Tokopedia dan Gojek dikabarkan telah mencapai kesepakatan awal untuk merger. Dilaporkan TechinAsia, dua unicorn kebanggaan Indonesia, telah menandatangani perjanjian jual beli saham bersyarat atau Conditional Sales & Purchase Agreement (CSPA).
Bocoran ini disampaikan oleh platform D-Insight. Dalam bocoran laporan itu tertulis bahwa Gojek akan memegang kendali saham sebesar 60 persen. Sementara, Tokopedia 40 persen.
Jika divaluasikan, kapitalisasi pasar kedua unicorn ini mampu menerobos urutan ketiga setelah BCA dan BRI. Sayangnya, kedua pihak enggan mengomentari lebih lanjut informasi merger ini kepada kami.
“Kami tidak dapat memberikan komentar terhadap rumor dan spekulasi di pasar,” kata Nila Marita, Chief Corporate Affairs, Gojek Group.
“Kami tidak dapat menanggapi spekulasi yang ada di pasar,” ungkap VP of Corporate Communications Tokopedia, Nuraini Razak.
Lalu, apa dampaknya jika merger ini terjadi?
Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan merger Gojek dan Tokopedia punya dua sisi. Pertama, ekosistem ekonomi digital di Indonesia semakin terintegrasi.
“Misalnya Tokopedia dan Gojek bisa mendorong bisnis e-commerce lebih efisien, yakni dengan kerjasama pengiriman barang via Gojek dari platform Tokopedia. Begitu juga Tokopedia, kan masih tertinggal soal pembayaran dibandingkan ShopeePay, nah dengan kerjasama Gojek bisa kembangkan integrasi Gopay dengan platform ecommerce Tokopedia,” ungkap Bhima kepada Asumsi.co.
Bhima melanjutkan, jika integrasi berjalan mulus, maka Indonesia bisa jadi pemain besar di kawasan Asia Tenggara.
“Tapi juga bisa lebih ekspansif khususnya ke pasar ASEAN,” ungkapnya.
Namun, Bhima juga memperingatkan dampak dari dominasi segelintir pemain yang bisa mempengaruhi persaingan usaha di Indonesia.
“Model ekonomi digital semakin oligopoli, dimana pemain besar cenderung menguasai pasar, sehingga menyulitkan pemain baru untuk bersaing. Ini perlu mendapat perhatian dari KPPU soal merger raksasa digital, apakah hambat inovasi baru atau tidak,” kata dia.
Ia menyontohkan kasus Alibaba di China. Pemerintah China mencegah gurita kapitalisasi pasar Alibaba. Tujuannya agar Alibaba tak menghambat inovasi pemain lain.
“Kasus Alibaba di China bisa jadi pelajaran bagaimana meregulasi raksasa digital. Alibaba dicegah untuk makin dominan karena menurut pemerintah China bisa hambat inovasi pemain baru,” jelasnya.
Peta persaingan tak akan berubah
Bhima juga mengungkapkan, peta persaingan baik bisnis e-commerce maupun ride-hailing tak akan berubah jika Gojek merger dengan Tokopedia.
Tokopedia tetap akan bersaing melawan Shopee dan Lazada di ranah e-commerce, sementara Gojek juga akan tetap bersaing dengan Grab di ranah ride-hailing dan food delivery. Begitu juga dengan Gopay yang harus bersaing dengan ShopeePay, OVO, dan LinkAja di ranah pembayaran digital.
Sementara itu, menurut pengamat digital Heru Sutadi, sinergi Gojek dan Tokopedia akan menghasilkan kekuatan yang mampu memberikan keuntungan kepada konsumen.
“Sementara terkait ke depan bisnis ini akan seperti apa, kita belum tahu, tapi kalau layanan seperti Gojek ini mau masuk ke segmen e-commerce tentunya butuh banyak waktu, nah dengan penggabungan ini tentu akan mempermudah dan saling bersinergi dengan Tokopedia. Dengan merger tersebut maka bisa di hari yang sama bahkan hitungan jam bisa segera sampai ke costumer,” kata dia.