Ina Kusrini (2015), menjelaskan bahaya penyakit ini pada ibu hamil.
“Hipotiroidisme terjadi pada ibu hamil di wilayah replete gondok dan non-replete dan tidak terlihat perbedaan nyata antar kedua wilayah. Prevalensi hipotiroid pada ibu hamil terjadi pada trimester 1, 2 maupun 3. Prevalensi semakin tinggi pada ibu hamil yang berada di trimester ketiga. Hipotiroid yang terjadi terdiri dari overthypothyroid, hipotiroid subklinis dan hypothyroxinemia,” tulisnya.
Hipotiroid pada ibu hamil membutuhkan upaya penanganan dengan segera. “Pemberian asupan iodium selain garam beriodium diperlukan mengingat tingginya prevalensi hipotiroid pada ibu hamil, singkatnya masa kehamilan dan dampaknya yang serius sedangkan disisi lain meski konsumsi rata- rata garam beriodium memenuhi syarat,” jelasnya.